Mohon tunggu...
Erna Setiani
Erna Setiani Mohon Tunggu... Novelis - Experience is The Best Teacher (Tukang Mikirin Masa Depan di Kamar Sendirian) CEO @Manungsa03

Instagram: @ernasetiani03 Email: Manungsa03@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Label Tukang Selingkuh di Anak Organisasi, Benar apa Bener?

23 Maret 2024   11:14 Diperbarui: 23 Maret 2024   11:15 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada yang udah sering denger gak sih, soal 'Label' yang katanya seolah sudah mendarah daging bagi kalangan anak organisasi tertentu?

Untuk kalangan anak organisasinya sendiri, biasanya udah gak asing lagi dengan beragam karakter individu yang dapat terdeteksi dari background organisasi mereka masing-masing. Semisal dari cara bicara, berpakaian, sikap sosial, pandangan hidup, prioritas, dan kecenderungan topik obrolan yang biasanya udah dapat kebaca banget tuh, Si Dia anak organisasi mana. Termasuk, perihal Label Tukang Selingkuh. Sebab rata-ratanya kasus di lapangan pasti kebanyakannya 'Si Dia' itu anak organisasi anu.

Karena biasanya suatu habit itu tercipta dari seberapa seringnya kita mengulang suatu perilaku dalam komunitas tertentu atau lingkungan tertentu di keseharian, menganggap diri sebagai bagian dari organisasi tersebut yang menimbulkan suatu kecenderungan identitas khusus dan bahkan, bisa menyangkut seberapa intens-nya pula seseorang bersosialisasi dengan lawan jenisnya sehingga menimbulkan pola kebiasaaan sekaligus beragam keputusan yang bisa saja keluar dari batasan-batasan.

Bener,  apa bener banget, nih? Mmm .... Yuk, kita Check beberapa kemungkinan kenapa anak organisasi lebih rentan terhadap tindakan perselingkuhan. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

1. Humble

        Alasan yang pertama, yups. Humble.

         Gak aneh kan kalau kita kenal sama anak organisasi, satu kali ketemu aja rasanya tuh berasa udah kenal bertahun-tahun. Saking udah biasa aja akrab sama orang-orang. Seperti udah biasa Say hello duluan, SKSD meski kadang gak nyambung-nyambung amat, langsung ngobrol panjang lebar sambil ketawa-ketiwi, berusaha masuk satu sama lainnya untuk dapat saling berbaur dan bekerja sama saat itu juga; yang ke semua itu tuh merupakan suatu hal lumrah kita temui dari sikap anak-anak organisasi. Makanya tak heran kalau antaranak organisasi tuh biasanya langsung enjoy dalam berhubungan sosial.

          Tapi ... ada tapinya, nih. Humble ini pula yang membuat anak organisasi mudah dekat satu sama lainnya. Gak ada tuh, alibi-alibi sulit PDKT. Karena biasanya kemampuan mereka untuk mendekatkan diri pada lawan jenis tuh udah bagian dari bentuk spontanitas yang memang kalau ngomongin negatifnya, bisa berubah menjadi rasa suka yang begitu cepat. Hihihi. Cukup serem ya, apalagi dikemas oleh kata 'Profesionalisme' dalam suatu organisasi yang terbiasa menganggap satu sama lain sebagai kawan tanpa sekat.

2. Anggapan Satu Keluarga

          Saking dekatnya, di dalam suatu organisasi itu udah lumrah saling menyatakan diri sebagai saudara meski bukan kandung. Alias satu organisasi itu adalah satu keluarga yang harus bisa saling support dan identik dengan kebersamaan yang erat. Meskipun ya ... kadang mah, dijadikan suatu alasan untuk minta bantuan padahal di belakangnya ada tujuan. Hehehe. Sama-sama berusaha mengeratkan hubungan pribadi juga. Ups.

          Karena bahu membahu ketika yang lain butuh pertolongan biasanya seolah suatu keharusan agar tercipta keharmonisan. Cieee, keharmonisan deketan tuh, biasanya. Dan sering pula, karena kebiasaan botram bersama. Maka percik-percik rasa semakin menggeliat saja yang kemudiannya saling mengakui istilah adik-kakak-an, supaya kelihatan netral. Mwehehehe.

3. Merasa Perfect/Senioritas

          Gak dipungkiri bahwa masuk organisasi itu tidak lain juga adanya unsur ajang keren-kerenan.  Di mana eksistensi seseorang diakui lebih luas di mata khalayak umum. Seperti halnya rasa spesial ketika memakai baju kebanggaan organisasi, mendapatkan perhatian dan pengakuan lebih ketika sedang beraktivitas sehingga seseorang sangat senang untuk menunjukkan dirinya. Alhasil, rasa percaya diri itu tersalurkan dalam sebuah laku menarik perhatian lawan jenis. Merasa penuh kebanggaan diri yang dikemas dengan tampilan Perfect; entah saat beretorika maupun dalam bergaya. Meskipun sudah mempunyai pasangan, tak jadi rem untuk tidak bersikap demikian. Dan bertambah superioritas ketika seorang individu sudah berkecimpung lama di organisasi tersebut sehingga keinginan untuk menjadikan anggota baru sebagai targetnya dalam mencari perhatian sangatlah besar.

4. Memang dasarnya niat nyari Jodoh

          Masuk ke dalam suatu komunitas, pasti sudah dapat dibayangkan bahwa kita akan bertemu dengan banyak orang dan membangun suatu relasi. Dan organisasi dijadikan ajang peruntungan yang kemudiannya, karena sudah terbiasa dengan pola regenerasi dalam suatu komunitas. Akhirnya menciptakan ketidakpuasan terhadap pasangan sendiri karena seringnya bertemu beragam orang dengan kelebihan yang berbeda sehingga terus menimbulkan rasa penasaran dikarenakan beranggapan bahwa nanti juga akan mudah bertemu orang baru, lagi dan lagi; ditambah dengan merasa punya skill dalam berinteraksi. Sebab dipikirnya, ketika belum ingin serius dengan pasangan. Maka solusinya adalah terus mencari. Walaupun sadar bahwa tindakan kecil dalam suatu pendekatan terhadap lawan jenis adalah tindakan perselingkuhan yang terselubung halus.

          Alasan 'mencari jodoh' sering kali ditafsirkan sebagai usaha terus mencoba. Mudah membuang jika bosan, dan mencari pengganti untuk mendapatkan kesegaran. Nyatanya, tidaklah demikian bukan? Karena hubungan itu tentang belajar berkomitmen dan saling mewujudkan kebahagiaan dalam penerimaan. Bukan malah mengadopsi banyak cadangan dan dikatakan sebagai tekhnik memperbanyak cabang tapi bersikap egois dengan tetap ingin mempertahankan pusatnya. Woy, itu selingkuh namanya.

Namun, mesti diingat ya. Bahwa keempat point barusan hanya ada pada para Oknum. Ingat! Para Oknum saja. Anak organisasi sejati mana ada yang kek begituan, kan? Karena sesungguhnya, di setiap tempat pasti selalu ada kemungkinan-kemungkinan yang sama. Tidak bisa menggeneralisir seluruhnya. Meskipun terkadang kita jadi parno karena kemungkinan-kemungkinan tadi merupakan kemungkinan rata-rata. Tapi harus diingat juga, bukan berarti tidak ada sosok setia yang begitu Perfect di kehidupan nyata, bukan? Aamiin, semoga yang baca bisa mendapatkan pasangan yang bisa menghargai suatu hubungan dan tetap teguh pendiriannya. Tidak keblinger angin sepoy-sepoy yang mengaku hanya sebagai teman dekatnya saja. Hihihi.

Eitsss, yang udah gereget nih mau spill anak organisasi mana yang sering terlabel sebagai Si Tukang Selingkuh. Boleh ya, cerita di komen. Piiisss!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun