Saya telah membaca semua buku filsafat yang ada di rak-rak buku perpustakaan untuk mencari tahu kenapa nenas ini akhirnya berbuah setelah 2 (dua) tahun. Dua tahun sodara-sodara!
Saya tidak mendapat satu jawaban apapun di buku filsafat karena memang keduanya tidak ada hubungannya. Mantan pacar, bukan. Saudara tiri, apalagi, pasti bukan.
Setelah mengamat-amati, saya berkesimpulan anjing saya bernama Alpa si 'kepala angin' (bengak, susah diatur) itulah jawabannya.
Gimana bilangnya ya? Hemm..gini...gini.
Tanaman nenas ini dulu saya isi dengan pupuk kandang dalam wadah ember yang pecah.
Kenapa embernya sampai pecah, jangan tanya. Nanti kita tak sampai-sampai pada jawaban mengapa nenas ini akhirnya berbuah setelah 2 tahun.
Berada di dalam ember sendirian dengan humus yang melimpah, nenas ini tumbuh luar biasa subur. Tetapi, itu tadi, nenas tetangga sudah berbuah tiga kali, nenas saya berniat untuk berbuah saja pun enggan. Kebayang ngak seh pemirsah, gimana rasanya melihat tetangga panen tanamanya sementara kita hanya menonton.
Nah, saya kembali dulu ke Alpa.
Rumah sudah saya pagar keliling agar anjing tidak bisa keluar terutama saat anak-anak ramai di luar, masih bisa juga meloloskan diri.
Alpa mengigit pagar kayu itu, dipilihnya bilah yang paling tipis. Hanya perlu membobol dua bilah pagar kayu, maka lolos lah dia keluar pagar.