Suatu ketika saya melihat spanduk resmi Polres Pasuruan atau Sidoarjo yang bunyinya begini : "DILARANG KECELAKAAN DI SINI, RUMAH SAKIT JAUH". Sekilas sangat menggelitik tapi ternyata cukup efektif menginspirasi pemakai jalan untuk berhati-hati. Tentu dengan cara ini adalah cara menakut-nakuti secara halus.
Pada kesempatan lain,....saya juga melihat sebuah spanduk dengan ukuran lebih besar yang bunyinya begini : "INDONESIA BUKAN NEGARA BERAZASKAN DEMOKRASI TAPI BERAZASKAN PANCASILA"....
Nah, rangkaian spanduk-spanduk inilah yang rupanya memancing saya berkomentar di rubrik publik ini. Mengapa tidak ? Karena demokrasi itulah yang menjadikan negeri ini porak poranda dalam "kegalauan politik" dan "perseteruan ideologi" kekuasaan. Bahkan perseteruan itulah yang menjadikan politik indonesia jadi berbiaya sangat mahal. Mari kita hitung-hitung sederhana biaya mahal itu.
Pada tahun 2009, Â ada seorang sahabatnya teman saya mencalokan diri menjadi Lurah (Kepala Desa) di sebuah kelurahan di Prigen Jawa Timur. Syukurnya, beliau terpilih bahkan telah terpilih dua kali. Tetapi yang mencengangkan adalah bahwa setiap pencalonan setidaknya dia mnghabiskan ratusan juta rupiah. Bisa dibayangkan setelah terpilih nanti, target pertama yang akan dilakukannya adalah kembali modal.
Nah, beranjak ke Pemilu legislatif yang cakupannya lebih besar. Dapat dipastikan, lha wong...pemilihan lurah saja menghabiskan ratusan rupiah,...bagaimana dengan pemilihan legislatif  ? yang Dapilnya bisa beberapa kecamatan.
Terlalu panjang kayaknya tulisan ini kalau terlalu baNYak tinjauan pustakanya...Langsung saja pada kesimpulan,...hehehehe,....
GABUNGKAN SEMUA TINGKATAN PEMILU,..PILKADA,PILEG,PILPRES GABUNGKAN JADI SATU KALI SAJA.....
Artinya ?......PILEG dan & PILPRES bisa saja menunggu beberapa bulan untuk rekonsolidasi dengan jadwal PILKADA di seluruh Indonesia.
Atau /
STOP PEMILU....BERBIAYA MAHAL karena hanya akan menjadi penyebab KORUPSI.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI