Citronella, pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1899. Sekarang, Â sudah tersebar luas di nusantara dengan nama yang beragam.
Orang Gayo menyebutnya sere, orang Batak Toba menyebutnya sangge-sangge, orang Minangkabau menyebutnya serai. Di Lampung disebut sorai, di Pulau Jawa disebut sereh.
Orang Bima mengenalinya sebagai pataha’mpori, di Sumba disebut kedaung witu, orang Dayak Tidung menyebutnya salai, orang Dayak Kenyah mengenalinya belangkak, di Ambon disebut hisa-hisa, orang Seram menyebutnya tapisa-pisa. Dalam bahasa persatuan kita, Bahasa Indonesia, disebut serai wangi.
Serai wangi salah satu jenis minyak atsiri
Serai wangi adalah satu dari 14 jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri yang telah dimanfaatkan manusia untuk bermacam tujuan penggunaan. Minyaknya berharga untuk memenuhi permintan pasar dunia terhadap minyak esensial.
Minyak serai wangi diperoleh dengan cara mengekstrasi daunnya dengan teknik penyulingan (destilasi).
Produk serai wangi dikenal di seluruh dunia sebagai wewangian, obat gosok atau minyak pijat, obat nyamuk, serta minyak adiktif.
Di pasar, produk yang menggunakan bahan dasar minyak serai wangi beragam bentuk dan jenisnya. Ada dalam bentuk sabun, lilin, losion, gel, tissu basah, bedak, serta minyak dengan komposisi yang diperkaya.
Budidaya serai wangi
Serai wangi mudah tumbuh. Keluarga Indonesia biasa menanamnya di tepian halaman rumah atau kebun pekarangan. Â
Keluarga alang-alang ini juga biasa dijumpai tumbuh di pinggir jalan dan di pematang empang keluarga.