Mohon tunggu...
Erna Setiani
Erna Setiani Mohon Tunggu... Novelis - Experience is The Best Teacher (Tukang Mikirin Masa Depan di Kamar Sendirian) CEO @Manungsa03

Instagram: @ernasetiani03 Email: Manungsa03@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bawa Perasaan 1

28 Maret 2024   10:35 Diperbarui: 28 Maret 2024   11:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen 'Bawa Perasaan' merupakan beragam kejadian di masyarakat seputar perasaan 'suka' yang sering kali tiba-tiba saja muncul dalam satu waktu tanpa melibatkan proses yang begitu panjang. Sebab terkadang, perasaan itu hadir hanya sebentar saja dan biasanya melibatkan alasan atau faktor tertentu kenapa perasaan itu bisa ada; baik karena rasa kagum, kedekatan saat itu, kondisi hati, maupun ketertarikan fisik belaka. Beragam. Bahkan mungkin, dari sini kita benar-benar paham bahwa yang namanya hati memang bisa berbolak-balik, dan perlu telaah yang dalam untuk dapat mendeteksi seberapa ingin kita mengenal dan bertahan dengan seseorang. Definisi rasa itu fluktuatif, benar adanya, kan? Dan pada intinya, sering kali manusia hanya terbawa perasaan pada moment tertentu saja.

***

Siang hari bersamaan dengan sinar terik dari sang surya, membuat dahaga siapa pun pasti ingin segera disiram oleh unsur dingin yang penuh rasa. Mulai dari rasa manis yang berasal dari buah asli ataupun hanya perasa buatan, rasa asam yang punya gairahnya tersendiri, sampai yang meletup-letup karena bersoda. Membayangkan air berwarna itu mengalir ... membasahi tenggorokan, ditambah pula sensasi dari es yang segar sudah dapat dibayangkan akan segera membuat euphoria yang melenakan setelah penatnya sesi belajar di kelas. Apalagi sudah berurusan dengan mata pelajaran yang paling mematikan seantero bahan gosip para pelajar. Apalagi? Selain salah satu dari sekian banyaknya mata pelajaran yang di mana selalu mampu menguras otak sehingga sel-selnya bekerja seperti zaman Romusha. Sudah pasti, Dia; Si Matematika.

Bel istirahat yang bergema, menjadi penanda yang sangat akurat bagi para anak sekolahan di sekitar keramaian gedung pendidikan yang saling bertetangga dengan macam jenis namanya yang sudah sangat dihafal oleh masyarakat sekitar, baik yang background-nya swasta maupun yang background-nya negeri. Bertepatan di sekitaran kawasan dekat salah satu kecamatan, Bandung Selatan itu.

Minuman penyegar, tapi bukan yang memabukkan tentunya. Hanya menjadi penenang sementara. Tapi paling utama sebagai kebutuhan manusia di kala haus itu tiba. Sekaligus pendamping setia dari beragam jenis jajanan makanan. Karena tak lengkap jika ditinggalkan. Bisa-bisa mati sebab dehidrasi. Tenggorokan seret, sampai melarat, bahkan bisa kejer karena pedas dari seblak kesukaan masyarakat Bandung yang sangat dominan disukai para gadis remaja, tidak bisa diusir oleh hanya sekadar ludah yang ditelan saja. Tak heran, minuman merupakan salah satu alternatif pilihan yang sangat dicari oleh anak remaja sekolah, dari banyaknya outlet dan pedagang kaki lima sekitaran area istirahat mereka.

Salah satu siswi dengan sangat antusias menyeberang dari gedung sekolahnya menuju tempat favoritnya baru-baru ini. Padahal, teman-temannya sudah berkumpul di kantin yang lokasinya berada di dalam kawasan  sekolah. Hanya dia yang memilih keluar wilayah sekolah demi untuk merasakan sapaan hangat dari seorang pegawai yang baru beberapa bulan belakangan ini mampu membuatnya terpesona. Berawal dari sapaan yang terdengar manis saat dirinya pertama kali membeli minuman di outlet tersebut dengan cita rasa Red Velvet .

"Kang, biasa ya. Red Velvet-nya satu," ucap siswi tersebut tanpa alih-alih caper sama sekali. Dia memang pandai mengatur ekspresi agar Si Target tidak mengenali signal hatinya yang sebenarnya sedang menggebu-gebu.

"Eh, Neng Tia. Siap, laksanakan!" balas lelaki itu. Dia sibuk ke sana kemari dengan ditemani rekannya yang berambut panjang nan gagah penuh wibawa, kulitnya yang putih mampu menciptakan perbandingan sengit antarkeduanya.

Pembeli hari ini nampak seperti biasa. Ramai. Tia tahu kalau dia harus menunggu beberapa menit untuk dapat segera dilayani. Lelaki dengan rambut kelimisnya yang tertutup ikat kepala bercorak batik, serta lesung pipi yang cukup dalam, yang jikalau tersenyum itu terlihat sudah biasa memancarkan aura positif meski kulitnya tidak secerah rekan kerjanya.

Tia menunggu sambil melihat sekitaran bersama dengan para pembeli lainnya yang didominasi oleh para kaum Hawa. Kebanyakan dari mereka bergerombol, sungguh berbeda dengan dirinya yang datang hanya sendirian. Di antara yang lain pun adalah mereka yang merupakan siswa dan siswi sekolah tetangga. Hal seperti ini sudah biasa baginya. Mengingat memang di kawasan itu berdempet sekolah-sekolah dari berbagai jenjang juga. Dan menjadi fenomena yang menguntungkan untuk para pedagang sekaligus para kaum remaja yang ingin mengincar lawan jenisnya dengan rasa yang berbeda. Biasanya ketika berdesakan di satu outlet, timbullah benih-benih cinta yang bermula dari perkenalan tak sengaja di antara para pelajar itu. Sisi positifnya bertambah teman.

Tia masih mengamati sekelilingnya. Sesekali dia melihat lamat-lamat lelaki itu dengan bibir yang beberapa kali tersenyum begitu saja, tanpa bisa ia kendalikan. Baru setelahnya dia tahu kalau pesanannya sudah sedia ketika suara manis lelaki itu menyadarkan lamunannya.

"Terima kasih, Kang Abay." Tia memberinya uang pas seharga minuman tersebut.

"Sama-sama." Abay tersenyum seperti biasanya. Dia tak sadar kalau senyuman itu membuat hati Tia hanyut. Tia mengangguk dan buru-buru pergi. Padahal, sebenarnya dia ingin sekali waktu sedikit lebih melambat. Berhadapan dengan Abay secara langsung membuat gejolak candu di hati Tia. Hanya saja, perasannya yang tak karuan itu membuat dia jadi salah tingkah dan selalu ingin cepat-cepat pergi agar perasaan geli di dadanya itu terhenti.

Ketika sudah berada dekat gerbang sekolah pun, Tia masih menolehkan pandangannya pada outlet minuman itu. Tia tidak akan lupa waktu pertama kali mengenal Abay. Saat itu, di sore hari. Siang yang cerah, tiba-tiba hujan, dan mereka berada di outlet hanya berdua sampai sore. Abay membuka percakapan ringan lebih dulu. Memory di kepala Tia masih sangat mengingatnya dengan jelas. Saat di mana Tia pikir, Tia jatuh hati untuk pertama kalinya.

