Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

FDS dan Dampak Politik terhadap Jokowi

19 Juni 2017   10:19 Diperbarui: 19 Juni 2017   10:36 2407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai pandangan termasuk yang kontra tentang pelaksanaan Full Day School yang digagas oleh Mendikbud,Muhadjir Efendi terus bergulir.
Salah satu alasan penolakan yang paling kuat dikemukakan oleh para pengelola madrasah karena  dengan diterapkannya FDS itu berarti anak didik terutama yang duduk di bangku SD akan kehilangan kesempatan untuk mengaji di madrasah yang selama ini berlangsung sore hari sepulangnya mereka dari sekolah.

Sebagaimana diketahui FDS atau nama lain yang digunakan untuk itu pada setiap harinya dilaksanakan Senin sampai dengan Jum'at dan selama delapan jam anak didik berada di sekolah.Andainya jam belajar dimulai pukul 7.30 maka anak didik keluar dari sekolah pukul 15.30. Sesampainya di rumah mereka sudah letih karenanya tidak mungkin lagi mengikuti pendidikan agama di madrasah.

Keluh kesah tentang ekses pelaksanaan FDS itu secara langsung telah disampaikan oleh kiai NU Jawa Tengah kepada Presiden Jokowi.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com (18/6/17),sekitar 20 orang pengasuh pondok pesantren di Jawa Tengah telah diundang secara khusus oleh Presiden Jokowi untuk bertemu di White House, Rumah Makan Mak Engking di Ungaran Kabupaten Semarang pada Sabtu,17 Juni 2017.

Pada kesempatan berharga dan langka tersebut para kiai menyampaikan keluh kesahnya tentang persoalan keumatan dan kebangsaan dewasa ini.
Salah satunya adalah kebijakan delapan jam berada di sekolah selama lima hari setiap minggu yang menjadi keresahan masyarakat terutama para kiai -kiai di kampung.

Pengasuh pondok pesantren Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo, Magelang KH Yusuf Choudri mengatakan para kiai khawatir kebijakan ini akan membunuh pelan pelan eksistensi sekolah agama yang sudah ada sejak ratusan tahun.Sekolah agama itu seperti Madrasah  Diniyah Taman Pendidikan Qur'an (TPQ) dan pengajian pengajian sore yang ada di pedesaan.

"Anak -anak bisa kehilangan akar kulturnya karena tidak bisa lagi berinteraksi dengan kegiatan kegiatan kultural di masyarakat " ujar Gus Yusuf  panggilan akrab KH Yusuf Choudri. Keresahan yang sama juga disampaikan langsung kepada Presiden oleh Pengurus Wilayah NU JawaTengah yang hadir pada pertemuan di Ungaran tersebut.

Menurut Gus Yusuf, para kiai memohon kepada Presiden agar mencabut atau meninjau ulang kebijakan lima hari sekolah dimaksud. Sebelumnya menurut detiknews.com pada Kamis,15 Juni yang lalu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj menyatakan pihaknya menolak keras kebijakan Kemendikbud tentang sekolah delapan jam sehari selama lima hari yang oleh PBNU disebut sebagai Full Day School.

Said Aqil menyatakan pendidikan karakter tidak secara otomatis bisa dicapai dengan cara menambah jam sekolah. Berkaitan dengan beberapa alasan dan kajian yang dilakukan PB NU meminta agar Presiden Jokowi membatalkan atau mencabut kebijakan lima hari sekolah atau Full Day School.

Dari berbagai alasan atau argumentasi yang menentang FDS sesungguhnya bukan karena menolak penguatan pendidikan karakter sebagaimana yang direncanakan Mendikbud tetapi titik berat penolakan justru pada ekses kebijakan tersebut yang diperkirakan akan memberi dampak terhadap kelangsungan hidup madrasah,pengajian atau sejenisnya.

Kita berangkat dari asumsi bahwa Mendikbud punya keinginan yang kuat agar pendidikan karakter anak didik perlu diintensifkan dengan cara menambah waktu di sekolah menjadi delapan jam sehari berlaku Senin sampai Jum'at. Tetapi Menteri dan stafnya kemungkinan lupa mengkaji ekses yang akan muncul dan juga luput memotret kehidupan masyarakat di luar kota kota besar.

Kehidupan di kota kota besar seperti di Jakarta  dimana banyak keluarga yang ayah dan ibu bekerja dan tiba di rumah setiap harinya pukul 6 sore .Kalau anak didik pulang sekolah siang dan tiba di rumah sekitar pukul 3 sore mungkin dia akan kesepian karena orang tuanya belum berada di rumah sehingga kebijakan lebih lama di sekolah menjadi tepat.

Potret Jakarta yang demikian belum tentu sama untuk daerah daerah.Sepanjang yang terlihat di beberapa tempat kegiatan sore hari anak didik ialah mengaji di madrasah atau di lembaga pendidikan agama sejenisnya. Berkaca kepada derasnya reaksi penolakan terhadap FDS dan agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi dimasa yang akan datang tidak salah disarankan hal hal berikut.

Sangat bijaksana apabila kebijakan yang berkaitan dengan publik sebelum dilaksanakan diadakan dulu semacam penjajakan kepada para pemangku kepentingan atau stakeholders. Kegiatan seperti ini juga merupakan hal yang lajim karena dengan demikian para pembuat kebijakan akan memperoleh umpan balik yang berharga terhadap kelanjutan kebijakan itu.

Kalau pada waktu penyampaian muncul reaksi penolakan selayaknyalah kebijakan dimaksud ditunda atau dievaluasi karena kalau hal tersebut tidak dilakukan yang timbul adalah protes dan keresahan masyarakat yang pada akhirnya  juga dapat berujung kepada kehilangan dukungan politik.
Seperti yang diinformasikan media pada hari hari belakangan ini Jokowi banyak berkunjung ke beberapa pesantren terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah.Kunjungan Jokowi ini tentu bisa juga dimaknai untuk memperoleh dukungan politik pesantren pada pilpres 2019 nanti.

Kalau dukungan politik yang demikian yang diharapkan Jokowi tentu langkahnya akan menjadi kontra produktif apabila nanti Pemerintah tetap melaksanakan FDS yang justru banyak diprotes oleh pengasuh pondok pesantren. Walaupun FDS dilaksanakan berdasarkan peraturan yang ditanda tangani oleh menteri tetapi masyarakat tetap akan melihat itu sebagai kebijakan pemerintahan Jokowi karena menteri adalah pembantu presiden.
Sekarang ini keputusan untuk menunda atau membatalkan FDS sudah berada di tangan presiden karena elemen masyarakat sudah mengharapkan agar Jokowi lah yang turun tangan untuk menyelesaikan keresahan yang timbul.

Beberapa hari yang lalu Wapres Jusuf Kalla juga menegaskan bahwa untuk memutuskan tentang kebijakan lima hari sekolah tidak berada di tangan menteri tetapi berada di tangan presiden karena kebijakan tersebut akan memberi dampak terhadap lima puluh juta anak sekolah.
Karenanyalah publik sekarang menunggu keputusan presiden.

Salam Persatuan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun