Mohon tunggu...
Muhammad Hidayanto
Muhammad Hidayanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saat mulut tidak dihiraukan lagi, harapanku terakhir tinggal tangan ini yang selalu munyusun rantaian kata-kata untuk "membangunkan" mereka yang tersesat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Momentum Mudik, Momentum Membangun Desa

4 Januari 2014   20:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:09 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudik saya ke kampung halaman pada liburan semester yang lalu (bulan juli) kumanfaatkan sebagai momentum mengabdi kepada masyarakat. Bersama teman-teman mahasiswa yang lain, kami membentuk komunitas bahasa inggris di Desa Kadacua, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Senyumdan canda tawa mereka belum hilang diingatanku. Masih selalu terbayang dan berharap bisa berkumpul, bercengkrama lagi dengan mereka. Mereka adalah anak-anak yang penuh dengan semangat dan optimisme. Mereka memiliki segudang cita-cita. Mereka dengan lantang menyebutkan cita-cita itu dan saya pun mengamininya dalam hati. Saya terkesima dengan tekad mereka. Meskipun hidup di pelosok, jauh dari akses pendidikan lantas tak mengurung niat mereka untuk bersekolah dan belajar. Semangat dan optimisme itu yang menggugah hati saya membentuk komunitas bahasa inggris di Desa Kadacua sebagai kontribusi saya untuk negeri ini. [caption id="attachment_288318" align="aligncenter" width="300" caption="Berporse bersama anggota Kadacua English Club"][/caption]

Kadacua adalah desa kecil yang belum lama dimekarkan yang terletak di pinggiran Kota Ereke, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Mayoritas masyarakat di sana bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Letaknya dekat dengan pantai sehingga kedepannya kadacua berpotensi sebagai desa wisata. Belajar dari desa wisata yang ada di pulau Jawa, khususnya Yogyakarta, masyarakat setempat sudah seharusnya memiliki kemampuan berbahasa. Sebab, wisatawan yang berkunjung bukan hanya dari domestik tapi juga wisatawan dari luar negeri. Bersama teman-teman mahasiswa lain yang juga baru pulang dari mudik di liburan semester kemarin (15/7), kami menggagas konsep komunitas bahasa inggris di Desa Kadacua. Berbekal pengalaman saya sewaktu di Pare, Kediri – yang di kenal sebagai kampung bahasa inggris – saya memberikan ide agar komunitas ini harus berbeda dengan konsep di lembaga kursus. Kegiatan di komunitas harus lebih menarik. Sehingga kami pun memutuskan dengan mengambil konsep “Belajar dan Bermain”. Semangat dan Motivasi Tantangan pertama kami dalam merintis komunitas ini adalah sikap skeptis masyarakat yang melihat komunitas ini sebagai lembaga kursus yang memungut biaya. Kami pun terus melakukan sosialisasi melalui pendekatan tokoh masyarakat setempat dan menjelaskan bahwa komunitas bahasa inggris ini tak memungut biaya sepersen pun. Tempat belajarnya juga di rumah bapak Sauli, S.Sos, salah satu tokoh masyarakat di Desa Kadacua. Bapak Sauli adalah tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh dan dari beliaulah kami mensosialisasikan komunitas bahasa inggris ini. Beliau sangat menyambut baik niat baik kami. Bapak Sauli ini juga merupakan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) sehingga beliau paham dan sangat sepakat dengan ide komunitas bahasa inggris. “Saya sudah lama menunggu dari anak-anak di sini yang kuliah di kota untuk membuat kegiatan-kegiatan seperti ini”, ungkap beliau saat pertama kami ke rumahnya. [caption id="attachment_288319" align="aligncenter" width="300" caption="Saya dan Teman Mahasiswa Lain ( kanan, Kemeja Kotak-kotak"]

13888419591396432733
13888419591396432733
[/caption] Beberapa hari sebelum puasa kami mulai pertemuan sebagai awal komunitas bahasa inggris di Kadacua. Di pertemuan pertama yang datang hanya 5 orang, dua diantaranya anak dari bapak Sauli. Sangat sedikit. Kami mulai pertemuan itu dengan perkenalan. Mereka tampak malu berbicara. Bahkan ada yang tak sama sekali berbicara. Saat kami bertanya, wajah mereka mulai memerah karena tegang, takut barangkali. Kami pun mencoba mencairkan suasana dengan permainan (games). Tak sampai di situ, kami berusaha lebih mendekatkan dan menjalin hubungan layaknya seorang adik-kakak. Kami tak ingin dianggap seperti seorang guru di kelas yang tak boleh ribut dikala pelajaran dimulai. Atau seorang guru yang akan menghukum anak muridnya ketika tugasnya tak dikerjakan. Kami berusaha memberikan kenyamanan dalam setiap pertemuan atau istilah yang kami sebut meeting. Karena ketika mereka nyaman, pelajaran yang kami sampaikan pun bisa cepat dipahami oleh mereka. Tak lupa kami sampaikandi setiap meeting agar mereka mengajak anak-anak yang lain untuk bergabung di komunitas bahasa inggris. Alhasil, pada pertemuan berikutnya, peserta meeting semakin bertambah. Bahkan ruang tengah rumah Bapak Sauli tak lagi muat hingga mereka harus lesehan di ruang tamu. Kami pun membagi dalam 3 kelompok yakni, kelompok beginner ( level SD), intermediate (level SMP), advance (level SMA). Tentu materi setiap kelompok berbeda. Melihat antusias mereka yang tinggi, kami pun semakin bersemangat. Rasa lapar, haus dan lemas – yang waktu itu sudah masuk bulan puasa – hilang begitu saja saat sudah berada di tengah-tengah mereka. Mereka pun demikian. Sebagian besar mereka ada yang berpuasa. Pada dasarnya komunitas bahasa inggris ini bertujuan menumbuhkan minat mereka untuk belajar bahasa inggris. Sebab, bagi anak-anak di Kadacua, bahasa inggris itu adalah momok yang menakutkan. Sehingga pada setiap meeting kami selalu memberikan motivasi dan juga trik dalam belajar bahasa inggris. Salah satu trik itu adalah membiasakan berbahasa inggris meskipun hanya mengucapkan how are you. Lomba Pidato dan Bercerita Bahasa Inggris Kegiatan puncak – tapi bukan yang terakhir – yang kami selenggarakan adalah english speech and story telling competition atau lomba pidato dan bercerita bahasa inggris. Lomba ini bermaksud menumbuhkan rasa kepercayaan diri mereka untuk tampil di depan umum. Mereka sangat berantusias. Awalnya mereka ragu dan cemas dengan lomba ini. Mereka tak percaya diri. Namun, kami katakan bahwa kalian akan dibimbing sebelum tampil. Dan tampilnya boleh pakai konsep. Karena memang kami mewajibkan untuk mereka ikut lomba ini, bagi laki-lakinya pidato bahasa inggris dan perempuan bercerita bahasa inggris. Akhirnya juga mereka bisa tampil dengan baik dan juri pun bangga dengan keberanian mereka tampil di depan. Dewan juri dari lomba pidato dan bercerita bahasa inggris adalah guru bahasa inggris di sekolah ternama di Kabupaten Buton Utara. Kami juga mengundang seluruh guru bahasa inggris di wilayah Kecamatan Kulisusu. Dewan juri tak henti-hentinya memuji dan bangga atas keberanian anak-anak di kadacua di sela-sela komentarnya. Mereka pun akhirnya mengakui bahwa Desa Kadacua tak ketinggalan lagi dan bahkan telah maju selangkah dari seluruh desa yang ada di Kabupaten Buton Utara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun