Contoh-contoh sederhana dari kehidupan sehari-hari itu juga sengaja kulontarkan untuk membantu menurunkan tegangan dalam diskusi tentang peristiwa buruk itu.
Aku sempat menjelaskan bahwa pada peristiwa bom di Makassar, banyak barang yang rusak serta orang yang terluka. Tentu aku tidak menjelaskan lebih lanjut tentang seorang korban tewas yang diduga merupakan pelaku. (Sumber)
"Siapa yang memasang bom itu?" Di mata anakku, tersirat kemarahan. Aku membiarkannya berekspresi seperti itu, tetapi mengupayakan menanggapi dengan nada bicara, tatapan, dan tindakan fisik yang menenangkan.
"Belum tahu." Aku sampaikan lebih lanjut padanya bahwa polisi butuh waktu untuk mengetahui hal itu. Kebetulan, anakku suka dengan cerita detektif. Ia tahu persis apa yang dimaksud dengan "penyelidikan". Untuk meyakinkannya tentang situasi ini, aku bilang padanya,
"Kalau ada kejadian besar seperti ini, polisi dan mungkin tentara akan menjaga tempat itu dan mungkin tempat-tempat lain supaya tidak terulang." Maksudku supaya anak tetap tenang dan terlindungi.
Kupikir ada baiknya melakukan diskusi tentang hal-hal yang meresahkan seperti peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar ini dengan anak. Tentu saja dengan penyesuaian pada bahasa dan jenis contoh-contoh yang diberikan. Pelajaran tentang hal-hal tidak mengenakkan bisa datang dari mana saja dan antisipasi bisa dimulai sejak dini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H