Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

RRI, Jangan Pernah Lelah untuk Terus Mengudara

11 September 2017   06:21 Diperbarui: 11 September 2017   18:31 2663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis tidak tahu persis apakah generasi muda yang ada di perkotaan masih tahu ada nama "Radio Republik Indonesia" atau RRI. Bisa saja ada yang tahu tapi mungkin sebagian besar tidak mengetahuinya. Andainya sebahagian besar generasi muda perkotaan tidak mengetahuinya, mereka juga tidak dapat disalahkan karena sekarang ini mereka hidup dengan berbagai pilihan media yang tersedia.

Dengan satu buah hp yang dimiliki, beragam informasi dan hiburan akan bisa diaksesnya. Berdasarkan pengamatan sepintas diperoleh kesan bahwa sebagian besar generasi muda sudah tidak akrab lagi dengan radio. Tidak hanya generasi muda tapi penulis juga menduga masyarakat juga sudah tidak lagi senang mendengar radio.

Namun ternyata gambaran saya itu keliru. Karena ada hal menarik yang dikemukakan berdasarkan hasil Survei Nielsen. Nielsen mengadakan survei berupa Survei Nielsen Radio Audience Measurement (RAM) yang hasilnya menyatakan radio masih memiliki pendengar setia. Sebagaimana dikutip dari Marketing.co.id, diterangkan bahwa Nielsen RAM merupakan survei kependengaran radio terhadap lebih dari 8.400 responden berusia 10 tahun keatas di 11 kota di Indonesia.

Temuan Nielsen RAM menunjukkan pada kuartal ketiga tahun 2016, 57 persen dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z dan Millenials atau konsumen masa depan. Nielsen mencatat meskipun internet tumbuh pesat pada kuartal ini, tidak berarti penetrasi radio menurun. Penetrasi media televisi (96%), Media Luar Ruang (52%) dan Internet (40 %), sementara penetrasi radio angkanya cukup tinggi juga yakni 38%.

Persentase ini menggambarkan media radio masih didengarkan sekitar 20 juta konsumen di Indonesia. Ternyata juga pendengar radio bukan hanya terdiri dari penduduk usia lanjut karena temuan Nielsen menyatakan 57 % pendengar radio justru konsumen masa depan dengan usia relatif muda.
Kontribusi pendengar radio ini didominasi oleh generasi Millineals ( 15-34 tahun) 38 %, Generasi X ( 35-49 tahun ) 28% dan generasi Z ( 10-14 tahun) 19%.

Media radio lebih menyasar pendengar lokal dan bersaing sangat ketat dengan internet. Berkaca kepada survei Nielsen tersebut ternyata ada 20 juta pendengar radio di negara kita ini. Pendengar dengan jumlah dua puluh juta ini tentu tersebar di berbagai provinsi dan kabupaten serta kota.
Sesungguhnya ditinjau dari jumlah personil, ketersediaan alat, daya jangkau siaran serta ketersediaan peralatan maka yang paling potensial menguasai mayoritas pendengar radio adalah Radio Republik Indonesia (RRI).

RRI pernah puluhan tahun menjadi otoritas tunggal penguasa "udara"Indonesia. Dalam posisinya yang demikian RRI menjadi rujukan penting dalam pemberitaan negeri ini. Sebagai pemegang otoritas tunggal, RRI juga memainkan peran penting dalam menumbuhkan semangat kesatuan dan persatuan bangsa.

Pada masa jayanya, masyarakat akan berkerumun di kedai kedai kopi untuk mendengar siaran langsung yang dilakukan radio ini. Penulis masih ingat pada pertandingan Thomas Cup dibawah tahun 70an misalnya terutama pada waktu final ketika Indonesia berhadapan dengan negara lain, masyarakat di rumah rumah atau di warung kopi selalu berkumpul untuk mendengar laporan pandangan mata yang disajikan oleh reporternya.

