Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Puasa, Nasi Goreng dan 'Tari Perut' *)

26 Juli 2011   13:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:21 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hebat Dimas ! Di hari pertamamu, kamu  langsung puasa sehari penuh! Padahal sebagai pemula, boleh lho berbuka puasa di siang hari, terus puasanya disambung lagi sampai magrib", kataku bangga pada si bungsu yang telah berjuang menahan lapar hingga titik darah peng... eh azan magrib itu ;-). "Kamu memang gigih, Dimas", puji ayahnya. Baru enam tahun umurnya, tapi sudah kami anggap cukup umur untuk mulai berlatih puasa, sebagaimana Kaka dan Dinda pun menjalaninya. Dimas tak menjawab, hanya menyendok sup buah dengan lahap. Matanya melirik nasi goreng yang tersaji di atas meja. Nasi goreng itu hanya sepiring, sengaja disiapkan sebagai penghormatan khusus untuk seseorang yang sedang belajar puasa. Tentu kau sudah tahu bahwa namanya Dimas. Dan kalau saja kau ada di sana saat itu, kau juga akan tahu bahwa dia penggemar berat nasi goreng ! "Nasi gorengnya untuk nanti ya. Tunggu sampai sup buahmu dicerna dulu, supaya perutmu cukup lega untuk diisi nasi goreng", kataku sambil menahan senyum. Dimas mengangguk. Tapi ...ai ai... dia malah menambahkan beberapa sendok sup buah lagi ke dalam gelasnya.  Mungkin maksudnya supaya perutnya tidak ... menganggur.

"Menganggur itu tak baik. Menganggur membuat otakmu lupa bagaimana caranya berpikir", kataku suatu hari, ketika kami sedang melewati gerombolan anak muda yang hanya duduk-duduk dan merokok di pinggir jalan.

Jangan-jangan kata-kataku jugalah yang mendasari tambahan porsi sup buah itu.  "Perut menganggur pun tak baik", mungkin begitu pikirnya. Jadi selagi sup buah yang pertama habis dicerna, masih ada sup buah babak ke dua untuk perut yang ...euh...tak suka menganggur ... ;-) Sesudah sholat magrib berjamaah plus ritual saling meledek seperti biasa, kami segera menuju arena pembalasan dendam, yaitu meja makan !  Tapi seperti biasa, gairah makan orang yang berbuka itu seringkali agak loyo setelah dihajar oleh makanan pembuka yang manis-manis. Hanya ...hanya Dimas yang berbeda, seorang puasawan pemula itu..  Matanya berbinar-binar memandangi nasi goreng pujaan hatinya. Ia senang nasi goreng itu boleh jadi miliknya sendiri. Tentu saja harus ada yang mengendalikan, karena kekenyangan selalu membuatnya ...muntah. Itulah yang sering terjadi setiap kali Dimas lupa bahwa volume perutnya tidak sebesar nafsu makannya. Syukurlah semua terkendali. Ya, adegan muntah memang bisa dihindari. Tapi siapa yang bisa mencegah sepasang mata kecil yang terus melirik sisa nasi goreng itu ? "Nasi goreng ini untuk nanti sesudah shalat tarawih, ya", kataku. Masih ada sepertiga porsi lagi. "Bagaimana kalau shalat tarawihnya ...sekarang saja ?", tanyanya sambil menjilat bibir. Geli aku membayangkan nafsu bocah kecil yang sedang susah dipuaskan itu. "Satu jam lagi ya, dik. Tunggu sampai perut kita tidak terlalu penuh. Kita shalat tarawihnya di rumah saja kok...", jawabku sambil membimbingnya duduk di atas karpet. Sebuah bantal besar untuk sandaran punggungnya, sebuah lagi untuk ditaruh di pangkuannya. Sebagai sentuhan terakhir,  buku cerita Lion King kesukaannya untuk dibaca. Sempurna ! Ya, buku cerita memang tak pernah gagal menghibur anak-anakku! Selanjutnya, jangan heran melihat keluarga kami yang seringkali duduk dalam ruangan yang sama, namun semuanya tenggelam dalam bacaan dan alam pikiran masing-masing.  Mas dengan berkas-berkas proposalnya, Kaka dengan buku origaminya, Dinda dengan komik Aladin dan boneka putri Jasmin-nya, dan aku dengan komik Donal Bebek terbaru. Begitulah cara keluarga kami  ...bersenang-senang ! Sedangkan Dimas ? Aku melihatnya asyik membaca sambil memainkan jari-jari kakinya. Tepat ketika ia hendak membalik lembaran bukunya, mata kami saling bertubrukan. "Bunda...", katanya. "Ya, dik ?" "Kok aneh ya ...", katanya lagi. "Apa yang aneh ?", tanyaku. Padahal mestinya tak ada yang aneh dengan apa yang dia alami. Yang sungguh-sungguh aneh justru adalah ungkapannya berikut ini : "Dari tadi  mataku yang membaca. Tapi kenapa kok  perutku yang berpikir  ?"

*) Tari Perut merupakan simbol yang berhubungan dengan upaya menguasai gerak paling primitif (baca : nafsu) manusia, di antaranya nafsu makan. Jika kita masih berkutat di antara kelaparan dan kekenyangan, artinya kita 'berpikir dengan perut'.  Demikian kira-kira the wisdom of Dimas yang 'disampaikannya' tanpa sengaja di saat umurnya enam tahun, sebelas tahun lalu. ;-) [*]

[Telkomsel Ramadhanku]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun