Langkah 2:
Kelompok White Hat mengumpulkan data tentang kebersihan sekolah, seperti jumlah sampah per hari.
Kelompok Red Hat menyampaikan perasaan siswa terhadap kondisi kebersihan saat ini.
Kelompok Black Hat mengidentifikasi kendala, seperti kurangnya tempat sampah.
Kelompok Yellow Hat mencari manfaat dari lingkungan yang bersih.
Kelompok Green Hat merancang ide kreatif seperti "bank sampah" atau lomba kebersihan.
Kelompok Blue Hat mengoordinasikan diskusi dan merumuskan langkah-langkah konkret.
Langkah 3: Hasil diskusi dipresentasikan, dan solusi terbaik dipilih untuk diterapkan.
Pendekatan tradisional sering kali membatasi siswa pada pola pikir linier, yang kurang efektif dalam menghadapi tantangan dunia nyata. Di era yang serba kompleks, kemampuan berpikir kreatif dan kritis sangat diperlukan. Model "Six Thinking Hats" memberikan kerangka yang jelas untuk mengasah keterampilan ini. Selain itu, model ini sejalan dengan pendekatan Project-Based Learning (PBL) dan Inquiry-Based Learning, yang berfokus pada eksplorasi dan kolaborasi. Dengan memberikan ruang untuk setiap aspek berpikir, siswa tidak hanya belajar memahami masalah, tetapi juga mencari solusi yang inovatif dan berkelanjutan.
Model "Six Thinking Hats" Edward De Bono adalah alat yang kuat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih dinamis, kreatif, dan efektif. Dengan penerapan yang tepat, pendidik dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif yang esensial untuk masa depan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H