Mohon tunggu...
Manya Abdul
Manya Abdul Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga

Menulis tema-tema sosial meski merupakan ibu yang an-sos

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hal-Hal yang Bisa Dikatakan pada Anak tentang Bom di Makassar

28 Maret 2021   13:45 Diperbarui: 28 Maret 2021   13:56 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: www.pbs.org (How to Talk Honestly With Children About Racism)

Peristiwa bom di Makassar hari ini mengingatkan aku pada dirilisnya panduan bicara tentang terorisme dengan anak yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016 lalu. Aku harus siap jika setelah peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar, akan banyak pertanyaan yang muncul dari anak-anak. Peristiwa bom di Makassar sungguh menguji kesabaranku pada satu pagi yang awalnya baik-baik saja.

Sebetulnya, anak-anakku tidak biasa mengakses televisi maupun internet (sudah dibatasi parental control). Namun, tetap saja sebagai seorang ibu, aku selalu khawatir pada peristiwa seperti ini. Kami berlangganan koran Kompas dan anak seringkali menggunakannya untuk melatih kemampuan membacanya. Kadang, peristiwa-peristiwa besar lain juga didengar anak dari obrolan para orang dewasa di rumah, kemudian mereka akan mulai bertanya.

Salah satu yang paling aku hindari dalam berdiskusi dengan anak adalah berbohong. Jika ada pertanyaan berbentuk "benar enggak..." atau "benarkah..." yang menuntut orangtua menjawab benar atau salah, kuusahakan untuk menjawabnya dengan objektif dan jujur.

"Memang betul ya ada bom?"

"Iya, betul." Kurasa dampaknya akan tidak baik kalau orangtua denial tentang sebuah fakta buruk yang sungguh terjadi. Namun kelanjutannya, sebisa mungkin hindarkan dari isu dan spekulasi tertentu, tentang motif dan latar belakang pelaku, misalnya. Sebab, kadang anak lebih sigap dalam hal ini. Seperti yang terjadi padaku tadi pagi.

"Kok bisa ya? Kok tega?" Aku nyeletuk pada diri sendiri karena aku yakin tahu bahwa para pelaku tahu hari ini adalah Minggu Palma. Secara mengejutkan, anakku sudah menyusun motif sendiri di dalam kepalanya.

"Bisa dong, Ma. Kayak Mama enggak suka sama sesuatu, kan bisa orang itu (pelaku) enggak suka juga sama sesuatu." Ternyata, di kepala anak, sudah ada sebuah motif bahwa ada sebuah tindakan kontra, tindakan si pelaku melawan sesuatu yang kontra dengan dirinya. Hal itu agak mengejutkan sekaligus mencemaskan bagiku.

Setelah hal itu terlontar dari mulutnya, aku tahu persis bahwa aku harus memperpanjang waktu diskusi dengannya untuk mengantisipasi pikiran-pikiran lain yang diam-diam muncul di kepalanya dan bukan tidak mungkin berbahaya bagi dirinya.

Perbincangan aku dan anak berlanjut pada pemahaman bahwa apapun motif tindakannya, seseorang tidak bisa dengan seenaknya memaksakan kehendak atau kesukaan dengan cara kekerasan.

"Iya juga sih..." Anakku sepakat dan dengan mudah menerima hal tersebut.

Aku menyampaikan padanya bahwa kekerasan itu menimbulkan kerugian bagi banyak orang -- secara fisik dan secara mental. Kurasa penting untuk memberitahu anak-anak kecil bahwa manusia bisa terluka tidak hanya pada badannya, tetapi juga pada hatinya. Kalau hati seseorang terluka, ia bisa jadi sangat sedih dan kesedihan itu bisa mengganggu aktivitasnya, menghancurkan pekerjaannya. Dibantu contoh-contoh sederhana, anakku bisa paham dan sepakat dengan hal itu.

Contoh-contoh sederhana dari kehidupan sehari-hari itu juga sengaja kulontarkan untuk membantu menurunkan tegangan dalam diskusi tentang peristiwa buruk itu.

Aku sempat menjelaskan bahwa pada peristiwa bom di Makassar, banyak barang yang rusak serta orang yang terluka. Tentu aku tidak menjelaskan lebih lanjut tentang seorang korban tewas yang diduga merupakan pelaku. (Sumber)

"Siapa yang memasang bom itu?" Di mata anakku, tersirat kemarahan. Aku membiarkannya berekspresi seperti itu, tetapi mengupayakan menanggapi dengan nada bicara, tatapan, dan tindakan fisik yang menenangkan.

"Belum tahu." Aku sampaikan lebih lanjut padanya bahwa polisi butuh waktu untuk mengetahui hal itu. Kebetulan, anakku suka dengan cerita detektif. Ia tahu persis apa yang dimaksud dengan "penyelidikan". Untuk meyakinkannya tentang situasi ini, aku bilang padanya,

"Kalau ada kejadian besar seperti ini, polisi dan mungkin tentara akan menjaga tempat itu dan mungkin tempat-tempat lain supaya tidak terulang." Maksudku supaya anak tetap tenang dan terlindungi.

Kupikir ada baiknya melakukan diskusi tentang hal-hal yang meresahkan seperti peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar ini dengan anak. Tentu saja dengan penyesuaian pada bahasa dan jenis contoh-contoh yang diberikan. Pelajaran tentang hal-hal tidak mengenakkan bisa datang dari mana saja dan antisipasi bisa dimulai sejak dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun