Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Lainnya - Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Ngemong": Antara Kasih dan Tantangan Otoritas dalam Pendidikan

20 November 2024   20:02 Diperbarui: 20 November 2024   20:25 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.shutterstock.com/

Meningkatkan Kesadaran Guru
Guru perlu menyadari bias bawah sadar yang membuat mereka cenderung ngemong berlebihan. Pelatihan tentang filosofi pembelajaran mandiri dan refleksi diri dapat membantu guru mengubah pendekatannya.

  • Memberikan Tantangan Bertahap
    Murid tidak bisa langsung dibiarkan mandiri sepenuhnya. Berikan mereka tantangan kecil yang secara bertahap meningkatkan kemandirian dan rasa percaya diri mereka.

  • Menciptakan Lingkungan Belajar yang Aman
    Filosofi ngemong yang menekankan kasih sayang tetap relevan, tetapi harus diarahkan untuk menciptakan lingkungan di mana murid merasa aman untuk mengambil risiko dan mencoba hal baru.

  • Menyeimbangkan Peran Guru dan Murid
    Guru tetap memegang peran sebagai fasilitator, tetapi memberikan ruang bagi murid untuk mengarahkan proses belajarnya sendiri.

  • Mengintegrasikan Nilai Lokal dengan Metode Global
    Nilai budaya Indonesia seperti gotong royong dan kebersamaan dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran mandiri. Misalnya, dengan mendorong kolaborasi antar-murid dalam proyek-proyek yang relevan.

  • Merdeka Belajar Bukan Hanya Slogan

    Merdeka belajar bukan berarti meniru metode dari negara lain tanpa memahami konteks lokal. Filosofi ngemong dari Ki Hadjar Dewantara tetap relevan, tetapi perlu disesuaikan dengan tantangan zaman. Demikian pula, self-directed learning dapat menjadi inspirasi, tetapi harus diterapkan dengan mempertimbangkan budaya dan karakteristik murid Indonesia.

    Pada akhirnya, tugas kita sebagai pendidik adalah menciptakan keseimbangan antara kasih sayang dan kemandirian, antara bimbingan dan kebebasan. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan visi pendidikan yang benar-benar berpusat pada murid, tanpa kehilangan akar budaya yang membuat pendidikan Indonesia unik.***

    Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun