Oleh : Mansurya Ginting Manik,
# Pegiat Pendidikan
    Ramai pemberitaan dimedia cetak maupun elektronik termasuk juga dijagad media sosial, berita tentang Gubernur Sumatera Utara Letnan Jendral TNI (Purn) H.Edy Rahmayadi, menjewer tamunya didepan tetamu yang lain. Peristiwa ini terjadi pada Senin (27/12/2021) di rumah dinas Gubernur Sumatera Utara saat acara pemberian tali asih (bonus) atlet peserta PON XX Papua. Di video yang diunggah di kanal youtube Kompas.Com (Pelatih Biliar kesal karena dijewer dan diusir Gubernur Edy Rahmayadi) terlihat Edy Rahmayadi memanggil salasuatu tamu undangan dan menanyakan posisi tamu tersebut sebagai apa dan mengapa tidak bertepuk tangan atas pidato yang disampaikan Edy Rahmayadi. Setelah dijawab oleh tamu yang diketahui namanya adalah Khairudin Aritonang bahwa dirinya adalah Pelatih olahraga Biliar, Edy Rahmayadi langsung menjewer serta mengatakan: "pelatih nggak tepuk tangan, tak cocok dia jadi pelatih ini". Dengan nada menegur Edy Rahmayadi melanjutkan kalimatnya :" berdiri yang benar kau, sontoloyo..!". atas perlakuan tersebut, Khairudin Aritonang langsung pergi dari hadapan Edy Rahmayadi. Selanjutnya Edy Rahmayadi berkata: " udah pulang, tak usah dipanggil lagi, kalau nggak sur (suka) keluar, tak usah disini".
      Menelaah peristiwa tersebut, ada beberapa hal menarik untuk dibahas. Pertama; peristiwa jewer-menjewer bukanlah sesuatu hal yang luar biasa jika dilakukan dalam suasana senda gurau. Dalam permainan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak, bagi peserta yang kalah ada  hukuman yang disepakati dalam bentuk dijewer telingannya. Kalau dalam suasana serius, seseorang dijewer karena orang tersebut tidak berprestasi atau melakukan kesalahan dan lalai melaksanakan amanah yang diembannya. Dengan demikian, dijewer adalah bentuk hukuman terhadap orang yang kalah, orang yang tidak berprestasi, orang yang melakukan kesalahan dan tidak amanah, dengan maksud memotivasi orang tersebut untuk menjadi lebih baik.
Berbeda dengan Edy Rahmayadi, beliau malah menjewer Khairudin Aritonang orang yang telah beprestasi mendidik atlet Biliar Provinsi Sumatera Utara untuk mendapatkan medali pada PON XX Papua. Alasannya karena Khairudin Aritonang tidak bertepuk tangan ketika tetamu yang lain bertepuk tangan atas pernyataan yang disampaikan Edy Rahmayadi. Padahal tepuk tangan atau tidak tepuk tangan atas suatu pernyataan adalah Hak Asasi Manusia yang tidak boleh dirampas. Tidak boleh ada paksaan seseorang bertepuk tangan atau tidak bertepuk tangan atas suatu pernyataan. Tepuk tangan terhadap suatu pernyataan adalah bentuk rasa, sama dengan tertawa, tersenyum, menangis, malu, adalah bentuk rasa. Menjadi wajar jika Khairudin Aritonang merasa dipermalukan atas perlakuan Edy Rahmayadi terhadap dirinya.
kedua; Edy Rahmayadi membuat kriteria baru tentang kelayakan seorang pelatih olahraga Biliar. Pernyataan Edy Rahmayadi "pelatih nggak tepuk tangan, tak cocok dia jadi pelatih ini" dan langsung menjewer pelatih Biliar menunjukan Edy Rahmayadi tidak paham dunia olah raga. Kalau bercermin dari peristiwa ini bisa jadi carut marut PSSI pada masa kepemimpinannya, Timnas tersingkir di babak penyisihan pada piala AFF 2018, sampai muncul kalimat "Edy Out" karena salasuatu kriteria pelatihnya harus bisa  tepuk tangan ketika Edy Rahmayadi memberikan pidato.
Ketiga; mempermalukan orang lain tidak dibenarkan dari sisi apapun, apalagi motifnya karena ingin dihormati oleh orang lain. Banyak kisah bijak yang dapat ditiru bagaimana agar orang lain tidak menjadi malu, contohnya kisah Imam Hatim Al-Asham nama lengkapnya adalah Abu Abdul Rahman Hatim bin Alwan, seorang ulama besar dari Khurasan, wafat tahun 237 H mendapat julukan Al-Asham (yang tuli). Julukan ini didapatkan karena pada suatu hari datanglah seorang perempuan bertanya padanya tentang urusan agama. Tanpa sengaja perempuan tersebut dihadapan Imam Hatim mengeluarkan kentut yang terdengar bunyinya. Perempuan itupun menjadi malu dan salah tingkah. Namun Imam Hatim berkata : " Hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kau bicarakan". Imam Hatim berpura-pura tuli agar perempuan tersebut menyangka bahwa Imam Hatim tidak mendengar bunyi kentutnya. Lalu perempuan itu mengulangi ucapannya dengan keras dan Imam Hatimpun menjawab dengan suara agak keras pula. Orang yang sedang malu saja diupayakan agar tidak dipermalukan apatah lagi orang yang berprestasi, haruslah diapresiasi. Awalnya nikmat jika mampu mempermalukan orang lain, tetapi bagi yang dipermalukan akibatnya akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan dendam yang tidak berkesudahan. Bijaksana adalah hal yang utama dalam diri seorang pemimpin, kitab suci ummat Islam Alquran memberi tuntunan " Maka berkat rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal". (QS : 3: 159).
Wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H