Di kepalanya masih terekam nasihat dari lelaki berumur sekitaran 24 tahunan tersebut tentang kewajiban manusia dalam menuntut ilmu. Dia berpesan pada Tia kalau hendak melanjutkan kuliah, haruslah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu supaya dapat berguna di masa mendatang. Bukan tanpa sebab Abay berkata demikian. Itu karena Abay adalah salah satu dari pemuda yang tidak bisa melanjutkan kuliahnya di saat dia sangat ingin. Dan entah mengapa, cerita Abay waktu itu sungguh menyentuh hati Tia yang merupakan seorang siswi kelas 12. Ada motivasi yang seolah-olah menyeruak penuh semangat dalam hati Tia setelah mendengarnya. Tia, yang tadinya hanya ingin melanjutkan kuliah atas tuntutan orang tua. Jadi lebih mantap untuk mengerucutkan keinginannya lagi lalu menyeriusinya. Seperti kata Abay, "sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat. Dan kewajiban kita sebagai manusia adalah senantiasa menuntut ilmu sekaligus senantiasa bersyukur".

Tia dan Abay adalah bukti dari perbedaan cara pandang dalam menyikapi hidup. Tia yang selalu difasilitasi orang tua. Tapi sering sekali tidak mensyukurinya. Tapi Abay kebalikannya dari Tia. Ketawakalan Abay kepada Rabb-nya terlihat dari sikapnya sehari-hari. Murah senyum dan tidak terlihat mengeluh ketika  bekerja. Dia juga tidak gengsi. Tia sangat menyukainya. Namun, rasa suka itu lenyap begitu saja ketika Tia sudah semakin disibukkan dengan banyaknya kegiatan akhir sekolah dan juga persiapan kuliah. Sekarang, Tia hanya tersenyum dari kejauhan ketika melihat Abay tengah sibuk bekerja.

Teman-teman Tia pun merasa heran melihat perubahan gadis tersebut dan sesekali menyindir kebiasaan Tia yang tidak lagi sering membeli minuman ke depan sekolah. Tia hanya tersenyum simpul. Dia ingat pada suatu malam di kamarnya. Entah mengapa, dia geli sendiri mengingat betapa excited-nya dirinya setiap bertemu Abay. Dan sekarang, perasaan itu tidak bertumbuh. Tidak menetap. Tapi kembali mengempis seperti sebelumnya, biasa saja. Tia sadar, perasaan itu hanya  reaksi dari kekaguman Tia ketika Abay bercerita kepadanya dengan nasihat yang mampu menyentuh hati Tia.

Tepat di hari kelulusan, setelah selebrasi bersama teman-temannya. Tia berencana untuk menyapa Abay sebagai wujud perpisahan. Tia keluar dari gerbang sekolah dengan tangannya yang memegang tali tas gendongnya di kedua sisi. Tia seperti akan menghadapi masa lalu yang tidak berlanjut itu. Dan anehnya, cuaca di hari itu sama persis seperti saat Tia membeli minuman untuk pertama kalinya di outlet tempat Abay bekerja. Dengan langkah mantap, Tia menyebrang jalanan. Tia dapat melihat lelaki itu tengah berbincang dengan rekan kerjanya sambil tertawa-tawa. Lalu, pandangan Abay terpusat pada Tia yang menghampirinya. Senyumnya nampak semakin manis. Senyuman itu khusus untuk Tia yang sekarang menuju ke arahnya. Seharusnya hati Tia berkecamuk hebat. Biasanya Tia juga sedikit malu-malu. Namun, sekarang sudah berbeda. Tia bahagia melihat Abay tak berubah. Penuh semangat. Dan di hari itu, perbincangan cukup panjang terjadi sembari Abay melayani pesanan Tia yang sengaja membeli lebih banyak untuk keluarganya di rumah. Rekan Abay pun menimpali obrolan mereka sesekali. Tia senang mendapatkan double semangat dan doa dari lelaki berkulit putih itu.

Hari itu, Tia pamit dengan perasaan seperti Bunga yang baru saja mekar. Sebelum benar-benar pergi, Tia menatap outlet minuman itu sambil tersenyum lebar. Dalam hati, dia tertawa. Ia mengingat betapa lugunya perasaan waktu itu, yang hanya bersifat sementara. Akan tetapi, menyemangatinya sampai sekarang. Membekas. Menjelma menjadi dorongan motivasi dari dalam diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun