Negeri ibu pertiwi adalah julukan yang disematkan untuk Tanah Air Indonesia. Negeri yang juga dikenal dengan Nusantara ini, memiliki satu tradisi bermakna yang disebut dengan 'Kenduri' atau Masyarakat Jawa menyebutnya dengan 'Genduren'. Kenduri juga memiliki nama lain, yaitu kepungan.
"Kata Kenduri diambil dari Kanduri dalam bahasa Persia memiliki arti sebagai upacara makan-makan atau perjamuan," menurut Agus Sunyoto, pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, pada suatu konferensi internasional.
Makanan dalam upacara adat Kenduri memiliki beragam sebutan seperti Sega Berkat, Sega Besek, Sega Dang, serta Sega Ater-ater. Sega Berkat disebut demikian karena masyarakat meyakini makanan tersebut telah diberkati lantaran diberikan setelah didoakan. Sega Besek merujuk pada tempat yang digunakan berupa besek atau wadah dari anyaman bambu berbentuk kubus.Â
Sego dang merujuk pada nasi yang dimasak menggunakan dandang besar dengan tungku dan kayu bakar. Sega ater-ater berarti nasi yang dihantarkan. Ini merujuk pada tradisi di masa lampau, tuan rumah atau seorang utusan yang akan menyelenggarakan pernikahan mengundang tokoh terhormat dengan berkunjung langsung ke rumahnya sembari membawakan sepaket nasi dan lauk dalam wadah besek atau bakul.
Kenduri sendiri merupakan upacara adat yang telah diwariskan sejak dahulu untuk memperingati suatu peristiwa, acara, maupun perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dengan landasan aspek religi dan dihubungkan sebagai bentuk penghormatan terhadap alam.Â
Menurut Mokhamad Mahfud, dosen Sejarah Peradaban Islam Fakultas Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga, "Kendurian atau kenduren adalah tradisi dari zaman walisanga yang salah satunya dipopulerkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga ketika berdakwah Islam dengan memodifikasi tradisi Sesajen kepercayaan umat Indonesia kala itu sehingga tidak dihilangkan dan tetap dilestarikan. Namun diganti dengan kalimat toyibah dan tahlil."
Dilansir dari video youtube berjudul "Mengenal Tradisi Kenduri"- milik akun Balong menjelaskan, bahwasannya Kenduri sudah ada sejak sebelum agama masuk di Nusantara dan telah menjadi mekanisme sosial untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Kenduri menjadi sarana berkumpulnya masyarakat Indonesia.Â
Lazimnya, acara doa pada Kenduri dihadiri oleh laki-laki dan dipimpin oleh pemangku adat ataupun tokoh agama yang dituakan dan dihormati. Sementara itu, para wanita biasanya menghadiri acara memasak pada kenduri. Tak sekadar sarana bertegur sapa, wanita juga menjadikan Kenduri sebagai arena untuk saling bertukar informasi.
Masyarakat Yogyakarta biasa menyebut kegiatan hadir dan turut serta dalam Kenduri dengan "Rewang" dan "Njagong". Rewang adalah kata dari bahasa Jawa yang memiliki arti membantu. Kenduri merupakan wujud dari nilai saling tolong menolong, kerja sama, dan gotong royong. Sedangkan "Njagong" dapat diartikan sebagai duduk. Ini merujuk pada kegiatan masak-masak yang dilakukan sembari duduk dan berbincang-bincang bersama. Ada juga istilah "Sinoman" yang memiliki arti sama dengan Kenduri.