Mohon tunggu...
Maratun Soleha
Maratun Soleha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas YARSI

Saya seorang mahasiswi dari Universitas Yarsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prodi Akuntansi. Memiliki jiwa semangat yang tinggi untuk mempelajari hal-hal baru. Memiliki ambisi untuk melakukan perubahan serta peningkatan diri yang lebih baik dari yang diharapkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Bank Syariah: Keringanan Utang dan Hukum Denda Keterlambatan Pembayaran

3 Juni 2024   01:40 Diperbarui: 3 Juni 2024   02:15 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bank Syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang mengutamakan keadilan, kejujuran, dan kebersamaan. Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah bagaimana mereka menangani nasabah yang mengalami kesulitan dalam membayar utang. Selain itu, pandangan Islam terhadap denda keterlambatan pembayaran utang juga berbeda dengan praktik perbankan konvensional. Artikel ini akan membahas kebijakan keringanan utang di bank syariah dan hukum denda keterlambatan pembayaran menurut syariah.

Kebijakan Keringanan Utang di Bank Syariah

Dalam situasi di mana nasabah menghadapi kesulitan keuangan dan tidak mampu membayar utang tepat waktu, bank syariah memiliki kebijakan yang lebih fleksibel dan berempati. Berdasarkan ajaran Islam, membantu orang yang sedang dalam kesulitan adalah tindakan yang sangat dianjurkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 280:

"Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 280)

Ayat ini menegaskan bahwa memberikan keringanan kepada orang yang sedang dalam kesulitan adalah tindakan yang mulia. Oleh karena itu, bank syariah biasanya menerapkan beberapa kebijakan keringanan utang, seperti:

  • Penjadwalan Ulang Pembayaran (Rescheduling): Nasabah diberikan kelonggaran untuk membayar utangnya dalam jangka waktu yang lebih panjang, tanpa dikenakan biaya tambahan.
  • Restrukturisasi Utang: Syarat dan ketentuan utang dapat diubah sesuai dengan kemampuan nasabah untuk membayar, misalnya dengan mengurangi jumlah angsuran atau memperpanjang masa pinjaman.
  • Pengurangan Beban Utang: Dalam kasus-kasus tertentu, bank syariah bisa mempertimbangkan pengurangan sebagian utang atau bahkan pemutihan utang jika nasabah benar-benar tidak mampu membayar.

Hukum Denda Keterlambatan Pembayaran Utang

Dalam perbankan konvensional, denda keterlambatan pembayaran adalah hal yang umum dan dianggap sebagai kompensasi atas risiko dan ketidaknyamanan yang dialami oleh pemberi pinjaman. Namun, dalam pandangan syariah, penerapan denda keterlambatan pembayaran utang dianggap sebagai riba, yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadits:

"Riba itu memiliki 73 pintu (jalan), yang paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang menikahi (menggauli) ibunya sendiri." (HR. Ibn Majah dan al-Hakim)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, penerapan denda atas keterlambatan pembayaran utang di bank syariah tidak diperbolehkan karena termasuk riba. Sebagai alternatif, bank syariah dapat mengenakan denda keterlambatan sebagai mekanisme untuk mendisiplinkan nasabah, tetapi dana denda ini tidak boleh menjadi sumber keuntungan bagi bank. Dana tersebut biasanya dialokasikan untuk kegiatan sosial atau disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, bukan menjadi pendapatan bank.

Kesimpulan

Bank Syariah memiliki pendekatan yang lebih humanis dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam menangani nasabah yang kesulitan membayar utang. Mereka menawarkan berbagai bentuk keringanan, seperti penjadwalan ulang, restrukturisasi, dan pengurangan beban utang, untuk membantu nasabah keluar dari kesulitan keuangan tanpa menambah beban mereka. 

Selain itu, hukum syariah melarang penerapan denda keterlambatan yang bertujuan untuk keuntungan, karena dianggap sebagai riba.  Namun di lain sisi, bank boleh mengenakan denda keterlambatan kepada nasabah dengan prinsip bahwa dana tersebut bukan menjadi keuntungan bagi bank melainkan dialokasikan untuk kegiatan sosial.  Pendekatan yang adil dan berlandaskan nilai-nilai Islam ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik bagi nasabah dan menjaga integritas sistem perbankan syariah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun