Rawamangun 1979Â
Berawal dari pembelian rumah tua dibelakang rumah itu, maka luas bagian belakang kedua rumah yg terpadu itu dibuatlah kolam ikan dengan pancuran air yg tertata apik dan kesan sejuk.Â
Sang pemilik yg sedang menunggu kelahiran puteri ke2nya sangatlah betah duduk disamping kolam sambil memandang ikan koi yg berenang dengan anggun. Kadang sang pemilik rumah hingga lewat tengah malam, dan malah terkadang tertidur dibangku samping kolam itu. Â
Lama kelamaan keanehan terjadi, sang pemilik sering tersenyum sendiri dan terkadang berbicara dengan seseorang yg seisi rumah tak pernah melihatnya selain dia sendiri. Dan saat ngobrol itu, wangi bunga cempaka sangatlah kuat dan menebar ke seluruh ruangan.
Sang istri yg melihat suaminya berbicara achirnya bertanya:Â
IP (Istri Pemilik): Bersama siapa koko ngobrol?Â
P (Pemilik) : Oh, cuma teman yg dulu pernah tinggal dirumah yg kita beli.Â
IP : Pantas tadi koko suruh pulang, dia bilang rumahnya disini. Aku juga bisa mendengar jika kebetulan keadaan hening.Â
P : Iya, kasihan dia, sebatang kara ditinggal ortunya pulang ke Kedoya.Â
IP : Sudahlah koko, jangan kau berbuat yg aneh2, ingat anakmu didalam perut sudah bulannya. Dulu aku tak pernah bisa mendengar atau melihat hal2 yg diluar nalar, tetapi sejak kandungan ini berumur 3 bulan, aku juga bisa melihat dan bisa mendengar yg koko lihat dan koko dengar. Tapi gadis itu menghilang saat aku bersama koko. Pasti cantik dia ya Ko, gadis Betawi kan Ko?Â
P : Iya, aku cuma kasihan dan coba untuk menyuruhnya pulang ke Kedoya, kerumah ortunya.Â
Achirnya, keponakanku yg sedang hamil tua itu mengadu kerumah Oma nya (ibuku).Â
Setelah duduk, mulailah keponakanku berkisah :Â
Oma, bojoku kedanan wong alus, saben mbengi pacaran nganti isuk (Oma suamiku ter gila2 orang halus, tiap malam pacaran sampai pagi). Â
Yo wis, sesuk aku tak nginep omahmu, tak omongane lanang wedok (Ya sudah, besok aku menginap dirumahmu, aku akan tegur yg laki dan perempuan. Â
Entah bagaimana caranya, aku juga kurang paham, pada malam Jumat Kliwon lewat magrib, sekitar jam 19.00, tangis sedih gadis yg katanya Anak Ambar itu terdengar seisi rumah, simbok pembantu kedalon itu bertanya: Sing nangis sopo? Kok mreres rasane atiku. (Yg menangis siapa? Kok menyedihkan sekali).Â
Hingga pukul 20.00 terdengarlah ringkik kuda dan krincingannya berhenti didepan rumah. (Mana ada kuda delman ditengah kota saat itu, sudah dilarang Gubernur Sutiyoso.Â
Dan TANGIS DAN GEMRINCING KUDA DELMAN ITU MENGHILANG DIKEJAUHAN. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H