Zygmunt Bauman (2000) menggunakan dua metafora kuat untuk menggambarkan cara manusia modern memaknai hidup, yaitu peziarah dan turis. Seorang peziarah melihat hidup sebagai sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan dan refleksi. Peziarah berjalan dengan kesadaran bahwa setiap langkah yang diambil memiliki konsekuensi moral dan eksistensial. Hidup bagi seorang peziarah bukan hanya soal tiba di tujuan, tetapi juga proses untuk memahami diri sendiri dan dunia di sekitarnya. Dengan refleksi yang mendalam, peziarah rela melewati kesulitan dan perjuangan untuk mencapai makna yang lebih hakiki. Proses ini, meskipun berat, justru meneguhkan identitas dan nilai hidup seseorang.
Sebaliknya, turis dalam konsep Bauman adalah gambaran manusia modern yang melihat hidup sebagai kumpulan pengalaman instan yang menyenangkan. Turis tidak pernah tinggal lama di satu tempat, tidak terikat secara mendalam, dan cenderung menghindari keterlibatan emosional yang berarti. "Turis tidak pernah tinggal lama di satu tempat. Mereka datang, menikmati, lalu pergi" (Bauman, 2000,. 83). Metafora ini menggambarkan bagaimana kehidupan modern sering kali terfragmentasi menjadi momen-momen singkat yang mengutamakan kenikmatan sesaat. Hidup menjadi seperti kunjungan singkat yang bersifat konsumtif, di mana pengalaman lebih dikejar daripada refleksi mendalam.
George Ritzer (2010) memperkuat kritik Bauman dengan konsep McDonaldization, di mana kehidupan manusia menjadi serba cepat, efisien, dapat diprediksi, namun dangkal. Dalam pola ini, manusia tidak lagi memiliki waktu atau keinginan untuk membangun sesuatu yang mendalam dan bermakna. Hubungan sosial, pekerjaan, dan bahkan pengalaman spiritual dikonsumsi dengan cepat tanpa adanya kedalaman. Segala sesuatu diukur berdasarkan kepuasan instan dan pragmatisme. Alih-alih menemukan kebahagiaan sejati, manusia justru terjebak dalam lingkaran kehampaan yang tidak berujung.
Dalam perspektif ini, turis melambangkan kehidupan modern yang miskin komitmen dan refleksi. Bauman mengajak kita untuk merenungkan kembali posisi kita: apakah kita menjalani hidup sebagai peziarah yang mencari makna atau hanya sebagai turis yang berlalu begitu saja? Kehidupan yang terlalu fokus pada kepuasan instan mengabaikan nilai-nilai fundamental seperti komitmen, perjuangan, dan kesabaran. Pertanyaan mendasarnya, apakah kita puas dengan hidup yang hanya mengejar kesenangan sementara, ataukah kita siap untuk kembali menjadi peziarah yang berani menghadapi tantangan demi menemukan makna sejati?
Catatan Akhir
Di tengah fenomena Liquid Modernity, kita patut bertanya: Apakah kebebasan yang kita nikmati hari ini benar-benar membuat kita bahagia? Kebebasan tanpa arah hanya membawa kita ke jurang kehampaan. Kita perlu kembali menjadi peziarah, menemukan makna yang lebih dalam dalam setiap langkah kehidupan.
Apakah kita ingin terus hidup sebagai turis yang berpindah-pindah tanpa tujuan? Ataukah kita siap menghadapi tantangan menjadi peziarah, yang meski jalannya panjang, tetap membawa kita pada pemahaman diri yang sejati? Bauman meninggalkan kita dengan pertanyaan ini: Apakah kebebasan berarti kehilangan makna atau justru membuka jalan untuk menemukannya?
Referensi