Mohon tunggu...
Andri Setiawan
Andri Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku Membaca Maka Aku Ada

Kemampuan terbesar manusia adalah bergosip dan berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Relevansi Antara Konsep Ibnu Khaldun dengan Sosial Politik Indonesia Menuju Perubahan Kekuasaan Tahun 2024"

19 Juni 2021   22:47 Diperbarui: 19 Juni 2021   23:42 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan


Lengsernya rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998 memberikan pengharapan yang sangat besar kepada bangsa Indonesia. Harapan itu berupa sejuknya rasa kebebasan dan indahnya keluar dari keterkungkungan tekanan yang membelenggu setelah hampir selama tiga dekade. Rakyat Indonesia ditekan oleh kepentingan penguasa, perlakuan subordinatif terhadap hak-hak asasi manusia, dan terutama hukum yang menjadi kendaraan politik karena hanya merupakan kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berkompetisi yang hanya berorientasi untuk kursi kekuasaan tanpa memikirkan nasib rakyatnya.

Setelah angin reformasi itu berhembus sebagai tonggak kemenangan kaum reformis ternyata sejumlah persoalan yang krusial terutama dalam bidang hukum muncul. Pada satu sisi ada keinginan kuat untuk memposisikan hukum sebagai 'mercusuar', artinya segala permasalahan yang muncul harus diselesaikan secara hukum sehingga hukum yang idealitanya sebagai "tool of social enginering" dapat terwujud. Pada sisi yang lain ada keinginan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang selalu mengapresiasi pluralitas, kebebasan, dan hak asasi manusia. Kondisi semacam ini disebabkan oleh karena ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi dua dimensi yang berbeda ini.

Selain di bidang hukum, akibat dari reformasi itu adalah tersedianya ruang besar dalam bidang politik (the free public sphere). Hal ini dapat dibuktikan dengan begitu banyaknya partai politik yang bermunculan beberapa bulan pasca reformasi tersebut, bak cendawan di musim hujan. Partai-partai itu baik yang berideologi nasionalis maupun berasaskan Islam baik secara substantif maupun simbolik. Beberapa partai politik khususnya yang berideologi Islam mencoba untuk menumbuhkan kembali diskursus tentang penerapan syari'at Islam di Indonesia, yaitu dengan memakai Al-Qur'an dan hadist sebagai dasar negara yang mana hal itu dilakukan untuk menarik dukungan massa terutama yang memandang bahwa segala sistem pemerintahan harus diberlakukan dengan menggunakan sistem Islam.

Memang, pembicaraan mengenai hubungan agama dan negara, sistem politik Islam, dan relasi Islam dengan ketatanegaraan merupakan tema yang sangat menarik untuk dibicarakan pada konteks kekinian. Sehingga sangatlah wajar jika pada dekade terakhir ini kajian tentang hubungan agama dan negara cukup intens dilakukan melalui gerakan-gerakan intelektual maupun kultural untuk mewujudkan renaissance Islam serta untuk membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang universal dan kffah.

Banyak buku dan arikel yang berbicara tentang tema ini dan satu sama lain sekan menunjukkan corak kompetitif dikarenakan metodologi yang dipakai sangat beragam. Tetapi ironisnya 'persaingan ilmiah' terebut terkadang mengabaikan perbedaan antara yang ilmiah dengan yang ideologois atau antara fakta sejarah dengan yang semata-mata keinginan subyektif, baik yang terkandung dalam wacana itu sendiri maupun pada wacana-wacana rujukan yang mereka gunakan. Padahal tema 'agama dan negara' adalah tema yang rentan dengan kepentingan politik dan tunduk pada kebutuhan serta logika politik.

Selama ini, terdapat tiga klasifikasi umat Islam dalam kaitannya dengan hubungan Islam dan tata negara. Pertama, yang berpendapat bahwa Islam bukankah sistem tentang hubungan manusia dan Tuhan saja seperti dalam pengertian Barat, namun Islam adalah suatu agama yang sempurna menyangkut pengaturan segala aspek kehidupan manusia  termasuk kehidupan bernegara. Kedua, aliran yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Ketiga, aliran yang berpendirian bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan yang "ready for use" akan tetapi Islam hanya menyediakan seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Aliran ini merupakan jalan penengah antara kedua aliran sebelumnya.

Tulisan singkat ini akan menelisik persoalan sistem politik Islam dengan mengkaji pemikiran Ibnu Khaldun, karena pemikirannya dianggap sudah mampu merepresentasikan beberapa konsep intelektual Muslim di bidang sistem politik Islam ditambah dengan keunggulan yang dimiliki oleh Ibnu Khaldun dalam membuat formulasi yang tidak hanya bersumber dari aspek normatif (tekstual) tetapi juga mendasarkan pada aspek sosial, budaya, dan geografis. Dengan menggunakan pendekatan sosio-hostoris, secara sistematis pembahasan akan dimulai dengan memaparkan pemikiran Ibnu Khaldun tentang sistem politik Islam dilanjutkan dengan relevansi antara konsep Ibnu Khaldun dengan sosial politik Indonesia dan diakhiri dengan catatan penutup.

Riwayat Hidup


Abd. Al-Rahman Ibnu Khaldun lahir di Tunis pada awal ramadlan 732 H, atau 27 mei 1332 dan meninggal di Kairo pada 17 maret 1406. Nenek moyangnya berasal dari Hadramaut yang kemudian bermigrasi ke Sevilla (Spanyol) pada abad ke-8 setelah semenanjung itu dikuasai Islam. Keluarga yang dikenal pro Umayyah ini selama berabad-abad menduduki posisi tinggi dalam politik di Spanyol sampai akhirnya hijrah ke Maroko beberapa tahun sebelum Sevilla Jatuh ke tangan penguasa Kristen pada tahun 1224. Setelah itu mereka tetap menetap di Tunisia.

Karena itulah, Ibnu Khaldun sebenarnya hidup pada masa kegelapan Islam, yakni sejak jatuhnya Spanyol ke tangan penguasa Kristen. Pada masa ini memang lebih dikenal sebagai masa pembukuan dan pensyarahan dari khazanah intelektual Islam terhadap era ke emasan Islam, terutama pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Hal ini disebabkan, Islam masih dalam tahap perkembangan dan perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun