Mohon tunggu...
Athiya Dyah Respati
Athiya Dyah Respati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030012/UIN Sunan Kalijaga

Penikmat karya seni, budaya, dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengemudi Becak Malioboro, dari Wajib Kenakan Batik, Kasus "Nuthuk", hingga "Tradisi Selasa Wagen"

23 Juni 2024   12:07 Diperbarui: 24 Juni 2024   05:45 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakde Sunaryo | Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Jalan Malioboro, pusat wisata di Yogyakarta yang namanya sudah tersohor hingga internasional. Oleh karena itu,  ada ungkapan yang mengatakan bahwa belum ke Yogyakarta jika belum berkunjung ke Malioboro.  

Melansir dari Kompas.com, Sejarawan Inggris, Peter Carey, dalam bukunya "Asal Usul Nama Yogyakarta-Malioboro", mengutip pernyataan Tichelaar yang menerangkan bahwa penamaan Malioboro diperkirakan berkaitan dengan bahasa Sanskerta, yakni "malya" yang berati "untaian bunga". Kemudian disempurnakan dengan kata "mlyabhara"  yang bermakna "dihiasi untaian bunga".

Ini berkaitan dengan konsep seremoni. Carey menyebut jalan tersebut sebagai "rajamarga" atau jalan kerajaan atau jalan raya seremonial. Malioboro yang membentang lurus dan membelah kota digunakan sebagai tempat masuknya para tamu, seperti Gubernur Jenderal, pejabat tinggi sipil dan militer eropa yang berkunjung ke Keraton sertatempat diadakannya perayaan-perayaan.

Selain sebagai pusat wisata, Malioboro termasuk ke dalam bagian sumbu filosofis Yogyakarta, menghubungkan Tugu Pal Putih atau Golong Gilig, Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak. 

Jalan Malioboro yang membentang dari utara hingga ke selatan sebagai penghubung menuju Pesanggarahan Gerjitawati yang disebut Ayogya atau Ayodhya, yang kini menjadi istana Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.


Dikutip dari artikel Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat berjudul "Sumbu Filosofi Yogyakarta, Pengejawantahan Asal dan Tujuan Hidup" menjelaskan, perjalanan dari Panggung Krapyak menuju keraton yang dihubungkan jalan Malioboro menggambarkan siklus hidup manusia konsep Sangkan Paraning Dumadi. Konsep ini memaknai perjalanan dari dalam kandungan, lahir, anak-anak, beranjak dewasa, menikah, sampai memiliki anak.

Dari Tugu Golong Gilig ke arah selatan menuju keraton yang juga terhubung dengan jalan Malioboro melambangkan golonging cipta, rasa, lan karsa untuk menghadap Sang Khalik (bersatunya seluruh kehendak untuk menghadap Sang Pencipta). 

Warna putih dipilih untuk melambangkan kesucian hati yang harus menjadi dasar bagi upaya itu. Gambaran manusia kembali menghadap Sang Khalik meninggalkan dunia yang fana menuju alam akhirat yang baka.

Dari penjelasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Malioboro juga dapat berarti penggunaan "obor" penerang, sesuai ajaran para wali. Jadi jalan Malioboro yang temasuk dalam sumbu filosofis Yogyakarta ini melambangkan keseimbangan dan keselarasan perjalanan hidup dan hubungan manusia baik terhadap sesama maupun dengan Tuhan Yang Maha Esa.

. . .

Malioboro memiliki beragam penawaran untuk wisata, mulai dari berbelanja mencari oleh-oleh, mengisi perut dengan berbagai variasi menu kuliner dengan makanan khas yakni gudeg, hiburan seperti rumah hantu dan live music di beberapa titik, mempelajari sejarah lewat museum terdekat contohnya Benteng Vredeburg, hingga merasakan sensasi berkeliling dengan bermacam-macam pilihan transportasi yang tersedia.

Transportasi di Malioboro ada dua jenis yaitu modern dan tradisional. Transportasi modern misalnya TJ atau Trans Jogja yang dapat mengantarkan hingga ke Ambarketawang, Gamping sesuai dengan jalur rute. Sedangkan untuk transportasi tradisional, terdapat delman atau andong serta becak.

Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Becak, transportasi tradisional menggunakan sepeda yang kini telah bertransformasi menggunakan motor. Becak yang mulanya menggunakan tenaga manusia karena digerakkan dengan mengayuh dianggap tidak manusiawi. 

Awal mula kedatangan becak di Indonesia pada akhir 1930an masa penjajahan, dibawa oleh seorang pedagang sepeda dari Jepang bernama Seiko-san yang tinggal di Makasar. Becak masuk ke Indonesia lewat Makasar menuju Batavia dari Singapura dan Hongkong. Penjelasan ini terdapat pada Koran Jawa Shinbun pada 20 Januari tahun terbit 1937.

Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Adanya becak di Malioboro menjelaskan jika transportasi tradisional ini masih terlestari. 

Terdapat hal yang berbeda dengan pengemudi becak di Malioboro yaitu penggunaan batik. Pemakaian batik ini rupanya terkait dengan peraturan daerah tentang pekerja di area Malioboro yang setiap Jumat wajib memakai batik sebagai bentuk pelestarian budaya. 

Batik yang digunakan dapat berupa seragam sesuai dengan kelompok pekerjaan masing masing atau bebas berdasarkan kepemilikan pribadi. Apabila tidak mengenakan batik, pekerja yang termasuk pengemudi becak Malioboro akan ditindak tegas oleh petugas dengan dipulangkan tidak boleh beroperasi.

Sunaryo yang kerap disapa Pakde, seorang pengemudi becak yang sudah bekerja selama 18 tahun. Sejak gempa Bantul 2006, Sunaryo telah menjadi pengemudi becak. 

Mulanya, Sunaryo adalah TKI yang bekerja di Brunei Darussalam selama 8 tahun. Kemudian pulang ke Indonesia untuk memperpanjang visa, akan tetapi terdapat alasan pribadi yang membuat Sunaryo berubah pikiran dan memutuskan untuk tetap di Indonesia dan tidak kembali ke Brunei Darussalam. Dari sini, Sunaryo mencari pekerjaan hingga memutuskan menjadi pengemudi becak Malioboro.

Pakde Sunaryo | Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Pakde Sunaryo | Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Sunaryo mengenakan batik yang dipadu padankan dengan jaket dan topi ketika bertemu pada Kamis, 20 Juni 2024. Sunaryo bercerita mengenai dirinya yang lupa hari sehingga menggunakan batik, "Hari ini tak pikir hari Jumat, saya lupa. Pakde baru inget pas udah sampai sini, jebul Jumat ijeh sesok, ya gapapa besok pakai batik yang lain lagi. Sekarang kan udah dipakai, wong batik ki nyaman lan apik." Menurut Sunaryo batik nyaman digunakan dan terlihat bagus.

Becak Malioboro memiliki penanda yang membedakan dengan becak lain di luar. Berupa bendera hijau yang di dapat dari pendaftaran pada Paguyuban Becak Malioboro Yogyakarta (PBMY) sehingga terdapat juga pembagian wilayah Malioboro  untuk "mangkal" becak. Pakde Sunaryo sendiri mendapat bagian wilayah sekitar Ramai Mall Malioboro. 

Becak saat ini lebih banyak yang independen kepemilikan sendiri berbeda dengan dahulu yang menggunakan sistim "juragan".

Penanda Becak Malioboro | Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Penanda Becak Malioboro | Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Bendera PBMY | Sumber: dokumentasi pribadi penulis 
Bendera PBMY | Sumber: dokumentasi pribadi penulis 

Pakde Sunaryo, warga asli Yogyakarta yang bertempat tinggal di Giwangan dekat stasiun berjarak tempuh dengan estimasi 20 menit menuju Malioboro. Setiap hari, Pakde Sunaryo menghabiskan bensin 1 liter untuk pulang pergi dan mengantar penumpang. Penghasilan yang didapat tidak menentu sekitar 50.000-250.000 per hari.

Pakde Sunaryo menjelaskan jika saat ini becak mengalami persaingan dengan kendaraan beraplikasi online yang mematok harga relatif lebih murah hingga dianggap tidak masuk akal. Namun begitu, Pakde Sunaryo yang telah berusia 58 tahun tetap menekuni profesi tersebut.

"Itung-itung timbang cuman nganggur diem aja di rumah, mending habisin sisa hidup dengan kegiatan positif ngebecak. Pakde ini sudah tua, mau ke mana lagi kalau bentar lagi juga mati, umur pakde 58 tahun 2 tahun lagi 60,  kan gak ada yang sampai 100 tahun to. Kalau gak becak apalagi, tenaga sudah mulai lemah. Kalau becak tiap setengah jam bisa istirahat. Jadi ringan, karena banyak istirahatnya," jelas Sunaryo.

Pakde Sunaryo menjelaskan jika memang pernah ada kasus "Nuthuk" atau mematok harga dengan tarif mahal dan tidak seharusnya yang terjadi di Malioboro baik itu dari pedagang, tukang parkir ataupun ongkos becak, namun hanya dilakukan oleh oknum  bukan keseluruhan pekerja Malioboro. Apabila becak yang sudah masuk PBMY tidak diperbolehkan melakukan tersebut kareana biasanya tarif sudah ada patokan antara yang dibuat dan disepakati bersama jadi harganya pasti serupa satu sama lain.

Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Dalam kehidupannya sebagai pengemudi becak, Pakde Sunaryo juga menanggapi mengenai tradisi Selasa Wagen yang ada di Malioboro. Tradisi tersebut dibenarkan keberadaannya dan sudah berjalan selama satu sampai dua tahun setelah Covid-19 antara 2022- 2023. Namun pada tahun ini tradisi tersebut belum diadakan. Dalam tradisi Selasa Wagen Malioboro, semua pengemudi kendaraan seperti Andong dan Becak diliburkan.

Pakde Sunaryo menambahkan, "Orang bilang, katanya Selasa Wagen adalah hari kelahiran pak gubernur, Sri Sultan Hamengkubuwono X jadi kendaraan diliburkan."

Dilansir dari TribunJogja.com, Selasa Wagen adalah tradisi "pembersihan" yang dilakukan masyarakat Malioboro oleh karena itu aktivitas pedagang kaki lima tanpa lapak dan kendaraan dihentikan dari pukul 06.00-22.00. 

Menurut Seketaris Daerah D.I.Y, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan jika Selasa Wagen merupakan transformasi dari kegiatan bersih-bersih para pedagang kaki lima dan pekerja Malioboro yang dilakukan secara besar-besaran menjadi kegiatan rutin untuk melestarikan, mengembangkan, serta memajukan D.I.Y.

Selain kegiatan kerja bakti membersihkan area Malioboro bersama-sama, Selasa Wagen juga menjadi sarana pameran dan panggung pertenjukan seperti yang terjadi pada Selasa, 12 Juli 2022 melalui Kesenian Sholawat Montro di depan Gedung BPD hingga eks Gedung KONI.

Pakde Sunaryo mengatakan jika ada sedikit kesedihan ketika Selasa Wagen dilakukan karena itu berarti tidak ada penghasilan yang masuk. Pakde Sunaryo berharap jika pemerintah baik daerah maupun pusat dapat lebih memperhatikan kesejahteraan para pengemudi becak dan transportasi tradisional Malioboro terutama terkait solusi persaingan dengan kendaraan yang menggunakan aplikasi online bertarif lebih murah.

Bantuan Presiden | Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Bantuan Presiden | Sumber: dokumentasi pribadi penulis

"Jumat bulan lalu, sekitar tanggal 24 Mei 2024 Pak Jokowi datang ke Istana Kepresidenan Yogyakarta, Gedung Agung itu lho. Nah beliau membagikan sembako, seumur hidup saya tidak ada presiden yang seperti itu mau berinteraksi dengan masyarakat dan berbagi. Kadang kala, malah saya dan teman-teman pernah ketika ketemu langsung ditanya profesinya apa lalu diberikan amplop bersisi uang senilai Rp 400.000,00. Saya harap presiden selanjutnya juga begitu, atau pemerintah daerah untuk kesehjahteraan," imbuh Pakde Sunaryo.

Sumber:

Dokumen wawancara pribadi milik penulis

https://yogyakarta.kompas.com/read/2021/03/07/120138478/sejarah-malioboro-jalan-yang-dihiasi-untaian-bunga?page=2.

https://www.kratonjogja.id/tata-rakiting/21-sumbu-filosofi-yogyakarta-pengejawantahan-asal-dan-tujuan-hidup/

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/10/01/becak-ibu-kota

https://historia.id/urban/articles/mengayuh-sejarah-becak-v50aD/page/1

https://jogja.tribunnews.com/2023/09/06/berita-foto-gelaran-tradisi-kangen-selasa-wagen-di-malioboro

https://www.antaranews.com/berita/2992541/kegiatan-seni-budaya-selasa-wagen-kembali-digelar-di-malioboro

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun