fake productivity" atau produktivitas semu kian marak terjadi, di mana karyawan terlihat sibuk namun tidak menghasilkan output yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:
Di Indonesia, regulasi ketenagakerjaan telah menetapkan standar kerja selama 8 jam per hari. Namun, dalam kenyataannya, jam kerja yang tertera di kontrak tidak selalu mencerminkan waktu yang benar-benar produktif. Fenomena "Distraksi: Di era digital ini, perhatian karyawan mudah teralihkan oleh notifikasi media sosial, email, dan pesan instan. Hal ini dapat menurunkan fokus dan mengganggu alur kerja, sehingga mengurangi waktu yang benar-benar produktif.
Multitasking: Kebiasaan multitasking, di mana karyawan mengerjakan beberapa tugas secara bersamaan, sering kali dianggap sebagai tanda efisiensi. Namun, pada kenyataannya, multitasking dapat menurunkan kualitas pekerjaan dan meningkatkan risiko kesalahan.
-
Perencanaan yang buruk: Kurangnya perencanaan dan prioritas yang jelas dapat membuat karyawan terjebak dalam kesibukan yang tidak produktif. Tanpa arahan yang jelas, mereka mungkin menghabiskan waktu untuk tugas-tugas yang tidak penting atau tidak mendesak.
Jika kita mencoba menghitung dan mengamati rutinitas harian kita, apakah benar kita benar-benar bekerja selama itu? Artikel ini akan menggali fenomena "fake productivity" atau produktivitas semu yang sering kali menguras waktu kerja kita tanpa kita sadari. Mari kita mulai dengan menghitung.
Menghitung Jam Kerja Efektif
Katakanlah kita datang ke kantor pukul 08.15 pagi. Menurut regulasi, kita seharusnya bekerja hingga pukul 17.15 dengan total 8 jam atau 480 menit kerja. Namun, mari kita lihat rutinitas yang mengurangi waktu kerja tersebut.