Mohon tunggu...
Athiya Dyah Respati
Athiya Dyah Respati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030012/UIN Sunan Kalijaga

Penikmat karya seni, budaya, dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Dari Kearifan Lokal "Nggenen Legen", Hingga Inovasi Produk Gula Jawa "Thekku"

22 Juni 2024   01:58 Diperbarui: 22 Juni 2024   02:11 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
proses pembuatan gula jawa, sumber: dokumentasi pribadi UMKM Gula Pothek "Thekku"

Tak hanya itu, dalam artikel ini dijelaskan juga jika gula jawa merupakan simbol rukun iman umat islam yang berkaitan dengan kisah Sunan Kalijaga dengan Sunan Geseng.

Produksi gula jawa  sendiri telah menjadi kearifan lokal berbasis pangan untuk masyarakat, terkhusus wilayah Jawa. Kearifan lokal dapat dikaitan dengan budaya tertentu yang berkembang dan mencerminkan kehidupan di masyarakat. 

Dalam artikel Kompas.com, mengutip dari buku Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat (2015) karya Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, dan Rizka Halida, kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-menurun.

Produksi gula jawa pada masyarakat Yogyakarta disebut dengan nama "Nggenen Legen" yang memiliki arti memasak nira atau terkadang disebut juga dengan "Nitis". Gula jawa telah menjadi sumber ekonomi untuk masyarakat, contohnya seperti di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I.Y. 

Bagi warga Kokap, nggenen legen tidak hanya sekadar aktivitas memasak nira, akan tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang selalu dilakukan. Bahkan beberapa warga menyampaikan jika nggenen legen telah menjadi budaya yang akan diwariskan secara turun temurun agar terlestari hingga ke generasi berikutnya.

"Saya dapat ilmu nggenen legen dan cara membuat gula jawa ini dari ayah, almarhum,Marto Dinomo yang sebelumnya belajar pada kakek, almarhum Todikromo. Jadi sudah turun temurun harus dilestarikan," jelas Kasinah, pembuat gula jawa asal Hargorejo, Kokap.

Menurut warga, nggenen legen juga menjadi takaran tanggung jawab yang memisahkan tugas antara wanita dan laki-laki. Biasanya, aktivitas nggenen legen dilakukan oleh wanita karena pria telah bekerja sebagai penderes atau orang yang memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira menggunakan wadah yang terbuat dari potongan bambu dengan dihubungkan tali. Ini mencerminkan nilai yang ada di kehidupan masyarakat Jawa. 

Pria sebagai kepala keluarga harus mampu mencari nafkah sekalipun melakukan pekerjaan berat. Sedangkan wanita sebagai pengurus rumah tangga yang juga banyak melakukan kegiatan di dapur. Nilai lain yang juga tercermin dalam proses pembuatan gula jawa nggenen legen yaitu kerja sama antara wanita dan pria.

Siti Murni pembuat gula jawa Hargomulyo, Kokap mengatakan, "Saya yang nggenen legen, suami yang nderes atau mengambil nira. Jadi ada kerja sama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ini bisa dijadikan sebagai hal yang baik karena ada unsur saling membantu."

Unsur lain yang terbentuk dalam produksi gula jawa yaitu interaksi sosial dan hubungan masyarakat yang tercipta melalui aktivitas distribusi dan perdagangan gula jawa antara pembuat, pengepul, dengan pelanggan.

Sri Sudarmi, warga lokal yang juga menjadi konsumen gula jawa mengungkapkan, "Saya biasa membeli gula jawa Bude Siti Murni yang masih satu pedukuhan dan gulanya asli tanpa campuran aneh-aneh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun