Cangkul, padi, bibit dan barang dagangan. Begitulah kehidupan yang dijalani sehari-hari oleh  penduduk Desa, sebuah Desa kecil di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pertanian adalah sektor yang dikembangkan untuk menyambung hidup serta meneruskan pendidikan di masa itu. Mereka sangat menggantungkan hidup pada alam dan harapan satu-satunya hanya  menjadi petani. Begitulah gambaran masa kecil dari K.H. Umar Zakaria yang akrab disapa (Ma haji), dimana beliau adalah sosok publik figur di masyarakat Desa Mekarjaya kabupaten Kuningan.
K.H. Umar Zakaria dilahirkan di Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciawi gebang Kabupaten Kuningan pada tanggal 3 Agustus 1970. Anak ke empat dari empat bersaudara, putra dari  Bapak Madhari. Latar belakang pendidikan formal beliau adalah SD, ketika masih duduk dibangku sekolah dasar beliau pernah tidak naik kelas, namun bukan lantaran kurang dalam nilai atau lain halnya atau bahkan hal-hal yang menjadi patokan tidak naik kelas di zaman sekarang, bahkan beliau terlahir dengan kecerdasan yang alami dan sering meraih nilai tertinggi diantara murid lainnya namun dikarnakan zaman dulu murid yang terlalu banyak sehingga yang naik kelas adalah anak-anak yang umurnya lebih tua.
Seiring berjalannya waktu Mahaji dipaksa dewasa dan mandiri sejak duduk di bangku sekolah dasar, Â sewaktu SD beliau mempunyai guru ngaji yaitu Kiyai Idi, selepas sekolah sampai sehabis isya Ma haji banyak menghabiskan waktu untuk belajar ngaji dan ilmu agama lainya, hingga seiring berjalannya waktu setelah menyelesaikan sekolah dasar beliau berangkat ke pondok pesantren. Lepas satu tahun mondok beliau kembali ke kampung halaman dan kembali belajar ilmu agama bersama Kiyai Idi kurang lebih satu tahun. Selama tinggaldikampung halaman dan menuntut ilmu agama akhirnya beliau kembali memutuskan untuk melanjutkan kembali pondok pesantren.
Sewaktu mondok Ma haji adalah salah satu santri yang rajin dan nurut terhadap kiyai karena yang beliau cari bukan hanya ilmu melainkan ridho dari sang guru sehingga beliau tumbuh menjadi orang hebat karna ridho orang tua dan sang guru.
Selesai kurang lebih tiga tahun di pondok pesantren Ma haji kembali ke kampung halaman dan menguatkan tekad untuk merantau ke Cirebon dan berjualan rujak buah disana untuk mencari rezeki dan menyambung hidup. Satu tahun usai di Cirebon kembali belajar ilmu agama bersama Kiyai Idi dan bukan hanya disitu bahkan beliau belajar hingga ke desa-desa tetangga mengayuh pedal sepeda tua menempuh perjalanan berkilo-kilometer demi mendapatkan ilmu dan ridho sang guru untuk bekal saat terjun di masyarakat dan mengabdi di jalan allah serta menyebarluaskan dakwah syi'ar islam.
Saat menginjak usia kuranglebih  dua puluh tahun,  Ma haji hijrah dari kampung halaman untuk mengabdi kepada masyarakat tepatnya di Dusun cimenang.Â
Pada tahun 1994 menginjak usia dua puluh tiga tahun beliau menikah dengan perempuan solehah yang bernama Ibu saodah. Pada saat itu Ma haji belum mempunyai tempat tinggal yang tetap hingga beliau numpang di rumah warga hingga empat kali berpindah-pindah tempat hingga di tahun berikutnya 1995 Ma haji di karuniai putri pertama yang bernama Fatimatuzahra dan pada tahun itu pun dibangunlah mushola atau tajug dengan nama mushola At-Taqwa Sumur asem, dan disamping mushola juga dibangun rumah tempat Tinggal Ma haji. Semuanya adalah tanah wakaf dari warga setempat yang memang mempercayai Ma haji sebagai tokoh agama di desa tersebut. Kemudian mulai banyak santri berdatangan yang ingin belajar mengaji dan ilmu agama kepada beliau begitupun masyarakat yang sangat antusias atas kehadiran beliau hingga Mahaji bukan di pandang hanya sebatas guru ngaji tapi bahkan beliau dianggap keluarga oleh masyarakat dengan karakter beliau yang baik.
Ditahun 2006 beliau mendapat rezeki dari niaga untuk beribadah haji bersama sang istri dan di tahun 2008 kembali dibangun madrasah sebagai fasilitas belajar santri-santri. Tidak cukup hanya disitu, beliau berjuang untuk agama dan mengabdi kepada masyarakat dengan jerit payah, pengorbanan tenaga fikiran beliau kerahkan selama tiga puluh satu tahun lamanya sehingga menciptakan santri-santri yang unggul dan bahkan bukan hanya sebatas guru ngaji, beliau adalah guru dan publik figur bagi masyarakat desa Mekarjaya ciawigebang Kabupaten Kuningan.
Hingga dalam empat tahun terakhir beliau mengalami sakit berat hingga banyak keluar masuk rumah sakit, hingga tepat pada tanggal 19 juni 2024 beliau menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit umum 45 kuningan. Demikian kisah biografi singkat K.H. Umar Zakaria ( Ma haji ) dan penulis berharap siapapun yang membaca Future singkat ini minta keiklasan doa untuk beliau AL-fatihah,,,,,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H