Mohon tunggu...
Maratun Soleha
Maratun Soleha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas YARSI

Saya seorang mahasiswi dari Universitas Yarsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Prodi Akuntansi. Memiliki jiwa semangat yang tinggi untuk mempelajari hal-hal baru. Memiliki ambisi untuk melakukan perubahan serta peningkatan diri yang lebih baik dari yang diharapkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Idola dalam Perspektif Islam: Antara Kecintaan dan Keharaman

24 Mei 2024   22:34 Diperbarui: 24 Mei 2024   22:44 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam kehidupan modern saat ini, istilah "idola" telah menjadi sangat populer, terutama di kalangan generasi muda. Idola bisa merujuk pada figur publik seperti selebriti, atlet, pemimpin politik, atau bahkan influencer media sosial. Mengidolakan seseorang sering kali diartikan sebagai bentuk kekaguman yang mendalam dan keinginan untuk meniru atau mengikuti jejak mereka. Namun, dalam perspektif Islam, konsep pengidolaan ini memerlukan peninjauan yang hati-hati. Artikel ini akan mengupas bagaimana Islam memandang pengidolaan, serta menjelaskan batasan antara kecintaan yang diperbolehkan dan pengidolaan yang dianggap haram, dilengkapi dengan dalil dari Al-Qur'an dan Hadits.

Kecintaan dalam Islam

Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai dan menghormati orang lain, terutama mereka yang memiliki keutamaan dalam ilmu, agama, dan akhlak. Rasulullah SAW sendiri menyatakan pentingnya mencintai sesama Muslim seperti mencintai diri sendiri. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecintaan dalam Islam harus dilandasi oleh kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kita dianjurkan untuk mencintai orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, termasuk para ulama, orang-orang saleh, dan mereka yang berjasa dalam menyebarkan kebaikan dan ilmu. Kecintaan semacam ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Pengidolaan dalam Islam

Namun, Islam juga memberikan batasan yang jelas tentang pengidolaan yang berlebihan. Ketika kecintaan terhadap seseorang melebihi batas dan mengarah pada pengagungan yang berlebihan, hal ini dapat menjerumuskan kepada perilaku yang haram. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pengidolaan berlebihan dianggap haram dalam Islam:

  • Menggoyahkan Tauhid: Pengidolaan yang berlebihan dapat mengarah pada syirik, yaitu menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya. Allah SWT berfirman:

"Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal)". (QS. Al-Baqarah: 165)

Ketika seseorang mengidolakan figur publik hingga menempatkannya pada posisi yang hampir setara dengan Tuhan, hal ini dapat merusak akidah dan keyakinan tauhid seorang Muslim.

  • Melalaikan Kewajiban: Pengidolaan yang berlebihan dapat membuat seseorang lalai terhadap kewajiban-kewajiban agama, seperti shalat, puasa, dan mengaji. Waktu dan perhatian yang seharusnya digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT malah dihabiskan untuk mengikuti perkembangan idola. Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang menjadikan urusan akhirat sebagai tujuannya, niscaya Allah akan mencukupkan baginya urusan dunianya. Dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, niscaya Allah akan menjadikan kefakiran berada di depan matanya dan akan mencerai-beraikan urusannya." (HR. Tirmidzi)

  • Menyimpang dari Nilai-Nilai Islam: Banyak figur publik yang dijadikan idola tidak selalu menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Mengidolakan mereka dapat membuat seseorang meniru perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti berpakaian tidak sopan, berkata kasar, atau melakukan perbuatan maksiat. Allah SWT berfirman:

"Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Al-Isra: 53)

  • Menimbulkan Kecemburuan dan Permusuhan: Pengidolaan yang berlebihan dapat menimbulkan rasa iri, cemburu, dan permusuhan di antara sesama. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedepankan persaudaraan dan persatuan umat. Rasulullah SAW bersabda:

"Janganlah kalian saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah seseorang membeli barang yang sedang ditawar saudaranya. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR. Muslim)

Menyeimbangkan Kecintaan dan Keharaman

Untuk menghindari pengidolaan yang berlebihan, Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga keseimbangan antara kecintaan dan menghindari keharaman:

  • Memperkuat Tauhid: Selalu mengingat bahwa hanya Allah SWT yang pantas untuk diidolakan secara mutlak. Menjaga keimanan dan ketakwaan dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah dan doa. Allah SWT berfirman:

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah: 5)

  • Memilih Figur yang Baik: Jika ingin mengidolakan seseorang, pilihlah figur yang memiliki akhlak mulia dan mengikuti ajaran Islam dengan baik. Ulama, cendekiawan Muslim, dan tokoh-tokoh yang berjasa dalam dakwah Islam adalah contoh yang patut dijadikan panutan. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)

  • Menjaga Prioritas: Pastikan bahwa kewajiban-kewajiban agama tetap menjadi prioritas utama. Jangan sampai pengidolaan terhadap seseorang membuat kita lalai dalam menjalankan ibadah dan kewajiban lainnya. Allah SWT berfirman:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

  • Mengambil Hikmah dan Inspirasi: Jadikan figur yang diidolakan sebagai sumber inspirasi untuk meningkatkan kualitas diri, bukan untuk ditiru secara berlebihan. Ambil hikmah dari kebaikan dan prestasi mereka tanpa harus mengabaikan nilai-nilai dan ajaran Islam. Allah SWT berfirman:

"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan." (QS. Al-Hasyr: 2)

  • Berkumpul dengan Orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang yang taat beragama dan memiliki pemahaman yang baik tentang Islam dapat membantu kita menjaga keseimbangan antara kecintaan dan pengidolaan yang berlebihan. Rasulullah SAW bersabda:

"Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberi (minyak wangi) kepadamu, atau kamu membeli darinya, atau paling tidak kamu mendapatkan bau harum darinya. Adapun pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau kamu mendapatkan bau yang tidak enak." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan

Idola dalam perspektif Islam harus dipandang dengan hati-hati. Kecintaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam dan keimanan dapat memberikan inspirasi dan motivasi yang positif. Namun, pengidolaan yang berlebihan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku yang haram dan merusak akidah. Dengan menjaga keseimbangan antara kecintaan dan menghindari pengidolaan yang berlebihan, kita dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam dan tetap menjaga kemurnian tauhid. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita untuk mencintai dan mengidolakan hanya yang benar dan bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat.

Oleh: Maratun Soleha

Prodi Akuntansi, Universitas YARSI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun