Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Bioskop Rakyat, Enaknya Nonton Berduaan

20 November 2019   04:52 Diperbarui: 25 November 2019   12:24 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Bruce Lie Karya Harkopo Lie (Doc. Marahalim Siagian)

Di era 60an hingga 80an, gedung bioskop merupakan tempat utama bagi rakyat Indonesia untuk mendapatkan hiburan. Stasiun televisi hanya satu yakni TVRI.  Kalau di Jambi, hanya segelintir orang yang punya televisi dan kebanyakan masih hitam putih, besarnya pun masih setengah lemari pakaian.

Di kampung-kampung, saudagar karet mungkin punya uang untuk membeli televisi (TV), namun listrik belum masuk. Pakai Aki basah menjadi lebih mahal. Praktis, hanya ada sedikit TV. 

Televisi pada zaman yang masih pakai antena bertiang bambu yang ditancapkan di pekarangan rumah setinggi-tingginya agar dapat menangkap siaran televisi dengan gambar yang jelas (tidak buram) atau ditaruh di atap rumah, pada bubungan yang paling tinggi.

Tua-muda, apalagi muda-mudi yang lagi kasmaran membawa pasanganya di malam minggu untuk menonton film ke gedung bioskop. Gendung-gedung bioskop itu awalnya hanya ada di pusat kota propinsi, lalu ke kota kabupaten bahkan ke kota kecamatan. 

Penduduk dari pinggiran (kota) datang menonton bioskop dengan sandal jepit dan kain sarung. Laki-lakinya menyelipkan golok di pinggang untuk berjaga-jaga di jalan karena akan pulang larut malam.

Harkopo Lee masih ingat semua itu. Ia bagian dari sejarah industri film lebar di Jambi. Keluarga Lee adalah migran dari Hongkong, datang ke Jambi di tahun 1934. Tiga dekade, keluarga ini menjadi pemilik jaringan bioskop paling banyak dan utama di Kota Jambi.

Beberapa poster judul film populer era 70an dan 80an (Doc. Harkopo Lee)
Beberapa poster judul film populer era 70an dan 80an (Doc. Harkopo Lee)
Mereka mulai dengan Bioskop Mega di akhir tahun 60an, lalu Bisokop Duta, Bioskop Murni, Bioskop Ria, Bioskop Sumatera, Bioskop President 1 dan 2, Bioskop Mayang dan Bioskop Situmang--semua di kota Jambi.

Industri film bioskop mencapai puncaknya di tahun 80an. Memasuki era 90an, penonton bioskop mulai sepi. Pemilik usaha bioskop lain memilih merger agar bisa bertahan, karena industri bioskop (tenyata) bisnis yang ketat. 

Pengusaha bioskop harus mendekati produser-produser film agar mendapatkan filmnya, bahkan sebelum film itu selesai dibuat--masih syuting, mereka memilih beberapa judul film dengan membaca manuscripnya saja, kemudian bersaing dengan pengusaha bioskop lain dengan cara tender agar mendapatkan hak memutar film itu di bioskop mereka.

Memasuki era 80an atau awal 90an, keluarga Lee dapat mengakusisi bioskop lain, lalu menjadi pemain utama. 

Namun, disaat bersamaan, tren penonton bioskop di kota-kota besar mulai menurun. Alat pemutar video kaset sudah mulai masuk ke rumah-rumah penduduk kota, kemudian diikuti era vcd player, dvd  player, pasar potensial film layar lebar bergerser ke pinggiran--di kota kabupaten dan kota kecamatan.

Keluarga Lee kemudian membuka sejumlah gedung bioskop di kota kabupaten dan kota kecamatan, termasuk bioskop keliling. Selain gedung-gedung bioskop yang mereka punya di Kota Jambi yang masih terus memutar film. Sekarang semua bioskop itu sudah tutup. Ia beralih ke bisnis lain, mendirikan sekolah di Kota Jambi.

Di masanya, keluarga ini memiliki jaringan bioskop di kota kabupaten dan kota kecamatan berikut:

  • Kota Kecamatan Tembesi
  • Kota Kecamatan Bajubang
  • Kota Kecamatan Rantau Panjang (Bioskop Semayo Indah)
  • Kota Kecamatan Nipah Panjang (Bisokop Setia Bhakti)
  • Kota Kabupaten Muara Tebo (Biokop Sederhana)
  • Kota Kabupaten Muara Bungo ((Biokop Bungo Indah dan Bioskop Serunai Baru)
  • Kota Kabupaten Bangko (Bioskop Merangin Jaya)
  • Kota Kabupaten Kerinci (Bisokop Chandra)
  • Kota Kabupaten Muara Sabak (Bioskop Mendhara)
  • Kota Kabupaten Kuala Tungkal (Bisokop Dewi)

Memiliki gedung bioskop sebanyak itu dengan perjalanan waktu lebih 30 tahun, jumlah artefak film layar lebar property keluarga Lee luar biasa banyak. Semua itu sekarang "diawetkan" dalam museum bioskop miliknya. 

Ada sekitar 1.800 karya seni berupa lukisan yang dulu dipakai untuk mempromosikan film, pita film, proyektor, kursi, kipas angin, pengeras suara, dan lainya.

Artefak film layar lebar itu ditata rapi dalam rak-rak yang mengisi sebuah ruangan dengan benda-benda seni yang menarik untuk dipandang mata, benda-benda seni pertunjukan era 'bioskop rakyat'--layar tancap. 

Gedung itu satu kompleks dengan Hotel, coffee shop--tempat nongkrong yang asyik serta ruang pajang benda seni dan sourvenir.  

Bincang-bincang dengan Harkopo Lee (Doc. Marahalim Siagian)
Bincang-bincang dengan Harkopo Lee (Doc. Marahalim Siagian)

Memiliki gedung bioskop sebanyak itu dengan perjalanan waktu lebih 30 tahun, jumlah artefak film layar lebar property keluarga Lie luar biasa banyak. Ada sekitar 1.800 karya seni berupa lukisan yang dulu dipakai untuk mempromosikan film, pita film, proyektor, kursi, kipas angin, pengeras suara, dan lainya

"Mengelola Bioskop itu tidak mudah, orang mungkin kira kita hanya menjual karcis lalu gedung bioskop penuh, pengusahanya untung" ucapnya dalam percakapan santai kami di Tempoa and Gallery, Jl. Tempoa II No.21 Jelutung, Cempaka Putih, Kota Jambi (19/11/2019). 

Untuk mendapatkan sebuah film misalnya, "seperti berjudi, karena film itu bisa tidak diminati penonton atau bahkan film itu lama selesai karena artisnya ngulah", ungkap Pak Harkopo. "Untuk film-film musical (dangdut) kadangkala artisnya kita undang", imbuhnya. 

Rhoma Irama penontonya banyak, Film "Padangan Pertama" yang diinspirasi oleh lagu A Rafiq dengan judul yang sama, menurutnya adalah salah satu jenis film yang membuat bioskop penuh, "orang Melayu suka film itu, penontonya banyak, bioskop penuh", katanya. 

Sebuah film yang putar perdana kadang kala artisnya diundang. Menurutnya, perlu pendekatan khusus agar artisnya mau datang. "Permintaan mereka kadang aneh-aneh, minta dicarikan durian padahal tidak lagi musim durian". 

Jaman itu hotel yang bagus belum banyak di Jambi, pengusaha bioskop harus mengurusi sampai ke sprey-nya agar artis yang diundang nyaman tidurnya. "Itu semua sebenarnya pekerjaan kehumasan yang saya lakukan dalam bisnis keluarga ini. Saya sendiri seniman lukis, orang yang menggambar poster untuk film-film yang akan ditayangkan".

Cara mempromosikan film era "bioskop rakyat" medianya terbatas, teknologi digital printing belum ada. Lukisan yang dibuat harus semenarik mungkin, dengan hanya melihat posternya sebisa mungkin orang harus ingin menontonnya.

Sebagai pelukis untuk poster film layar lebar, menurutnya, si pelukis harus tahu karakter tokohnya agar dapat menerjemahkannya kedalam lukisan. Namun, sebagian poster film bioskop yang mereka pakai dikerjakan oleh seniman lukis lokal. Umumnya dibeli putus, agar bisa dipakai beberapa kali.

Poster film Bruce Lie Karya Harkopo Lie (Doc. Marahalim Siagian)
Poster film Bruce Lie Karya Harkopo Lie (Doc. Marahalim Siagian)
"Kalau suatu film kita sudah menangkan untuk diputar di bioskop kita, pengirimannya juga harus kita kawal. Belum lagi urus lulus sensor. Semua film yang diputar jaman Orde Baru harus lulus sensor dari departemen penerangan, mendapatkan stempel lulus sensor itu tidak gratis", kenangnya sambil senyum.

Tempoa and Gallery (Doc. Marahalim Siagian)
Tempoa and Gallery (Doc. Marahalim Siagian)
Mengelola bioskop tidak hanya berurusan dengan mendapatkan film bangus dan menarik penonton banyak agar karcis habis terjual, termasuk mengurusi perkelahian yang terjadi di bioskop. 

"Kadangkala PLN yang mematikan lampu, urusan dengan preman, uang keamanan, ada orang yang datang menerobos masuk saat film sedang kita putar. Kita diminta menghidupkan lampu lalu orang itu memergoki suaminya dengan perempuan lain atau istrinya dengan laki-laki lain, macam-macam pokoknya",  kenang Pak Harkopo. ***

*bersambung: Film-film yang Membuat Bioskop Penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun