Mohon tunggu...
Athiya Dyah Respati
Athiya Dyah Respati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030012/UIN Sunan Kalijaga

Penikmat karya seni, budaya, dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Dari Kearifan Lokal "Nggenen Legen", Hingga Inovasi Produk Gula Jawa "Thekku"

22 Juni 2024   01:58 Diperbarui: 22 Juni 2024   02:11 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
proses pencetakan gula jawa, sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Sentra produksi kelapa dunia terletak  di lima negara yakni Indonesia, Filipina, India, Sri Lanka, dan Brasil. Hal ini berkaitan dengan Indonesia yang selalu menduduki posisi teratas sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia selama 5 tahun berturut-turut dari 2014-2018. 

Melansir dari Kompas.com berdasarkan data FAO tahun 2014-2018, Indonesia merupakan negara yang mampu menghasilkan kelapa butir dengan jumlah rata-rata mencapai 18,04 juta ton. 

Sedangkan, berdasarkan databoks 2022 Indonesia masih menempati posisi tersebut, meskipun mengalami penurunan hasil produksi menjadi 17,19 juta ton. Fakta ini juga yang membuat Indonesia menjadi produsen kelapa nomer satu di Asia Tenggara.

Kelapa di Indonesia tentu beragam pemanfaatannya. Tak hanya buah kelapa-nya saja, semua bagian dari pohon kelapa memiliki kegunaan masing-masing yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk keberlangsungan hidup. 

Tidak salah, jika pohon kelapa disebut sebagai tanaman kehidupan atau pohon seribu manfaat. Salah satu yang dapat dimanfaatkan dari pohon kelapa yakni cairan manis yang dihasilkan dari batang atau bunga yang disebut dengan nira.

Pengolahan nira dapat menghasilkan gula kelapa. Gula kelapa sendiri telah digunakan sejak ribuan tahun. Gula kelapa adalah pemanis alami yang sering digunakan pada masakan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Namun, seiring perkembangan zaman juga digunakan dalam masakan Eropa.

Di Indonesia, Gula kelapa disebut juga dengan gula merah atau gula jawa. Gula merah, sebutan yang di dapat dari ciri fisik gula kelapa yang berwarna coklat gelap kemerah-merahan. Sedangkan, sebutan gula jawa berasal dari pulau jawa yang menjadi sentra penghasil gula kelapa terbesar di Indonesia. 

Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta telah lama menjadi sentra gula jawa baik untuk lokal ataupun expor. Selain di dua provinsi tersebut, industri gula jawa juga berkembang di Jawa Barat dan Banten.

 sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek
 sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Gula jawa memiliki sejarah yang lebih jarang terulas daripada gula tebu, padahal banyak hal menarik yang bisa menambah insight baru. Dilansir dalam artikel karya Rizky Kusumo yang berjudul "Merebak Rasa dalam Rekam Jejak Gula Merah di Literatur Kesustraan Jawa" menjelaskan hal tidak terduga seperti jika kehidupan raja dan kawula Kesultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta sebelum Perjanjian Giyanti tahun 1755 erat kaitannya dengan gula jawa. 

Tak hanya itu, dalam artikel ini dijelaskan juga jika gula jawa merupakan simbol rukun iman umat islam yang berkaitan dengan kisah Sunan Kalijaga dengan Sunan Geseng.

Produksi gula jawa  sendiri telah menjadi kearifan lokal berbasis pangan untuk masyarakat, terkhusus wilayah Jawa. Kearifan lokal dapat dikaitan dengan budaya tertentu yang berkembang dan mencerminkan kehidupan di masyarakat. 

Dalam artikel Kompas.com, mengutip dari buku Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat (2015) karya Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, dan Rizka Halida, kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-menurun.

Produksi gula jawa pada masyarakat Yogyakarta disebut dengan nama "Nggenen Legen" yang memiliki arti memasak nira atau terkadang disebut juga dengan "Nitis". Gula jawa telah menjadi sumber ekonomi untuk masyarakat, contohnya seperti di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I.Y. 

Bagi warga Kokap, nggenen legen tidak hanya sekadar aktivitas memasak nira, akan tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang selalu dilakukan. Bahkan beberapa warga menyampaikan jika nggenen legen telah menjadi budaya yang akan diwariskan secara turun temurun agar terlestari hingga ke generasi berikutnya.

"Saya dapat ilmu nggenen legen dan cara membuat gula jawa ini dari ayah, almarhum,Marto Dinomo yang sebelumnya belajar pada kakek, almarhum Todikromo. Jadi sudah turun temurun harus dilestarikan," jelas Kasinah, pembuat gula jawa asal Hargorejo, Kokap.

Menurut warga, nggenen legen juga menjadi takaran tanggung jawab yang memisahkan tugas antara wanita dan laki-laki. Biasanya, aktivitas nggenen legen dilakukan oleh wanita karena pria telah bekerja sebagai penderes atau orang yang memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira menggunakan wadah yang terbuat dari potongan bambu dengan dihubungkan tali. Ini mencerminkan nilai yang ada di kehidupan masyarakat Jawa. 

Pria sebagai kepala keluarga harus mampu mencari nafkah sekalipun melakukan pekerjaan berat. Sedangkan wanita sebagai pengurus rumah tangga yang juga banyak melakukan kegiatan di dapur. Nilai lain yang juga tercermin dalam proses pembuatan gula jawa nggenen legen yaitu kerja sama antara wanita dan pria.

Siti Murni pembuat gula jawa Hargomulyo, Kokap mengatakan, "Saya yang nggenen legen, suami yang nderes atau mengambil nira. Jadi ada kerja sama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini bisa dijadikan sebagai hal yang baik karena ada unsur saling membantu."

Unsur lain yang terbentuk dalam produksi gula jawa yaitu interaksi sosial dan hubungan masyarakat yang tercipta melalui aktivitas distribusi dan perdagangan gula jawa antara pembuat, pengepul, dengan pelanggan.

Sri Sudarmi, warga lokal yang juga menjadi konsumen gula jawa mengungkapkan, "Saya biasa membeli gula jawa Bude Siti Murni yang masih satu pedukuhan dan gulanya asli tanpa campuran aneh-aneh. 

Biasanya gula jawa dijual melalui warung atau pasar terdekat, tetapi saya lebih suka membeli ke produsennya secara langsung dating ke rumahnya. Selain karena lebih murah dan jarak yang dekat, sekaligus dapat menjadi sarana menjalin silaturahmi dan komunikasi bertukar informasi."

proses pencetakan gula jawa, sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek
proses pencetakan gula jawa, sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Proses pembuatan gula jawa atau nggenen legen meliputi penuangan nira ke kuali besar untuk dimasak menggunakan kayu bakar hingga mendidih sembari diaduk secara terus-menerus kurang lebih 1,5 sampai 2 jam dengan gerakan satu arah agar tidak menggumpal hingga berubah menjadi kental dengan warna kecoklatan. Kemudian dituangkan pada cetakan yang biasa terbuat dari tempurung kelapa atau disebut dengan batok lalu didiamkan hingga mengeras. Sehingga membentuk setengah bola.

Saat ini, gula jawa mengalami perkembangan dan memiliki ragam bentuk mulai dari cair hingga bubuk. Menurut Rizky Kusumo dalam artikelnya, Kulon Progo menjadi primadona penghasil gula jawa bagi pasar tradisional Yogyakarta dan Solo. Dua faktor inilah yang melahirkan inovasi UMKM Gula Pothek "Thekku".

sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek
sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Gula Pothek "Thekku" adalah produk gula jawa terbuat dari nira kelapa asli tanpa tambahan pengawet dan pemanis buatan yang dicetak membentuk balok kecil seperti bentuk pada coklat batangan dengan dua varian rasa yaitu original dan jahe. Produk ini dapat dikonsumsi langsung dengan air panas sebagai minuman ataupun tambahan untuk masakan.

UMKM Gula Pothek "Thekku" bermula dari Lomba Inovasi Karang Taruna pada tahun 2020 di Turi, Sleman. Diusulkan oleh anggota Karang Taruna Kusuma Sakti Hargomulyo, Kokap yang berjumlah 12 orang (kelompok HM 12). Berawal dari rumusan mengenai potensi gula jawa yang banyak diproduksi pada daerah tersebut oleh warga setempat, kemudian dibuatlah sebuah inovasi untuk meningkatkan nilai jual gula jawa konvensional menjadi Gula Pothek.

Nama "Thekku" merupakan akronim dari Gula Pothek Kulon Progo. Selain itu dalam Bahasa Jawa kata "thekku" memiliki makna milikku, mengindikasikan kebanggaan dan rasa syukur atas pemberian Tuhan berupa potensi alam yang kaya di  Hargomulyo, Kokap dalam wujud pohon kelapa bahan baku dari gula jawa.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari UMKM Gula Pothek "Thekku" adalah menaikkan nilai jual Gula Jawa Konvensional menjadi Gula Pothek, sehingga dapat mensejahterakan Petani khususnya bagi Penitis/Pengrajin Gula Jawa yang ada di Kalurahan Hargomulyo. Selain itu meningkatkan Pendapatan Karang Taruna Kusuma Sakti melalui kegiatan Usaha Ekonomi Produktif yang nantinya uang dari hasil penjualan dapat mensejahterakan anggota dan bermanfaat bagi kegiatan-kegiatan Sosial di Masyarakat.

Metode dalam pemasaran Gula Pothek dengan cara pre-order (Membuat list pesanan masuk terlebih dahulu kemudian hari ke 3 barang dapat di distribusikan), Untuk Promosi saat ini sudah merambah ke pasar online dengan memasarkan Produk Gula Pothek di Aplikasi Belabeliku milik Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Kulon Progo. Disamping itu juga promosi melalui kegiatan Pameran Ekonomi Kreatif yang diikuti oleh Kelembagaan di Kalurahan Hargomulyo. Untuk omzet rata-rata yang dihasilkan dari penjualan Gula Pothek yaitu Rp.500.000/bulan.

"Harapan kami Gula Pothek "Thekku" sebagai usaha berbasis sosial (sociopreneur) dapat memberikan manfaat bagi sesama dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya di Kalurahan Hargomulyo. Sedangkan untuk endala atau kesulitan yang kami alami hingga saat ini adalah menjaga stabilitas proses produksi Gula Pothek dan Pemasaran yang masih kurang dalam penjualan ke konsumen tetap.," ujar Bangun, salah satu perintis UMKM Gula Pothek "Thekku".

Gula Pothek "Thekku" sudah mengantongi sertifikat halal dan nomer BPOM. Produk ini memiliki dua macam packaging, pertama melalui kotak kerdus untuk yang berbentuk balok seperti coklat berisi 12 potong dan kedua melalui toples untuk yang berbentuk balok kecil kemasan seperti permen dengan isi yang lebih banyak. 

sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek
sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Terdapat filosofi dari 12 potong gula dalam satu kemasan Gula Pothek "Thekku", berupa 4 unsur karunia tuhan dan 8 pedoman bertingkah laku untuk menjadi manusia yang baik.

 Setiap potongan melambangkan manusia sebagai pemimpin di muka bumi dengan tujuan memayu hayuning bawana (memperindah kehidupan dengan kebaikan) yang diberikan karunia oleh Tuhan berbentuk empat hal yaitu cipta (daya nalar dan kreativitas), rasa (nurani), karsa (tekad dan kesungguhan), dan karya (kerja nyata).

Manusia juga dapat berperilaku dengan berpedoman pada delapan laku terpuji (Asta Brata): laksana Matahari yang dapat memberi motivasi dan energi positif; Bulan yang tindakannya dapat menyejukkan dan menentramkan; Bintang yang dapat memberi petunjuk bagi sekeliling, Angin yang peka dan sadar kondisi sekitar, serta bertindak dengan kehati hatian; Api yang berani menghadapi rintangan Air yang dapat beradaptasi dengan berbagai keadaan; Bumi yang dapat mengayomi dan menghargai masyarakat dan lingkungan, dan Awan yang tegas dalam bersikap sesuai pada norma.

sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek
sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun