Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jaring

19 April 2012   13:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mahluk apakah yang paling membumi dan mendunia ?" Manusia, itu jawaban yang kita harapkan.

Selama lebih dari 200 tahun, manusia memang berhasil mengubah wajah Bumi secara luar-biasa, namun sayangnya perubahan tersebut menjadikan Bumi sebagai tempat yang ...aneh. Semakin lama semakin berkurang saja kenyamanan Bumi ini sebagai tempat persinggahan; mereka yang dirugikan itu bukan hanya sebagian besar manusia, melainkan juga sebagian besar spesies lainnya. Semua tempat dijarah dan dikapling-kapling, termasuk di antaranya zona lautan, zona bawah tanah, zona bawah laut, kutub, bahkan ...Bulan. Sepertinya riwayat keanehan ini masih panjang, setidaknya sampai manusia berhasil menemukan cara untuk mengukur-ukur dan mematok-matok ...atmosfer misalnya. Andai saat itu benar-benar tiba , janganlah heran jika engkau mendapati rupa-rupa bendera di langit, namun pemiliknya hanyalah segelintir kecil manusia.

.

Agaknya menjadi mahluk teritorial seperti itu merupakan cara favorit manusia dalam memaknai kata 'membumi'.  Teritori adalah wilayah yang kita tetapkan sebagai "zonaku", dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber yang kita butuhkan. Ketika hewan liar mematok teritorinya dengan menggunakan macam-macam sekresi tubuh seperti urin, kotoran, keringat, atau feromon, manusia menjadi mahluk teritorial dengan menggunakan papan peringatan, pagar, dinding, uang, jasa humas, bahkan kekuatan militer. “Pergi kalian dari zonaku !”, begitu kira-kira pesan tak terucap dari berbagai bentuk benteng tersebut.

.

Adalah karnivora berukuran besar yang memerlukan teritori yang luas untuk menjamin kecukupan suplai makanan mereka. Sedangkan beberapa jenis burung, ikan dan serangga merasa puas dengan teritori sekedarnya, asalkan itu cukup aman dan nyaman untuk membangun keluarga. Namun ada juga sejenis spesies yang menuntut teritori seluas-luasnya, tidak mengapa jika untuk itu diperlukan penyesuaian terhadap batas-batas yang telah dibuat oleh mahluk atau bangsa lain. Begitu banyak 'kebutuhan' hidup spesies yang satu ini, mulai dari sarang megah di berbagai lokasi, sejumlah besar permata untuk membeli koneksi atau sekedar menyemarakkan "bulu-bulu ekornya",  cadangan makanan untuk disimpan dalam "lubang perlindungan" yang cukup untuk tujuh turunan di sekian lokasi, bahkan tanah kuburan yang super-megah dengan pemandangan super-mewah, meski kali ini hanya ...di sebuah lokasi.

.

Teritori adalah "zonaku", tempat dimana para pematok menetapkan batas-batas yang amat tegas tentang siapa saja yang boleh berbagi ruang dengannya. Setiap pemilik perspektif teritorial semacam ini tidak menyisihkan sedikitpun tempat bagi pesaing; untuk itu ia rela tenggelam dalam kesibukan luar biasa – sebagai upaya meredam rasa aman yang amat rendah tersebut. Kalau perlu jaring penjerat ditebarkan di mana-mana, hingga setiap benih yang berpotensi menjadi pesaing itu bisa segera dieliminir sebelum ia benar-benar menjadi ancaman.  Kita mengenal mahluk teritorial seperti ini dalam versi mininya, yaitu labah-labah. Dunia ini adalah zona perang di mata mereka, bukan tempat berbagi kehangatan.  Peperangan itu melibatkan sejumlah besar jaring-jaring pengaman yang diperlukan untuk melindungi apa yang terbaik bagiku, serta sejumlah besar jaring-jaring pembungkus untuk menyembunyikan apa yang terbaik bagi dunia.

. [caption id="attachment_175676" align="aligncenter" width="576" caption="Jaring labah-labah bersifat material dan visual. Seperti itu jugalah perspektif kaum labah-labah, mahluk soliter dan individualis ini. "][/caption]

Sungguh dahsyat kekuatan jaring-jaring ini; ia bisa digunakan sebagai penjerat dan pelumat (kehidupan lain), juga alat menyamarkan (kebenaran) sebagaimana labah-labah -dan pengikutnya- melakukannya.  Padahal sesungguhnya kedahsyatan jaring-jaring ini jauh lebih besar dari itu. Jaring-jaring ini juga dikenal sebagai penyelamat dan penggerak kehidupan, asalkan ia berada di tangan mereka yang berkata : “Ini zona kita”, bukan : “Ini zonaku”.  Mereka menganggap seluruh permukaan Bumi ini sebagai teritori bersama, dimana semua mahluk saling berbagi. Mereka adalah serangga sosial yang di antaranya terdiri dari kaum semut dan kaum lebah.  Kedahsyatan jejaring mereka itu bukan saja menjadikan mereka masyarakat yang sejahtera, bahkan kesejahteraan kehidupan Bumipun tak akan pernah terjadi tanpa partisipasi mereka.

Lihatlah, adakah yang menandingi lebah dalam penyebaran benih yang menjamin suplai makanan, minuman, dan pakaian kita ?

Adakah yang mengalahkan semut dalam urusan daur-ulang dan aerasi tanah ?

.

[caption id="attachment_175682" align="aligncenter" width="622" caption="Semut -juga lebah- pun memiliki jaring, tepatnya jejaring dalam pengertian yang non material. Setiap individu dalam organisasi mereka merupakan simpul-simpul jejaring yang bertanggungjawab atas aktivitas tertentu. "]

13348399391123203901
13348399391123203901
[/caption]

Meski sama-sama memiliki jaring, labah-labah soliter dan serangga sosial itu menjalani kehidupan yang amat berbeda. Perspektif tentang jaring-jaring itulah yang sesungguhnya merupakan faktor pembeda keduanya.  Jaring labah-labah memang terdiri dari serat-serat halus dan lengket yang bisa diamati secara visual, namun jaring lebah tidaklah bersifat material seperti itu. Dengan mencermati jaring lahiriah sebagaimana milik labah-labah itu, sesungguhnya kita sedang menyaksikan perspektif kaum labah-labah tentang kehidupan. Kehidupan di mata mereka hanyalah sebatas hal-hal lahiriah yang memiliki keterukuran inderawi, setidaknya secara visual. Dan terhadap berbagai hal yang dangkal semacam itulah mereka memelihara kemelekatan.

.

Sebaliknya, jejaring kaum lebah itu tidaklah bersifat inderawi, melainkan tersusun dari unit-unit aktivitas dan pelayanan yang saling melengketkan-diri dalam kebersamaan yang kokoh. Begitu kokohnya kebersamaan tersebut, hingga komponen kekerabatan dan kasih sayang saja tidaklah memadai untuk menjelaskan mengapa serangga sosial ini begitu rela mendahulukan kepentingan sesamanya, bahkan tak keberatan melakukan pengorbanan diri.  Kekokohan semacam itulah yang membuat mereka menerima gelar sebagai Superorganisme. Mereka semua adalah satu tubuh, dengan satu ibu yang dijunjung tinggi, serta proses regenerasi cermat yang dijadikan tumpuan harapan bersama. Inilah jejaring tangguh ala kaum lebah dan kaum semut yang disusun bukan berdasarkan perspektif inderawi yang dangkal, melainkan perspektif batiniah yang memiliki kedalaman universal.

.

Menariknya lagi, sekumpulan mahluk sosial yang paling banyak diteliti dan dibicarakan itu memiliki ruang kehidupan yang tidak dibatasi oleh besar-kecilnya teritori. Lebah adalah masyarakat yang swaorganisasi, karena mereka mampu menanam dan memproduksi makanan mereka sendiri. Sedangkan kaum semut itu tidak pernah kekurangan lapangan kerja maupun makanan, berkat keterampilan mereka sebagai pendaur-ulang yang kreatif.  Dengan modal dasar berupa kedisiplinan, kerja-keras, serta kerja-sama di antara sesama mereka itu, maka jadilah mereka mahluk yang tidak perlu mematok dan membatasi teritori.

Selalu demikian jalan ceriteranya ketika kita memperlakukan Bumi sebagai zona berbagi :

“Seluruh mahluk akan membuka teritori yang telah dipatoknya, sembari menempatkan kita sebagai mitra yang dikehendaki.”

.

Demikianlah sekelumit pesan dari mahluk yang paling membumi, sekaligus paling mengesankan dunia itu. Namun bagian yang paling mengesankan adalah  : Semua satwa yang ada dalam kisah ini -termasuk juga para labah-labahnya- adalah ... kaum betina.  Betapa menarik mencermati mengapa Tuhan menitipkan pesan tentang “Pentingnya membaktikan hidup demi kemaslahatan Alam” ini kepada masyarakat yang digerakkan oleh kaum betina, yaitu lebah, semut, juga labah-labah.

Karena ketika menyangkut lingkaran kehidupan yang jauh lebih besar, tak ada yang lebih penting daripada proses regenerasi yang dilakukan sebaik-baiknya, lengkap dengan pengasuhan dan pendidikan yang terorganisir ala lebah dan semut. Area regenerasi inilah yang seyogyanya menjadi wilayah kekuatan kaum betina.

Bukan sekedar betina tentunya, melainkan karakter feminin yang memiliki bobot ke-empu-an.

Bukan pula sekedar perempuan, namun sosok 'alpha female'*)  yang tahu bagaimana memberdayakan otoritas keempuannya.

Bahkan bukan pula sekedar alpha female, lebih-lebih alpha female egosentris**)  sebagaimana diperagakan oleh labah-labah betina. Melainkan alpha female yang mengarahkan anak-didiknya menuju masyarakat kosmosentris***) sebagaimana diteladankan para lebah betina. [*]

.

[caption id="attachment_175680" align="aligncenter" width="607" caption="Adalah lebah betina yang menjalankan hampir seluruh fungsi organisasi dalam masyarakat lebah ini. Lebah betina ini sedang memeriksa kondisi propolis."]

13348397451022994195
13348397451022994195
[/caption]

.

Keterangan : *) Alpha female : Sosok perempuan yang berpengaruh dan menjadi panutan dalam sebuah kelompok. (Istilah ini biasa digunakan dalam kajian perilaku hewan dalam kelompok) **) Egosentris : Perilaku yang dipusatkan pada kepentingan diri-sendiri. ***) Kosmosentris : Perilaku yang dipusatkan pada kepentingan Kosmos Atau Alam Semesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun