Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masih Ingatkah Ucapan Ahok: "Audit BPK Ngaco"?

6 November 2017   04:22 Diperbarui: 6 November 2017   04:28 3352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang dimulainya proses Pilgub DKI 2017 berbagai issu atau kelemahan dari tokoh yang diperkirakan akan maju mulai bermunculan.
Tentu saja salah seorang tokoh yang paling banyak mendapat serangan itu ialah Basuki Tjahaja Purnama ,Gubernur DKI.

Salah satu issu atau kelemahan yang diangkat tentang mantan Wakil Gubernur DKI itu ialah pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta. Pemprov DKI ingin membeli Rumah Sakit tersebut karena pada lokasi dimaksud akan dibangun rumah sakit khusus kanker.
Berkaitan dengan kebutuhan dimaksud maka terjadilah transaksi jual beli antara Rumah Sakit Sumber Waras dengan Pemprov DKI pada Desember 2014.

Disepakati dasar pedoman harga ialah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dengan mengacu kepada NJOP tersebut maka Pemprov DKI melakukan pembayaran senilai Rp.755.689.550.000-,(tujuh ratus lima  puluh lima milyar enam ratus delapan puluh sembilan juta lima ratus lima puluh ribu rupiah). Terhadap pembelian tersebutlah kemudian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan adanya kejanggalan.

Ada 2 hal yang disorot oleh BPK yaitu,1).adanya transaksi tunai sebesar Rp.755,69 miliar dan,2).transasksi dilakukan mendadak yakni pada 31 Desember 2014,pukul 19.00 wib.(Liputan 6.com). Luas tanah yang dibeli oleh Pemprov DKI itu 3,64 Ha dengan harga NJOP ,Rp.20 juta/meter persegi.
Selanjutnya BPK mengatakan terjadi pengadaan tanah yang tidak melalui proses memadai sehingga indikasi kerugian negara sejumlah Rp.191 miliar.
Badan audit negara itu menyebut harga pembelian lahan Sumber Waras terlalu mahal.


Keriuhan politik menjelang Pilgub DKI yang lalu itu semakin gemuruh karena masalah Sumber Waras ini digunakan lawan lawan politik Ahok untuk menyudutkannya.Pengaduan masyarakat juga sampai ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) dan untuk itu beberapa kali Ahok dipanggil ke Kuningan tempat berkantornya komisi anti rasuah tersebut.


Sesudah mendalami kasus dan mengadakan pemeriksaan maka KPK menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus tersebut.
Terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tersebut ,Ahok mengatakan " audit BPK ngawur dan ngaco". Kemudian kasus Sumber Waras mulai senyap dan pada masa kampanye Pigub ,kasus tersebut tidak lagi menjadi senjata utama dari lawan lawan politik Ahok untuk menyudutkannya.


Namun akhir akhir ini ada perkembangan menarik berkaitan dengan lahan bekas Rumah Sakit Sumber Waras. Wakil Gubernur DKI,Sandiaga Uno ,pada Sabtu,4/11/ 2017 menyatakan ,sebelum pembangunan Rumah Sakit Kanker DKI yang akan didirikan di lahan bekas Yayasan Kesehatan Sumber Waras ( YKSW) dilanjutkan,YJSW harus mengembalikan dana sebesar Rp.191 Miliar.(detiknews.com).


Besaran dana yang harus dikembalikan sesuai pernyataanSandiaga tersebut adalah jumlah dana yang dikemukakan BPK .Menurut BPK ada indikasi kerugian negara sebesar Rp.191 Miliar. Dari pernyataannya tersebut jelas menunjukkan bahwa Sandiaga melihat adanya potensi kerugian negara karena kalau tidak ada potensi kerugian negara untuk apa ia meminta pengembalian dana dimaksud.

Walaupun KPK telah menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus penjualan RS Sumber Waras tetapi wajar juga kita menilai kemana arah pernyataan Sandiaga Uno. Secara sederhana kita dapat menangkap maksud pernyataan Sandiaga bahwa dalam pembelian lahan Sumber Waras tersebut sekurang kurangnya telah terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp.191 Miliar.

Dana sebesar itu bukanlah uang yang sedikit. Hal lain yang dapat ditangkap dari pernyataan Sandiaga ialah ia meyakini kebenaran audit BPK. Dalam poin inilah saya jadi teringat ucapan Ahok," Audit BPK,ngawur dan ngaco".
Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun