Kehebohan menghampiri dunia ke-PNS-an, adanya beberapa daerah yang mengeluarkan biaya lebih besar untuk membayar gaji PNS dari pada belanja modal merupakan satu cerita baru di dunia birokrasi bahwa ternyata ada kesalahan sistem pada proses Ke-PNS-an, hal ini (mungkin) adalah imbas dari salah satu produk otonomi daerah yang memberikan kesempatan pada daerah untuk merekrut calon Abdi Negara tanpa ada perencanaan yang matang.
Proses rekruitmen yang banyak di nodai oleh kepentingan elit politik daerah, dimana sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi seorang CPNS, seseorang (diwajibkan) menyetor dana yang bervariasi sesuai dengan tingkat pendidikannya kepada tim yang dibentuk oleh para elit politik daerah yang biasanya terdiri dari tim sukses pada pilkada atau calon yang menjadi titipan dari para donatur pemenangan pilkada.
Maka tak heran jika diumumkan CPNS yang diterima, maka dapat disaksikan nama-nama yang keluar tak jauh dari kerabat, orang dekat, atau kaum borjuis di sekitar tim sukses pemenangan pilkada, hal ini (mungkin) dimaklumi oleh karena ongkos menjadi pemenang dalam pilkada sungguh luar biasa mahalnya sehingga salah satu cara mengembalikan biaya tersebut adalah dengan menarik pungutan dari para calon PNS sehingga yang lolos dapat diragukan kredibilitas dan kualitasnya yang pada akhirnya cuma akan menambah pengangguran berseragam.
Menjadi PNS mungkin menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi sebagian masyarakat kita, kebanggaan menggunakan seragam menjadikan mereka berpikir praktis, entah berapa banyak sarjana yang banting stir dari backround pendidikannya, ketika formasi guru begitu banyak dibutuhkan, mereka beramai-ramai kuliah lagi mengambil jurusan pendidikan agar bisa lolos menjadi PNS, seorang sarjana teknik rela kuliah ladi pada diploma empat hanya untuk menggenggam Akta untuk mengajar dan banyak lagi sarjana-sarjana lain yang berubah pikiran hanya karena hal tersebut.
entah berapa banyak sekolah perawat dan tenaga medis lainnya yang tumbuh subur ketika ternyata begitu banyak formasi kesehatan yang dibutuhkan untuk diangkat menjadi PNS, begitu pula kuliah jarak jauh yang tak jelas statusnya tumbuh subur di daerah yang ternyata di kemudian hari ijazahnya tak bisa di pergunakan, entah berapa banyak ijazah palsu yang ditemukan pada saat proses penerimaan CPNS bahkan hingga proses pembuatan SK.
entah apa yang ada di benak kita semua (termasuk yang menulis), untuk apa menjadi PNS, hingga hari ini ada beberapa jawaban yang pasti yang menjadi alasan masyarakat kita untuk menjadi PNS yaitu :
- walaupun gaji kecil tetapi selalu hadir tiap awal bulan
- kerja tidak kerja, gaji tetap lancar
- SKnya bisa dijadikan agunan di Bank atau lembaga keuangan lainnya
- Rasa bangga ketika menggunakan baju seragam PNS
- Dapat fasilitas kendaraan dinas yang dengan bebas di pergunakan karena kerusakannya ditanggung negara
- dll.
ketika itu semua ada di benak kita sebagai Abdi Negara, maka dapat dipastikan bahwa sebenarnya ada yang tidak beres pada pola pikir kita semua yang dapat dipastikan negara ini hanya akan terus membiayai para pengangguran berseragam...
T A B E..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H