Begitu juga kalau ada pertandingan sepak bola pada tingkat lokal maupun nasional maka siaran RRI lah satu satunya sumber berita langsung untuk masyarakat. Penulis ingat pada kejuaraan sepak bola tingkat nasional ketika pada final bertemu PSMS Medan dengan Persib Bandung, warga kota Medan akan berkerumun mendengar siaran langsung tersebut, sama seperti nonton bareng melalui televisi sekarang ini. Beberapa reporter olah raga yang jadi idola masa itu antara lain Sambas dan Rinaldi.

Begitu juga halnya kalau ada lawatan Bung Karno ke luar negeri, masyarakat asyik mengikutinya melalui reportase yang diutarakan oleh Darmosugondo seorang reporter yang sangat handal. Memang harus diakui kehebatan para reporter masa itu, karena pada pertandingan bola atau bulutangkis misalnya kita bisa menahan nafas atau berteriak gembira karena kemampuan reporter menggambarkan drama yang terjadi di lapangan.

Tidak hanya pada event olahraga atau politik tapi pada bidang hiburan, RRI juga cukup menonjol. Pemilihan Bintang Radio merupakan ajang bergengsi yang diikuti oleh artis artis pada masa itu. Di Medan pernah RRI Nusantara I Medan menggelar acara "Panggung Hiburan" secara rutin di Gedung Olahraga Medan. Chairul Zen pembawa acara nya menjadi idola anak anak muda masa itu.

Beberapa nama nama besar penyanyi Indonesia juga lahir melalui RRI seperti Sam Saimun, Bing Slamet, Titik Puspa dan Nur 'ainun adalah sederetan nama yang sering terdengar melantunkan suaranya melalui RRI. Tetapi ketenaran RRI mulai pudar ketika beberapa stasiun tv didirikan di daerah daerah seperti di Medan tahun 1972. Sebelumnya di Jakarta tahun 1962 sudah ada stasiun tv bersamaan dengan penyelenggaraan Asian Games di Jakarta.

Ketika tahun 80an, radio radio swasta bermunculan di daerah daerah, pamor RRI pun semakin berkurang. Kemudian stasiun stasiun tv swasta juga tumbuh dengan subur yang kesemuanya membuat RRI semakin banyak ditinggalkan pendengarnya. Sesungguhnya RRI punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan kita.

Radio Republik Indonesia didirikan pada 11 September 1945 artinya belum sampai umur republik satu bulan, radio ini sudah berdiri. Sejarah mencatat RRI didirikan oleh para tokoh radio yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Para tokoh radio inilah kemudian mengadakan pertemuan di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam, Jakarta.

Pertemuan tanggal 11 September 1945  itu memutuskan didirikannya Radio Republik Indonesia dengan memilih dr. Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Sesudah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata Belanda masih datang lagi bersama tentara Inggris dan ingin kembali menjajah Indonesia.

Untuk menghadapi pendudukan kembali Belanda itu, para pemimpin kita terus menggelorakan semangat perjuangan melalui RRI. Pada peristiwa heroik 10 November 1945 Bung Tomo melalui pidatonya yang berapi api melalui radio berhasil menggelorakan semangat perjuangan. Begitu juga halnya Bung Karno melalui radio terus berpidato membakar semangat rakyat. 

Juga tidak dapat dinafikan RRI punya andil besar merawat semangat kebangsaan kita terlebih lebih ketika terjadi berbagai pergolakan di daerah yang ingin memisahkan hubungan dengan Jakarta.

Semua hal yang telah dipersembahkan RRI itu tentu tercatat dengan tinta emas dalam sejarah bangsa kita. Hari ini, RRI berulang tahun dan kita berharap agar radio perjuangan ini tetap eksis memberikan sumbangan yang semakin berarti untuk republik ini. Dirgahayu RRI, Sekali di Udara tetap di Udara dan jangan pernah lelah untuk terus mengudara.

Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun