Saat lihat kacang mete, teringat enaknya mengunyah coklat silverqueen isinya kacang mete.
Jambu mete yang ditanam dalam satu hamparan agak jarang terlihat di sejumlah desa yang pernah dikunjungi di Kabupaten Pohuwato. Kalau melihat pohonnya cukup sering.
Meperhatikan komoditi yang ditanam masyarakat bagi saya penting karena berhubungan dengan kesesuaian tata guna lahan di suatu desa atau di bentang lahan.Â
Beberapa tahun sebelumnya, saya pernah bertanya kepada seorang petani di Dengilo, salah satu kecamatan di Kabupaten Pohuwato, tentang jambu mete yang tumbuh subur di pekarangannya. Ada sekitar 6-7 pohon dalam jarak yang cukup berdekatan.Â
Menurutnya, penduduk di Kecamatan Dengilo pernah tertarik menanam jambu mete dan sempat banyak. Penduduk tertarik menanam karena saat itu harganya cukup tinggi yakni, 70 ribu per kilogram di tingkat desa setelah bijinya dikupas.Â
Hanya beberapa musim panen, penduduk kemudian menebangi pohon jambu mete itu padahal mereka sudah pelihara bertahun-tahun, serta rata-rata sudah usia produktif. Alasanya, harganya turun serta berlangsung cukup lama.Â
Sejak wawancara singkat dengan petani di Dengilo itu, komidi pertanian ini tidak begitu menjadi perhatian saya lagi. Namun masih sering melihat pohon jambu mete yang ditanam di tepi jalan, sepeti pada ruas jalan Randangan-Taluditi.
Pohon jambu mete yang ditanam di pinggir jalan itu juga sudah produktif, namun sepertinya kurang diperdulikan oleh pemiliknya. Petugas PLN bahkan memangkasi cabang-cabangnya karena menyentuh kabel listrik. Buahnya berjatuhan ke tanah lalu membusuk begitu saja.
Kurang terlihat ternyata banyak
Rabu, 5 Februari 2020 saya memperhatian dua orang laki sedang asyik menyortir biji jambu mete, seorang lagi sedang menjemur biji jambu mete di halaman warga, persis di depan gudang tempat dua laki-laki itu menyortasi biji-biji jambu mete.