Value proposition adalah istilah yang kita temui dalam perangkat analisis usaha yang disebut bussiness model generation atau umum dikenal dengan bisnis model kanvas. Value proposition merupakan cara baru dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dengan memiliki nilai tambahan dari produk maupun layanan yang ditawarkan kepada pelanggan/segmen pasar.
Komoditas kelapa di Pohuwato
Dalam tulisan ini saya mengangkat komoditi kelapa di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Kelapa adalah komoditas pertanian terbesar kedua di Kabupaten Pohuwato setelah jagung dengan luas areal tanam 16.821 hektar yang menghasilkan buah kelapa matang 27.936 ton per tahun.Â
Tanaman kelapa umumnya diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dalam bentuk monokultur maupun polikultur dengan tingkat kerapatan yang berbeda-beda serta menyebar merata di 13 kecamatan di Kabupaten Pohuwato.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupten Pohuwato (2019), Kecamatan Randangan adalah areal panen terluas kelapa di Kabupaten Pohuwato dengan luas 2.590 hektar dan produksinya per tahun 4.403 ton. Sementara luas areal panen terkecil adalah Kecamatan Taludi dengan luas 165 hektar dan produksinya 264 ton per tahun.
Karakteristik perkebunan kelapa rakyat di Kabupaten Pohuwato adalah menyebar. Jika kita membuat model bisnis multiproduk kelapa dan turunannya, akan berguna jika dilakukan klusterisasi sentra-sentra produksi kelapa tersebut.Â
Klusterisasi dilakukan berdasarkan kedekatan jarak tempuh, aksesibilitas serta kondisi infrastruktur yang baik yang menghubungkan antar wilayah penghasil kelapa yang dimasukkan dalam satu kluster.
Manfaat klusterisasi ini dapat membantu membuat keputusan bisnis, pada wilayah mana sebaiknya fasilitas pemrosesan kelapa dan turunannya diletakkan? Memudahkan proses pengumpulan bahan baku (collecting) yang korelasional dengan biaya angkutannya.
Dengan dasar di atas, saya mencoba membuat klusterisasi sentra penghasil kelapa di kabupaten dengan gambaran sebagai berikut:
- Popayato-Popayato Barat-Popayato Timur yakni tiga kecamatan dilihat dalam satu kluster memiliki luas areal panen 3.961 hektar dan menghasilkan 6.796,9 ton per tahunnya.
- Lemito-Wanggarasi yakni dua kecamatan dilihat dalam satu kluster memiliki luas areal panen 3.174 hektar dan menghasilkan 5.93,2 ton per tahunnnya.
- Randangan-Taluditi yakni dua kecamatan dilihat dalam satu kluster memiliki luas areal panen 2.755 hektar dan produksi kelapa 4.667 ton per tahunnya.
- Paguat-Dengilo yakni dua kecamatan dilihat dalam satu kluster memiliki luas areal panen 1.554 hektar dan produksi kelapa 2.541,5 ton per tahunnya.
- Marisa-Buntulia-Duhiadaa-Patilanggio yakni empat kecamatan dalam satu kluster memiliki luas areal panen 4.188 hektar dan produksi kelapa 6.537,1 ton per tahunnya.
Guna melihatnya lebih sederhana, lihat grafik di bawah ini.
Gambaran komoditas kelapa saat ini
Buah kelapa yang telah matang umumnya diolah petani menjadi kopra kemudian dijual ke produsen minyak makan curah. Sebagian lagi buah kelapa dipasarkan dalam bentuk buah segar (kelapa kupas) ke pasar tradisional untuk memenuhi konsumsi santan rumah tangga serta ke pabrik yang memproduksi santan dan olahan makanan lainnya di Kabupaten Boalemo. Volume hasil panen kelapa terbesar petani saat ini diolah menjadi kopra.
Dalam skala kecil, rumah tangga di pedesaan mengolahnya menjadi "minyak kampung" untuk konsumsi sendiri dan dalam jumlah kecil masuk ke pasar tradisional.
Pasar buah kelapa umumnya terbuka karena berasal dari lahan-lahan pertanian milik rumah tangga serta petani memiliki pilihan untuk menjualnya dalam bentuk buah segar atau mengambil dagingnya saja untuk kemudian dikeringkan menjadi produk kopra.
IntervensiÂ
Dua proses ini yakni buah kelapa segar kupas dan kopra meninggalkan sabut kelapa dan tempurungnya di petani.
Sabut kelapa umumnya belum bernilai. Karena belum bernilai, kulit buah kelapa lebih sering dibakar atau dijadikan bahan bakar untuk mengasapi kopra terutama jika musim penghujan. Namun secara keseluruhan jumlah sabut kelapa yang terbuang atau belum dimanfaatkan masih ratusan ton per tahun.
Sementara batok kelapa diolah menjadi arang dan telah memiliki harga jual yang cukup baik serta memiliki pasar yang luas.
Arang tempurung kelapa yang dihasilkan oleh petani umumnya ditampung oleh pedagang perantara, kemudian dipasarkan ke Kota Palu (Sulawesi Tengah). Distributor arang kelapa di Kota Palu kemudian menjualnya ke pabrik yang membuat produk briket arang atau karbon aktif di Pulau Jawa.
