Tuhan menurunkan kita semua ke panggung duniawi ini dengan menitipkan macam-macam bekal. Ada yang bekalnya cuma sebalok (katakanlah satuannya balok), atau sepuluh balok, atau segudang besar balok. Perspektif kita selama ini mengatakan bahwa yang paling beruntung di antara kita adalah mereka yang paling banyak bekalnya. Engkau dikatakan beruntung jika balokmu ada yang berupa harta, intelegensia, bahkan ... tahta.Â
Namun seorang pemuda bernama Tim Harris hanya dibekali satu-dua balok, dan dengan bekalnya yang sedikit itu ia berhasil memeriahkan panggung dunia ini dengan kisah hidupnya yang inspiratif. Dan itu luar biasa, mengingat orang-orang dengan bekal yang jauh lebih banyak saja masih terseok-seok menyusun kisahnya sendiri. Â
Tim Harris terlahir sebagai bayi yang memiliki kelebihan, tepatnya kelebihan salinan pada kromosom 21, dan karena itu ia menyandang sebuah kekurangan yang dikenal sebagai Down syndrome. Down Syndrome membuat penyandangnya mengalami kelambatan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.Â
Down Syndrome juga membuat Tim mengalami kesulitan bersosialisasi, meski itu tidak berlangsung lama. Kasih sayang keluarga dan lingkungan yang baik justru membangkitkan 'balok-balok' lain di dalam diri Tim yang sebelumnya tidak terlihat: Ia menginspirasi lingkungan dengan kehangatannya, yang -ternyata- berasal dari tiadanya secuilpun prasangka buruk di dalam dirinya. Entah balok-balok apalagi yang kemudian terbuka satu-persatu dan menyemarakkan hidupnya. Kita pernah mendengar law of attraction, dan agaknya hukum ini berlaku bagi Tim Harris yang menarik macam-macam balok dalam hidupnya, hanya dengan menggunakan magnet internalnya yang berupa cinta, optimisme dan prasangka yang selalu baik.Â
Lalu ada kisah semarak lain, dibuat oleh seorang Jadav Payeng, lelaki miskin dari India yang menanami 34 hektar lahan tandus seorang diri setiap harinya -selama 40 tahun- hingga menjadi hutan lindung. Juga kisah super seorang Sadiman, lelaki Wonogiri yang menyedekahkan waktu dan tenaganya untuk menghijaukan 20 hektar Hutan Gendol, hingga beberapa desa di sekitarnya ikut 'sembuh' dari kekeringan.Â
Juga kisah keren Antonio Vicente, lelaki Brazil yang melakukan konservasi terhadap 31 hektar lahan pribadinya di kaki gunung Serra da Mantiqueira, Sao Paulo. Hutan kecil itu bagaikan sebuah "tinju kecil" di hadapan arus pengrusakan besar-besaran terhadap ratusan ribu hektar hutan Amazon.Â
Namun tinju kecil Vicente -yang telah menanam puluhan ribu pohon selama lebih dari 40 tahun- itu telah bergaung lantang: "Engkau tidak perlu menunggu datangnya balok-balok tambahan untuk melakukan hal-hal hebat, Bung. Kerjakan saja apa yang ada di depan matamu. Tidak perlulah menunggu kesempatan emas, ekstra harta atau tambahan kekuasaan terlebih dahulu. Malu dikitlah engkau pada mereka yang meyakini setiap menitnya sebagai kesempatan emas itu".Â
Kisah-kisah Tim Harris dan para pecinta hutan itu membuatku bertanya-tanya tentang apa itu kaya dan apa artinya beruntung. Dunia ini menjadi tempat yang sangat aneh saat orang-orang kaya, para putra-putri mahkota yang bergelimang balok-balok gemerlap sejak oroknya, dan tak pernah jauh-jauh dari tahta, justru berlomba-lomba memamerkan pesimisme yang parah dan menebarkan syak wasangka.Â
Dengan hamparan hutan dan gunung-gunung yang patuh di bawah kakimu, adakah kisah indah yang telah kalian buat? What is your story? Berapa flora fauna yang telah kalian lindungi, berapa desa yang telah kalian makmurkan, dan berapa anak-anak miskin dan perempuan tertindas yang kalian merdekakan? Dan jika kisah-kisah semacam itu belum juga terlahir dari tangan kalian, berapa balok lagi yang kalian butuhkan untuk segera berkarya? Perlukah seluruh Indonesia ini bahu-membahu mengulurkan tangan untuk memilihmu... eh menolongmu (membuat cerita yang setara indahnya dengan kisah orang-orang "miskin" itu)?
Jangan-jangan, di antara balok-balok titipan Tuhan itu tidak semuanya berupa harta, tahta, dan kuota... eh intelegensia. Di antara balok-balok itu ada juga cinta, optimisme, dan rasa syukur. Balok-balok "aneh" semacam itu hanya muncul setelah kita melalui beratnya perjuangan, di mana tahap akhirnya berupa keluarnya semacam "nektar" dari dalam diri, dan nektar itu di antaranya adalah lezatnya bekerja, indahnya disiplin diri, dan manisnya produktivitas.Â
Hanya orang-orang yang bersungguh-sungguh yang bisa merasakan nikmatnya nektar-nektar ini. Kalian-kalian yang tenggelam dalam kekayaan dan kekuasaan warisan itu mana tahu di mana indahnya balok-balok gaib semacam itu. Tapi justru balok-balok gaib inilah yang membedakan siapa orang kaya (yaitu orang yang banyak banget baloknya tapi selalu merasa kurang) dan siapa orang yang lebih kaya (yaitu orang yang selalu merasa beruntung meski baloknya hanya beberapa, dan sangat berhasrat untuk membayar kebaikan besar yang begitu disyukurinya pada sesama).