pendidikan seringkali digembar-gemborkan sebagai kunci untuk mencapai kesetaraan dan mobilitas sosial. Namun, realita menunjukkan bahwa pendidikan, alih-alih menjadi solusi, justru menjadi alat yang memperkuat dan memperpanjang kesenjangan sosial yang ada. Perspektif Pierre Bourdieu, seorang filsuf Perancis, memberikan pemahaman yang kritis tentang fenomena ini.
Di Indonesia,Bourdieu berargumen bahwa institusi pendidikan di Indonesia, alih-alih menjadi alat untuk meratakan lapangan bermain, justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Sistem pendidikan kita, melalui proses seleksi dan segregasi, secara sistematis memperkuat kesenjangan sosial yang ada.
Akses yang Tidak Merata
Di Indonesia, akses ke pendidikan berkualitas masih terkonsentrasi pada segelintir orang. Kesempatan untuk masuk ke sekolah-sekolah elit, yang membuka jalan menuju perguruan tinggi ternama, lebih terbuka bagi mereka yang berasal dari latar belakang kelas atas. Hal ini bukan suatu kebetulan, melainkan hasil dari struktur sosial yang memihak mereka yang memiliki modal budaya, ekonomi, dan sosial.
Anak-anak dari keluarga kelas atas umumnya memiliki akses yang lebih besar terhadap modal ini. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang kaya akan budaya, memiliki dukungan finansial yang memadai, dan terhubung dengan jaringan sosial yang luas. Faktor-faktor ini memberikan mereka keuntungan di dalam sistem pendidikan, yang dirancang untuk mendukung nilai-nilai dan budaya kelas atas.
Di sisi lain, anak-anak dari keluarga miskin seringkali kekurangan akses terhadap sumber daya ini. Mereka mungkin berasal dari lingkungan yang kurang kondusif untuk belajar, memiliki keterbatasan finansial yang menghambat akses ke pendidikan berkualitas, dan tidak memiliki jaringan sosial yang dapat membantu mereka dalam sistem pendidikan.
Pendidikan sebagai Alat Reproduksi Ketimpangan
Bourdieu menekankan bahwa pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang kapital sosial dan budaya. Kapital ini diperoleh melalui warisan, pendidikan, dan pengalaman. Anak-anak dari keluarga kelas atas memiliki modal sosial dan budaya yang lebih besar, yang memungkinkan mereka untuk lebih mudah beradaptasi dengan sistem pendidikan dan mencapai kesuksesan.
Sedangkan anak-anak dari keluarga miskin, karena keterbatasan modal sosial dan budaya, seringkali tertinggal di belakang. Mereka mungkin kesulitan memahami materi pelajaran, kurang memiliki kepercayaan diri untuk bersaing, dan tidak memiliki akses ke informasi dan sumber daya yang penting untuk mencapai kesuksesan.
Membangun Sistem Pendidikan yang Inklusif
Gagasan bahwa pendidikan adalah indikator penting perkembangan suatu bangsa menjadi semakin penting di Indonesia. Tingkat dan kualitas pendidikan tidak hanya mencerminkan kemajuan bangsa dalam bidang akademik, tetapi juga dalam bidang sosial dan ekonomi.
Untuk mencapai perubahan yang signifikan dalam pendidikan, kita perlu mengadopsi pendekatan yang memperhatikan dan menanggapi tantangan sosial seperti yang diperdebatkan oleh Bourdieu. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
Meningkatkan akses ke pendidikan berkualitas: Pemerintah perlu memastikan bahwa semua anak, tanpa memandang latar belakang mereka, memiliki akses ke pendidikan berkualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun lebih banyak sekolah di daerah pelosok, memberikan bantuan keuangan kepada siswa dari keluarga miskin, dan meningkatkan kualitas guru dan staf pengajar.
Mengurangi segregasi di sekolah: Segregasi di sekolah berdasarkan status sosial ekonomi dapat memperkuat kesenjangan sosial. Pemerintah perlu mempromosikan integrasi sekolah dan memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan untuk belajar di lingkungan yang beragam dan inklusif.
Menerapkan kurikulum yang lebih inklusif: Kurikulum pendidikan saat ini seringkali berfokus pada nilai-nilai dan budaya kelas atas. Kita perlu mengembangkan kurikulum yang lebih inklusif dan relevan dengan pengalaman dan kebutuhan siswa dari berbagai latar belakang.
Memperkuat peran keluarga dan komunitas: Keluarga dan komunitas memainkan peran penting dalam mendukung pendidikan anak-anak. Kita perlu memperkuat program dan layanan yang membantu keluarga dan komunitas untuk terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, kita dapat membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi semua individu, dan menjadikan pendidikan sebagai sarana nyata untuk perubahan sosial yang positif di Indonesia. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H