Apa yang berubah?
Jika petani menjual kelapa utuh ke pedagang perantara nilai kelapa hanya seharga Rp 1.000--1.500 per butir
Jika petani menjual kelapa kupas ke pasar tradional untuk kebutuhan santan rumah tangga nilainya menjadi Rp2.000 s.d 2.500 per butir, dan pedangang santan kelapa mendapat marjin Rp 1.000 s.d 2.000 per butir.
Jika petani mengolahnya menjadi kopra harganya berfluktuasi antara Rp 7.000--10.400 per kilo gram. Marjin kotor per kilo sekitar Rp 1.000 s.d 4.400 per kilo karena 1 kilo gram kopra setara dengan 4 daging kelapa segar.Â
Namun jika petani membuat jenis kopra putih, harga jualnya meningkat, yakni antara Rp 3.000 s.d 4.000 per kilo dari harga kopra biasa. Sayang, petani belum banyak yang membuat produk kopra putih.
Jika petani membuat "minyak kampung" nilai ekonomisnya rendah karena teknik pemrosesannya membuat rendemen minyak rendah. Jumlah 100 kelapa hanya dapat menghasilkan 20 liter minyak kampung.Â
Harga minyak kampung hanya Rp 18.000 per kilo dan serapannya rendah karena kurang kompetitif dengan minyak curah yang lebih murah.
Value Proposition komoditas kelapa dan turunananya
Potret pemanfaatan komoditas buah kelapa saat ini masih dapat di-improve guna mendapatkan hasil ekonomis yang lebih besar melalui intervensi pemrosesan sehingga diperoleh multiproduk kelapa dan turunannya.
Multiproduk kelapa dan turunannya dimaksud adalah:
- Virgin coconut oil (VCO) dibuat dalam volume yang cukup agar dapat dipasarkan ke industri kosmetik dan kecantikan. Rencana peningkatan produksi adalah 1.200 kilo gram atau 1,2 ton per bulan yang dihasilkan dari tiga rumah produksi yang sudah ada.
Cost structure (fixed cost dan variabel cost) berkisar 70 juta per ton dan revenue streams-nya sekitar 90 juta per ton. Kapasitas per tahun 14, 4 ton.
- Briquette charchoal (briket arang) diproses menggunakan bahan baku arang kelapa yang ketersediaanya cukup besar yakni sekitar 3.353 ton per tahun. Usaha ini adalah kegiatan mengubah arang batak kelapa menjadi briket arang yang pada dasarnya teknologi dan alat-alat produksinya dapat dilakukan dalam skala indutri rumah tangga.
Harga arang batok kelapa saat ini di tingkat petani adalah Rp 5.000 s.d Rp 5.300 per kilo gramnya. Mengubahnya menjadi briket menjadikan harganya lebih tinggi serta memiliki segmen pasar domestik dan internasional.
Cost structure (fixed cost dan variable coct) berkisar 5,5 juta per tonnya sedangkan revenue streams-nya sekitar 10 juta per tonnya. Kapasitas produksi sebesar 12.000 kilo gram atau 12 ton per tahun.
- Cocofiber dan cocopeat diperoleh dengan cara mengektrasi serat kulit kelapa dengan mesin produksi yang sama sehingga diperoleh dua hasil sekaligus yakni, cocofiber dan cocopeat.
Ketersedian bahan baku sabut kelapa cukup besar dan belum berharga. Jika dibeli di pabrik dengan harga Rp 500 ribu per ton akan dapat mengatasi adanya hambatan pengumpulan sabut kelapa (collecting) yang tersebar dari lapangan. Dengan biaya pengumpulan dan pengangkutan menjadi tanggung jawab supplier bahan baku batok kelapa yang akan diolah di pabrik atau fasilitas pemrosesan.
Cost structure (fixed cost dan variabel cost) cocofiber adalah sekitar 1,2 juta per ton. Sementara revenue streams-nya sekitar 3 juta per tonnya. Sedangkan cost tructrure (fixed cost dan variabel cost) cocopeat adalah 1,2 juta per ton, revenue streams-nya 3 juta per ton. Kapasitas produksi sabut kelapa 134, 6 ton per tahun.
- Bungkil adalah tailing dari proses ekstraksi daging buah kelapa menjadi VCO yang layak serta memiliki kandungan nutrisi untuk ternak babi dan ternak ruminasia. Â
Volume bungkil dari 1.200 kilo adalah 108 kilo gram atau 1.296 kilo gram per tahunnya. Nilai bungkil setara beli adalah @6.000 per kg atau Rp 7.776.000 setahun. Untuk memproduksi bungkil tidak diperlukan instalasi dan mesin pemrosesan khusus karena bungkil adalah buangan dari rumah produksi VCO.
Bahwa banyak mesin-mesin pertanian bantuan pemerintah berikut rumah produksinya yang sejauh ini belum termanfaatkan dengan baik di pedesaan. Intervensi pada value proposition komoditas pertanian desa dapat mengkapitalisasi sumber daya yang telah tersedia tersebut---mesin-mesin produksi dan rumah produksi yang belum termafaatkan dengan baik itu. ***