Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Cara Masyarakat Pemburu-Peramu Memutus Rantai Penyakit Menular

29 Maret 2020   14:08 Diperbarui: 24 September 2020   18:18 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini akan saya mulai dengan pertanyaan, apa itu sakit?. Bagi masyarakat pemburu-peramu, seperti Orang Rimba di Sumatera, sakit adalah kondisi "layu".

Konsep layu beranalogi dari tumbuhan yang jika mengalami ganguan seperti dipatahkan oleh angin kencang, tumbang atau rebah, layu karena kemarau dan sebagainya. Konsep layu pada manusia berarti kondisinya lemas, lesu, serta tak berdaya.

Jenis-jenis penyakit pada mayarakat pemburu-peramu umumnya adalah jenis-jenis penyakit yang sudah dikenali lama oleh dunia kedokteran sepeti; entak gigi (sakit gigi), poning (sakit kepala), betuk (batuk), semo (flu), betuk-semo (batuk flu), merancong (sakit perut), muta bingguk (muntah berak/muntaber), gelira (colera), cacar (cacar).

Penyakit kuning (hepatitis), domom kuro (malaria), burut atau oluron (hernia), entak tulang (rematik), luka, patah tulang, TBC dan tifus mungkin sudah mereka derita. Namun progeria (penuaan dini pada anak) hingga parkinson (ganguan pada koordinasi gerakan tubuh karena kerusakan saraf) hampir tidak pernah dilaporkan.

Sejumlah penyakit yang diidentifikasi di atas dikonsepsikan sebagai "penyakit dari hilir" atau penyakit dari luar yang tertular melalui kontak dengan orang terang (bukan Orang Rimba). Sementara penyakit yang diakibatkan oleh perbuatan sihir, silum (siluman), hantu, dan makluk-makluk supranatural lainnya yang simtompnya berupa; tesapo (kesurupan), muntah darah, atau menunjukkan perilaku gila.

Seseorang yang terkena penyakit yang dibuat oleh silum misalnya adalah akibat seseorang mengotori (kencing, berak) di rumah silum sehingga tubuh sipenderita dimasuki oleh benda-benda milik silum seperti: pelurunya, kawatnya, kacanya, pancingnya, atau digigit anjingnya. Jadi solusinya hanya ke dukun agar sipenderita sehat kembali.

Secara kategoris, pemburu-peramu seperti Orang Rimba membedakan sumber penyakit dari dua sumber yakni penyait yang berasal dari hilir/laut dan penyakit yang diperoleh di rimba/hutan. Oleh sebab itu mereka berpendirian bahwa penyakit yang datang dari hilir obatnya hanya ada di hilir, sedangkan penyakit yang datang dari hutan obatnya hanya ada di hutan.

Pemburu-peramu memahami bahwa ada penyakit yang hanya akan sembuh melalui obat yang dibuat oleh orang hilir (dunia kedokteran) sementara obat untuk penyakit yang timbul di hutan hanya akan sembuh bila ditangani oleh dukun.

Penyakit menular
Bagaimana masyarakat pemburu-peramu mengatasi penyakit menular (pademi) seperti Corona virus (Covid 19) yang melanda dunia saat ini? Sebelum menjawab pertanyaan itu, penulis akan menyebutkan dahulu penyakit-penyakit menular yang bisa menjadi pademi pada populasi yang lebih besar.

Penyakit dimaksud seperti; cacar (cacar), muntaber (munta bingguk), batuk (betuk), flu (semo), batuk-flu (betuk semo), dan colera (gelira).

Cara masyarakat pemburu-peramu memutus rantai penularan penyakit menular adalah dengan pemisahan (separation) dalam bahasa Orang Rimba disebut 'besesandingon'.

"Besesandingon" atau pemisahan (separation) antara orang yang sehat (bungaron) dengan orang yang sakit (becinenggo) saya kira prinsip-prinsipnya sama dengan lockdown (penguncian/isolasi/karantina) yang dianjurkan paramedis serta pemerintah saat ini yakni, menghindari kontak fisik antara orang yang sehat dengan yang sakit (physical distance)

Hal itu berarti menjaga jarak saat berbicara, tidak mengunakan jalan yang dipakai orang yang sakit, serta pemisahan ruang. Misalnya, jika suatu kelompok menggunakan sungai yang sama maka orang yang sehat akan berada di hulu sungai sementara orang yang sakit berada di hilirnya atau jika memungkinkan menggunakan sungai yang berbeda.

Pemisahan lebih mungkin dapat diterima masyarakat pemburu-peramu karena anggota kelompok yang surplus makanan perlu mendistribusikan makanan ke kelompok lain yang kekurangan. Konsep sterilisasi dalam hal ini sudah dikenal juga yakni dengan cara mencuci makanan tersebut hingga benar-benar bersih kalau perlu merendamnya selama 1-2 hari.

Bagaimana metode ini berhasil? 

"beberapa penyakit bersifat 'self-limited desease' yakni jenis penyakit yang dapat sembuh sendiri dalam waktu tertentu setelah 'courtesnya'. Meskipun tidak diobati, asal tidak ada komplikasi (menderita lebih dari satu penyakit) akan sembuh sendiri. Tidak ubahnya seperti gerhana, apakah kita menabuh gendang dengan gegap gempita atau kita hanya diam saja, ia akan selesai pada waktunya".

Dalam kasus penyakit menular, kecepatan pesebarannya pada Orang Rimba bisa 50 persen dari polulasi dalam 2 minggu pertama, terutama pada kasus muntaber, cacar, dan batuk-flu. 

Lantas bagaimana metode 'besesandingon' berhasil pada masyarakat pemburu-peramu seperti Orang Rimba?. Menurut Prof. Dr. Teuku Jacob (1996), beberapa penyakit bersifat 'self-limited desease' yakni jenis penyakit yang dapat sembuh sendiri dalam waktu tertentu setelah 'courtesnya'.

Meskipun tidak diobati, asal tidak ada komplikasi (menderita lebih dari satu penyakit) akan sembuh sendiri. Tidak ubahnya seperti gerhana, apakah kita menabuh gendang dengan gegap gempita atau kita hanya diam saja, ia akan selesai pada waktunya.

Pada masyarakat pemburu-peramu hal ini hanya berarti dua, yang vit akan sembuh dan yang tidak vit akan mati. ***

Bacaan: 

Prof.Dr. T. Jacob, M.S., M.D, Ilmu kedokteran dan kedukunan dalam "Antropologi Kesehatan Indonesia Jilid 1 Pengobatan Tradisional", Penerbit Buku kedokteran EGC, Cetakan II, Jakarta, 1996.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun