Saya tidak mengenal sebelumnya nama Fredy Chandra.Rasanya sebahagian besar Kompasianer juga belum pernah mendengar nama ini.Pada awalnya saya hanya sepintas membaca tentang sosok ini ketika namanya mulai disebut di Kompas.com. Tetapi semakin mengikuti pemberitaan Kompas.com tentang pria yang tidak terkenal ini lama kelamaan tumbuh rasa simpati yang dalam kepada nya.Ada sesuatu yang dia lakukan dan yang dilakukannya itu sangat menyentuh.
Kompas.com menuturkan ,sekitar 3 bulan yang lalu Fredy mendatangi Sulikin Kepala SMA Negeri I Pekalongan dan menyatakan niatnya akan memberangkatkan semua guru yang pernah mengasuhnya untuk berlibur dan jalan jalan ke Eropa. Tentu saja pada awalnya Sulikin ragu dengan tawaran yang disampaikan oleh bekas muridnya ini.Bisa saja Sulikin berpikir yang dikemukakan Fredy itu hanya sekedar basa basi,pelipur Lara atau bahkan juga hanya sebatas pemberi harapan palsu.
Mungkin juga kalau ada murid yang menawarkan seperti itu kepada kita akan muncul perasaan yang sama dengan yang ada pada pikiran Kepala SMAN I Pekalongan itu. Tetapi ternyata Fredy ,alumni SMAN I Pekalongan tahun 1993 itu bukanlah seorang yang suka mengumbar janji dia bukanlah seorang yang gemar PHP ( Pemberi Harapan Palsu).
Singkat cerita ,sesudah pertemuan Fredy dengan Sulikin maka ia pun mempersiapkan segala sesuatunya untuk memberangkatkan semua gurunya menikmati liburan dan jalan jalan ke luar negeri. Oleh karena para gurunya sudah banyak yang tua maka Sulikin mengajukan usul agar jalan jalan tersebut tidak harus ke Eropa cukuplah ke negara jiran saja ,Singapura dan Malaysia.
Demikianlah pada 19 September 2017 yang lalu melalui Bandara Sukarno Hatta ,Fredy memberangkatkan 65 orang guru gurunya yang pernah mengajarnya di SMAN I Pekalongan,SMP I Pekalongan dan SD Sampangan. Fredy tidak ikut dalam tour ke negara jiran itu tetapi segala sesuatunya telah dipersiapkan melalui Travel biro yang mengatur perjalanan itu.
Sulikin mengungkapkan ,biaya perjalanan mulai dari transportasi ,hotel,uang saku hingga pembuatan paspor semuanya ditanggung oleh Fredy. Bahkan Fredy menyiapkan pendamping dengan kursi roda hingga  dokter untuk mendampingi para guru yang sudah sepuh. Rombongan guru guru ini sudah kembali ke Jakarta pada 24 September yang lalu.
Sulikin,Kepala SMAN I Pekalongan berkomentar " Semuanya fasilitas kelas satu .Ini perjalanan yang paling berkesan sepanjang hidup saya ",ujarnya.
Rita Heini ,guru yang mengajar mata pelajaran Ekonomi / Akuntansi saat Fredy di kelas 1 SMAN I Pekalongan menuturkan ,mengaku senang karena Fredy juga memberikan uang saku kepada semua guru yang diberangkatkan.Uang saku itu berbentuk pecahan dollar Sinagpura dan Ringgit Malaysia." Saya diajak aja udah senang ,lha ini malah dikasih uang saku untuk membeli oleh oleh" ,kata Rita.
Saya juga tidak mengenal satu pun dari 65 guru yang diberangkatkan Fredy itu .Saya tinggal di Medan sementara mereka tinggal di Pekalongan.
Tetapi ketika Kompas.com memberitakan rasa gembira dan rasa senang para guru itu tiba tiba rasa haru juga menyelimuti perasaan saya.Setitik ,dua titik air mata juga membasahi kelopak mata saya.
Ah betapa bahagia dan gembiranya para guru itu demikianlah suara batin saya berbicara. Kata orang dan juga sebagaimana yang kita saksikan ,relasi sosial yang terjadi di sebahagian masyarakat kita sekarang ini sering berangkat dari kepentingan kepentingan. Si A bertegur sapa dengan si B ,mengajaknya jalan jalan ,mentraktirnya minum atau makan ,memberi sesuatu ,pada dasarnya sudah didasari sebuah kepentingan .
Relasi sosial yang terjadi semakin pragmatis ,semuanya ditakar dan dinilai dari " saya dapat apa".
Karena relasi sosial yang demikianlah adakalanya hubungan yang terbangun terasa hambar ,tidak substansial ,penuh basa basi.Tentu bukan seperti ini semua relasi sosial yang terjadi tetapi hal seperti ini juga sering kita rasakan. Tetapi sosok Fredy Chandra ,memberi petuah lain kepada kita tentang bagaimana menghargai jasa orang orang,pribadi pribadi yang telah mengisi hidup kita.
Pribadi pribadi yang berjasa itu sebenarnya tidak ada lagi kaitannya dengan hidup kita.Malahan ada guru Fredy yang harus didorong diatas kursi roda dan sebahagian di antara mereka sudah sepuh.Tidak akan ada lagi sesuatu yang bisa mereka berikan kepada Fredy anak asuhnya itu.
Tapi alumni SMAN I Pekalongan itu secara tidak langsung telah mengajari kita bagaimana selayaknya menghargai semua orang yang telah berjasa pada kita.Relasi yang terbangun tidak hanya karena kepentingan ,tetapi ada nilai nilai penghargaan yang tidak bisa diukur dengan materi.
Terhadap kebaikan hati Fredy yang telah memberangkatkan mereka ke luar negeri ,Sulikin membuat tulisan " Muridku Gila".
Tentang sebutan " Muridku Gila " ini,Fredy membalasnya dengan mengatakan bahwa yang jelas jelas gila itu adalah Bapak IBU guru SD Sampangan ,SMPN 1 dan SMAN 1 Pekalongan.
Para guru itu menurut Fredy yang secara " sembrono" mengabdikan diri lebih dari separuh usianya dari muda hingga pensiun berusaha membuat nya sebagai salah satu muridnya dan banyak murid lain yang menjadi orang sukses dan berhasil.
Fredy melanjutkan ,yang " gila " itu adalah Bapak Ibu Guru yang mengabdi di sekolah sekolah ,madrasah,PAUD,baik di kota ,di daerah dan daerah daerah terpencil dengan gaji pas pasan dan herannya masih mau mengajar ,itu baru gila! ! !Â
Fredy sosok yang tidak dikenal itu telah menawarkan sebuah oase baru sekaligus menampik pandangan banyak orang tentang hubungan hubungan semu dan palsu yang banyak dipraktekkan sebahagian besar warga bangsa sekarang ini.
Terima kasih kepada Kompas.com yang telah mengangkat kisah kisah seperti ini dalam pemberitaannya. Terima kasih jua kepada Fredy yang telah mengajarkan sesuatu yang sangat berharga dalam menghargai guru. Salam Persatuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H