Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HUT TNI dan Menyoal Kontraversi Panglima Gatot yang Dinilai Politis oleh Kontras

5 Oktober 2017   19:02 Diperbarui: 5 Oktober 2017   19:15 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat menaiki kendaraan TNI pada HUT ke 72 TNI;5 Okt 2017.Difoto dari siaran TVRI

Tidak berlebihan kalau mengatakan ,semua penilaian seseorang terhadap orang lain atau objek lain tidak akan bisa dilepaskan dari berbagai preferensi yang kita miliki.Preferensi itu bisa berupa pandangan politik ,suku , agama dan juga nilai nilai yang dianut. Pemahaman kita tentang demokrasi misalnya ,diperkirakan berbeda dengan pandangan seorang Amerika tentang hal tersebut atau sekurang kurangnya berbeda dalam penerapannya.

Di Amerika Serikat dalam pelaksanaan demokrasi rasanya tidak dikenal istilah " NPWP",Nomor Piro Wani Piro,sementara di negeri kita hal tersebut sering ditemui.Di negeri  Paman Sam itu hampir dapat dipastikan  seorang warga tidak akan mau menukar hak demokrasinya itu dengan lembaran lembaran dollar.Sebaliknya di Republik kita ini jangan kan menolak lembaran lembaran rupiah bahkan sering terjadi justru pemilih yang meminta nya bahkan sering juga yang dimintanya itu justru sembilan bahan pokok atau sembako.Dengan demikian di negeri ini demokrasi sering  menjadi sangat transaksional.

Berangkat dari pemahaman yang demikian maka menurut hemat penulis pandangan bangsa kita tentang tentara nasionalnya tentu berbeda juga pandangan bangsa lain tentang tentara nasionalnya.Banyak faktor yang membuat perbedaan pandangan itu ,seperti sejarah lahirnya tentara nasional di suatu negara ,perjalanan perjuangan  bangsa itu serta hubungan tentara nasional dengan masyarakatnya.

Dalam kaitan yang demikian menarik mencermati pandangan yang dikemukakan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)terhadap Panglima TNI,Jenderal Gatot Nurmantyo. Seperti yang diberitakan Kompas.com ,4/10/2017, menjelang HUT ke72 TNI ,Kontras meliris laporan terkait profesionalisme militer di tengah pusaran arus politik.

Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri menuturkan ,setidaknya Kontras mencatat beberapa pernyataan dan sikap Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang dinilai kontroversial dan sarat politik meski dibantah sebagai pernyataan yang politis oleh Gatot. Menurut Puri Kencana ,pernyataan dan sikap Panglima tersebut tidaklah sesuai dengan Buku Putih Pertahanan.

Menurut Puri Kencana ada 8 kontraversi Jenderal bintang empat itu dan dua di antaranya adalah,1).Gatot pernah hadir bersama dengan ribuan pendemo 212 di akhir tahun 2016.Saat itu Panglima mengenakan peci putih dan,2).Juni 2017 memimpin ibadah tarawih berjamaah dibawah guyuran hujan sebagai bahagian dari " Silaturrahim safari Ramadhan 2017 bersama dengan ribuan santri dan ulama. Terhadap dua hal yang dikemukakan Puri Kencana  tersebut saya tidak melihat ada kontraversi disana.

Sepanjang yang saya ketahui, kehadiran Panglima TNI yang mengenakan peci putih pada Aksi 212 justru bersama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.Sedangkan Presiden sendiri hadir lalu apa yang salah dengan kehadiran Gatot Nurmantyo disana. Begitu juga halnya tentang kehadiran Gatot Nurmantyo pada ibadah sholat tarawih ,saya juga tidak ada melihat ada yang salah disana.


Mungkin Puri Kencana melihat hal tersebut salah ,karena dalam pandangannya tentara kita harus berada di barak dan tidak layak bersosialisasi dengan masyarakat .Mungkin dalam pandangannya ,tentara di barak ,setiap hari hanya latihan dan latihan sembari menunggu penugasan.
Andainya benar demikian pandangan Puri Kencana ,menurut saya pandangan yang demikian tidak tepat.


Sejarah kelahiran TNI kita justru diawali dengan kelompok kelompok masyarakat yang berjuang untuk kemerdekaan yang pada masa lalu itu disebut dengan laskar. Laskar laskar inilah kemudian dihimpun dalam Badan Keamanan Rakyat ( BKR) yang kemudian pada 5 Oktober 1945 berobah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat.Kemudian sesudah berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat maka nama nya berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia dan pada akhirnya namanya menjadi Tentara Nasional Indonesia ( TNI) sejak 3 Juni 1947.


Karenanya tidak dapat disangkal bahwa TNI justru lahir dari rahimnya rakyat Indonesia. Mungkin ada yang mengatakan bahwa hal itu kan hanya sebatas sejarah lahirnya TNI sedangkan sekarang ini TNI harus profesional dan tidak ikut ambil bagian dalam kegiatan kemasyarakatan. Sejarah menunjukkan kepada kita bahwa sesudah kelahirannya ,TNI selalu bersama sama dengan rakyat dalam mempertahankan keutuhan bangsa dan NKRI. Saya masih ingat ketika terjadi pergolakan daerah ,PRRI tahun 1958 -1961 ,di Padangsidempuan Sumatera Utara sangat terlihat mesranya hubungan TNI dengan rakyat.


Pada malam malam tertentu Tentara memutar film untuk masyarakat di asrama asrama dimana mereka ditempatkan. Anggota TNI yang beragama Islam juga berbaur dengan masyarakat melaksanakan sholat Maghrib dan Isya di langgar atau di surau surau yang berada di lingkungan perumahan penduduk.Mereka berinteraksi dengan baik dengan warga di sekitar tempat mereka tinggal. Pada masa itu juga digelar program sosial dan pemberdayaan masyarakat oleh TNI yang disebut dengan Civic Mission.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun