Hanya sedikit sisa dari kelompok Orang Laut yang masih hidup dengan cara lama (nomaden).Â
Ikan hidup atau ikan segar hasil tangkapan mereka adalah sumber uang tunai harian yang dipergunakan untuk membeli kebutuhan sembako dan barang-barang kelontong yang mereka perlukan sehari-hari.Â
Orang Laut menjalin hubungan dengan para toke lokal dalam sistem yang bercorak patron-klien.
Kelompok Orang Laut yang tidak terlalu terikat dengan perekonomian di darat, selama bulan-bulan, dimana air laut lebih tenang, Orang Laut melakukan perjalanan memancing yang lebih lama. Seringkali dalam kelompok kecil yang dapat berlangsung antara beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Pada musim hujan dimana air laut pasang, ombak lautan menjadi tinggi, pola pergerakan spasial mereka cenderung berputar di sekitar rute penangkapan ikan tertentu yang relevan dengan kegiatan penangkapan ikan sehari-hari, pada selat-selat dangkal di belakang hutan mangrove/bakau yang dapat melindungi perahu mereka dari arus laut serta terpaan angin yang kencang.
Sementara kehidupan Orang Laut di pulau-pulau utama atau yang besar, dimana kegiatan pengawetan ikan kering berkembang, perempuan Orang Laut mengambil upah harian dengan membelah ikan teri serta dan tenaga kerja di lapak-lapak penjemuran ikan.Â
Usaha-usaha pengeringan ikan itu umumnya dikendalikan oleh warga Tionghoa atau keturunan yang telah menjadi bagian dari populasi kota dan desa di Riau Kepulauan selama beberapa dekade.
Pemilik dapur arang itu sebagian besar adalah warga Tionghoa. Orang Laut menjadi pemasok bahan baku arang yakni kayu dari hutan bakau serta terlibat dalam kegiatan di tungku pembakaran.