Sejatinya setelah saya membaca dan merenungi isi dari modul tersebut saya menyadari bahwa konsep yang saya yakini tersebut sedikit melenceng dari yang seharusnya. Selama ini saya hanya melihat dengan mata terpicing.Â
Disiplin positif merupakan hal yang seharusnya tumbuh dari dalam diri murid dan bukan atas dasar paksaan atau takut akan hukuman. Hal ini yang seyogyanya dipahami oleh saya sebagai guru.Â
Ketika guru menerapkan posisi kontrol yang tepat terhadap murid, maka motivasi dan disiplin positif dari murid dapat muncul. Mereka tidak lagi berpikir mengenai hukuman apa yang akan mereka terima ketika melakukan pelanggaran melainkan hal positif apa yang muncul dari kemauan mereka untuk tetap berada pada jalur moral kompas yang sesuai.Â
Keterlibatan murid dalam perumusan keyakinan kelas merupakan salah satu upaya menuangkan gagasan dan nilai yang mereka yakini sehingga murid merasa dihargai dan menjadi bagian dari komunitas kelas sehingga motivasi intrinsik dapat terbangun.Â
Pada beberapa tahun terakhir peraturan dan persetujuan kelas sudah saya coba bangun. Namun sebelum mempelajari modul ini, persetujuan kelas disusun oleh saya sendiri dan belum mempertimbangkan atau memperhatikan masukan dari murid.
Ketika saya mempelajari modul ini secara tidak sadar saya juga merefleksi mengenai posisi kontrol apa yang kerapkali saya lakukan di sekolah. Ternyata posisi kontrol sebagai teman sering saya lakukan.Â
Saya sering berkomunikasi dengan murid dengan bahasa santai dan rileks layaknya teman. Posisi kontrol tersebut rupa-rupanya bukan satu-satunya jalan yang dapat saya gunakan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan murid. Posisi kontrol yang harus saya gunakan rupanya bersifat kasuistik. Artinya pada setiap kejadian dan interaksi yang berbeda, maka posisi kontrol yang harus saya gunakan juga harus berbeda.
Salah satu hal yang menarik adalah bahwa konsep segitiga restitusi dapat diterapkan pada masing-masing posisi kontrol yang guru gunakan. Menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan merupakan konsep baru bagi saya meskipun sebetulnya sudah pernah saya lakukan dalam menangani dan menghadapi murid di sekolah.Â
Tahapan menstabilkan identitas dan validasi tindakan merupakan dua hal yang paling sering saya lakukan. Saya kerapkali bertanya mengenai kejadian dari sudut pandang murid dan berkata bahwa hal yang sama mungkin pada orang lain di situasi yang sama. Saya juga menunjukkan empati dengan memberikan pandangan bahwa sebagai manusia kita tentunya tidak luput dari kesalahan.
Inti yang dapat saya ambil dari pemahaman saya terhadap modul ini adalah bahwa sebagai guru kita harus memiliki kesabaran luar biasa untuk mengesampingkan ego, mengambil sudut pandang murid dan berpikir jernih dan tajam dalam menganalisis, menghadapi, dan menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi di sekolah.
Hanya karena kita melakukan kesalahan bukan berarti kita bukan manusia. Layaknya ayam yang tak dapat terbang, bukan berarti ia bukan burung.