Ajaran Islam hadir dengan konsep zakatnya telah memberikan landasan mendasar bagi pertumbuhan dan perkembangan kekuatan sosial ekonomi umatnya. Konsep zakat ini memiliki dimensi yang kompleks yang tidak ditemui di berbagai ajaran agama atau aliran-aliran pemikiran ekonomi klasik maupun modern lainnya dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Dalam implementasinya, pendayagunaan dana zakat harus berorientasi pada penanganan kesejahteraan sosial dan pengentasan kemiskinan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Agar  harta kekayaan tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Zakat sebagai instrument ekonommi dan kesejahteraan ummat yang diwariskan syariat Islam, maka upaya mengoptimalkan pengelolaannya menjadi suatu keharusan karena merupakan salah satu pilar Islam yang berdimensi ubudiyyah, ijtimaiyyah dan iqtishadiyyah, yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merupakan penjalin-tali kasih antara manusia (hablunminannas) begitu pula penghubung komunikasi seorang hamba dengan Tuhannya (hablunminallah). Problematika pengelolaan zakat diantaranya; keterbatasan skill dan sumber daya manusia yang mumpuni dalam pengelolaan zakat dan masih lemahnya peraturan-peraturan yang dapat meningkatkan pengoptimalan pengelolaan zakat.
Implementasi zakat merupakan komitmen yang kuat dan langkah yang kongkret dari negara dan masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistemik dan permanen. Namun, apabila kita hanya memberikan zakat saja maka akan terkesan konsumtif. Dimana zakat baik makanan pokok maupun harta yang diberikan akan habis di dalam kurun beberapa waktu saja. Berbeda jika memanfaatkan zakat menggunakan system sosiopreneur, orang yang diberikan zakat akan mengelola sebaik mungkin dan si pengelola akan mendapatkan pelatihan serta mengasah keterampilan (skill)untuk mengeluarkan zakat. Sociopreneur sendiri merupakan seorang yang berusaha menggunakan berbagai cara bisnis untuk mengatasi masalah sosial.
Sociopreneur adalah seseorang yang berusaha menggunakan berbagai cara bisnis untuk mengatasi masalah bersama. Seorang sociopreneur harus berani mengambil risiko dan berusaha keras untuk memberikan dampak positif melalui berbagai inisiatif yang dilakukannya. Jika bisnispada umumnya berusaha mengejar profit setinggi-tingginya. Namun, berbeda dengan sociopreneur yang lebih menekankan pada unsur isu sosial daripada keuntungan semata. Sociopreneur tetap menghasilkan profit. Namun, profit tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk membuat sebuah aksi positif daripada keuntungan pribadi.
Hubspot menulis, ukuran kesuksesan sebuah sociopreneur adalah ketika bisnis tersebut mampu memberikan dampak positif yang berarti bagi dunia. Ada berbagai bidang sociopreneurship yang banyak dipilih saat ini. Mulai dari pendidikan, industri kreatif, ekonomi, kesehatan, kemanusiaan, hingga penyediaan akses di daerah terpencil.
Sociopreneurship ini sangat cocok diterapkan pada zakat, dimana zakat merupakan instrumen kemanusiaan. BAZNAS selaku pengelola zakat di Indonesia harus menjadi garda terdepan untuk merealisasikan system sociopreneur dalam zakat. Langkah awal yang harus dilakukan BAZNAS dalam merealisasikan system sociopreneur yaitu mensosialisasikan pentingnya zakat untuk menyejahterakan umat dan mengentaskan kemiskinan kepada masyarakat khususnya kepada kaula muda. Karena pemuda merupakan agent of chage
yang akan membawa peradaban Indonesia jauh lebih baik. Pemuda harus terbuka dalam permasalahan agama supaya lebih peka terhadap problematika yang di hadapi masyarakat
sehingga tergerak melakukan perubahan. Pemuda juga harus turut andil dalam pemberdayaan zakat, karena akan terus terdapat regenerasi kepemimpinan untuk menyelesaikan misi
menyejahterakan umat.
Kemudian BASNAZ mengelola zakat-zakat yang terkumpul tersebut menjadi sumber modal usaha para fakir miskin. Selanjutnya, BAZNAS melakukan sosialisasi kepada para fakir
miskin dan membuka kelas pelatihan usaha mandiri dari sumber zakat tadi dengan cara mengasah keterampilan (soft skill) yang dimiliki dalan berwirausaha. Setiap tahapan usaha yang dilakukan fakir miskin harus terus dipantau dan dibimbing oleh BAZNAS agar target terlaksana dengan baik. Selain terdapat bimbingan berwirausaha juga diajarkan bagaimana tips taat dalam berzakat, sehingga nantinya setelah berhasil para fakir miskin ini akan taat zakat karena telah merasakan manfaat dan hikmah zakat sendiri. Dengan begitu berkat system sociopreneur tersebut siklus zakat akan beredar dengan baik.
System sociopreneur pada zakat diharapkan mampu meningkatkan pendapatan fakir miskin melalui berwirausaha dan mengurangi jumlah fakir miskin di Indonesia. Dengan berkurangnya fakir miskin dan bertambahnya usaha, maka ekonomi negara juga akan meningkat dan secara otomatis Negara Indonesia bergerak maju. Mengingat bahwa penduduk Indonesia didominasi umat Islam. Pentingnya sadar zakat ini merupakan langkah awal membantu Indonesia bergerak maju. Dengan begitu tidak ada lagi tindakan kekerasan dan kejahatan dengan alasan ekonomi, melacurkan diri karena ekonomi, ketidaksanggupan memenuhi kebutuhan pokok, putus sekolah karena tidak ada biaya, dan lain-lain yang menunjukkan betapa masih banyaknya masyarakat Indonesia yang belum sejahtera.
Referensi:
https://glints.com/id/lowongan/sociopreneurship-adalah/#.YqFcuSPRHIU
https://media.neliti.com/media/publications/7724-ID-zakat-sebagai-instrumen-pengentasan-
kemi.pdf
Penulis: Mar'atus Saudah (Penerima Beasiswa Cendekia BAZNAS RI Angkatan 3 dari IAIN
Ponorogo, Prodi: Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H