Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Cara Megawati Harmoniskan Hubungannya dengan Ulama

15 Juli 2017   00:37 Diperbarui: 15 Juli 2017   17:10 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik mengikuti Cuplikan pidato Megawati Soekarno Putri pada acara Halaqah Nasional yang digelar di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis 13 Juli 2017. Putri Bung Karno itu mengatakan ketika ia diundang pada acara tersebut lalu teringat sahabatnya KH Abdurrahman Wahid. Selanjutnya Mega mengatakan kalau bertemu alim ulama dia sering teringat akan sosok ayahnya Bung Karno.

Adik Guntur Soekarno Putra itu kemudian mengatakan ia dididik oleh Bung Karno dengan disiplin. Antara lain kalau menerima tamu harus berpakaian rapih. Suatu ketika Bung Karno menerima tamu lalu Mega berbisik kepadaayahnya, Bapak tamu Bapak itu koq tidak sopan. Mega menanyakan itu karena tamu Proklamator itu memakai sandal. Lalu Soekarno mengatakan itu namanya para kiai. Kemudian Mega mengatakan, tamu itu kan tidak sopan, kenapa pakai sandal.

Sesudah tamu pergi, Mega bertanya lagi ke Bung Karno, mengapa dirinya tidak boleh pakai sandal kalau ada tamu, melainkan mesti bersepatu. Tapi, kenapa Bapak izinkan mereka pakai sandal dan pakai sarung. Bung Karno mengatakan para kiai adalah pejuang. Tanpa mereka sebagai garda terdepan ketika membentuk Indonesia, mungkin kita tetap dijajah. Kemudian Mega mengatakan bahwa tamu Bung Karno yang dilihatnya itu ternyata KH Hasyim Asy'ari, pejuang dan pendiri Nahdlatul Ulama.

Selanjutnya Mega mengatakan yang memperkenalkannya dengan kehidupan kaum ulama, kiai adalah Gus Dur. Cuplikan pidato Mega tersebut menunjukkan betapa tepatnya ia memberi gambaran karena Bung Karno (dan tentu dirinya) memberi penghormatan yang tinggi kepada para ulama. Mega juga menunjukkan bagaimana eratnya persahabatannya dengan Gus Dur.

Halaqah Nasional Alim Ulama yang diadakan Majelis Dzikir Hubbun Wathon dibuka oleh Presiden Jokowi. Turut hadir pada acara tersebut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj. Pidato Mega dianggap penting mengingat sesudah munculnya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama pada September 2016, muncul kesan hubungan Mega dengan para ulama kurang harmonis. Kesan ini bisa muncul karena Basuki Tjahaja Purnama adalah calon Gubernur DKI yang diusung oleh PDIP bersama Golkar, Nasdem dan Hanura.

Sesungguhnya gambaran kurang harmonisnya hubungan Mega/PDIP bukanlah dengan seluruh ulama tetapi hubungan yang tidak harmonis tersebut adalah dengan ulama yang mendukung Aksi Aksi Bela Islam terutama dengan tokoh sentralnya Habib Rizieq Shihab. Kita masih ingat salah satu pidato Mega pada ulang tahun PDIP Januari yang lalu ditanggapi dengan sangat reaktif oleh Habib Rizieq bahkan muncul usaha untuk mengadukan Mega karena Isi pidatonya dianggap melakukan penistaan agama.

Tidak dapat dipungkiri pada suasana Pilgub DKI dengan beberapa kali aksi bela Islam seolah olah terbentuk opini bahwa pemimpin umat Islam Indonesia adalah Habib Rizieq dan beberapa ulama yang mendukungnya yang tergabung pada Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI). Bachtiar Nasir, Kordinator GNPF -MUI dan beberapa tokoh Front Pembela Islam (FPI) dianggap oleh sebahagian umat Islam sebagai tokoh yang mampu merepresentasikan keinginan ummat Islam di negeri ini. Pada masa pilgub DKI muncul juga kesan seolah olah Mega berseberangan dengan para ulama.

Namun sesudah hiruk pikuk pilgub DKI sudah mulai usai maka Mega muncul pada Halaqah Nasional Alim Ulama Majelis Dzikir Hubbun Wathon yang dianggap sangat dekat dengan Nahdlatul Ulama.

Pada forum tersebut Mega berbicara tentang kedekatannya dengan para ulama dan bagaimana Bung Karno sejak dari dulu menghargai para ulama. Malahan Bung Karno mengatakan tanpa dukungan ulama, kita tidak akan merdeka dan sampai sekarang kita mungkin masih dijajah Belanda. Kenangan Mega di masa kecil tentang ulama yang sangat dihargai Bung Karno itu merupakan sebuah gambaran dari Megawati kecil yang masih lugu. Pengungkapannya tentang masa kecilnya itu merupakan sebuah momen manis untuk mengawali dialognya dengan para alim ulama khususnya mereka yang mengikuti Halaqah tersebut.

Tetapi Mega tidak hanya berbicara dengan para peserta Halaqah tetapi juga ingin menyampaikan pesan kepada bangsa ini khususnya umat Islam bahwa Megawati Soekarno Putri, Presiden ke -5 RI, putri Bung Karno, adalah sosok yang sangat menghargai ulama. Harus diakui pidato dan sentuhan yang disampaikan Mega pada Halaqah tersebut adalah sebuah pidato yang manis dan menyentuh.

Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun