Mohon tunggu...
Man Suparman
Man Suparman Mohon Tunggu... Jurnalis - Rakyat NKRI

Rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

[Jargon Politik] Rayuan Gombal

14 Januari 2019   08:00 Diperbarui: 14 Januari 2019   08:03 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TANGGAL 17 April 2019, bangsa Indonesia akan melaksanakan pemilu (pemilihan umum). Pemilu tersebut, pemilu terumit di dunia, terutama bagi kakek-kakek, nenek-nenek dan kaum jompo, karena saat yang sama harus lima kali memilih, yaitu memilih presiden/wakil presiden, anggota DPR - RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DPD-RI.

Seusai surat suara dicoblos, dimasukan ke dalam kotak suara yang terbuat dari kardus yang sampelnya jebol ketika diduduki salah seorang Dandim di Jatim. 

Setelah itu, tinggal menunggu beberapa hari, siapa yang terpilih menjadi presiden/wakil presiden, dan siapa-siapa saja yang terpilih menjadi wakil rakyat yang terhormat dan tentu saja perillakunyapun diharapkan terhormat.

Hiruk-pikuk sebelum tiba kepada saatnya pencoblosan, keseharian kita disugugi berbagai pemandangan alat peraga kampanye alias APK. APK ini, bertebaran dimana-mana di tempat-tempat keramaian di atas jalan dmembentang antara ditiang listrik/telepon, membentang antara pepohonan, di depan WC-WC umum, bahkan menggantung diawang-awang seperti mengawang-ngawangnya jargon-jargon politik yang diperdagangkan kepada rakyat.

Jargon-jargon politik itu, sungguh menggelitik pikiran-pikiran. Apa betul jika nanti jadi wakil rakyat akan seperti itu, seperti jargon politik yang diperdagangkan, apa hanya sekedar kebohongan dan pembodohan  bagi rakyat atau membodoh-bodohi rakyat sebagai rayuan gombal, setelah duduk di kursi berjas dasi lupa terhadap tubuhnya sendiri yaitu rakyat yang telah memilihnya.

Dari sekian banyak jargon politik yang terlihat di kota kecil tempat tinggal penulis yang diperdagangkan oleh para calon anggota legislatif, yang cukup menggelitik pikiran seperti "Politik Bersih Rakyat Sejahtera", "Berjuang Sepenuh Hati Untuk Rakyat", "Jelata Manggung Bukan Pura-pura Merakyat", dan sekianribu  jargon-jargon politik menghiasi awang-awang dimana jargon-jargon politk itu, dibentangkan, diperdagangkan.

Mencermati jargon-jargon politik tersebut, menggugah timbulnya banyak pertanyaan, diantaranya, "Apakah masih ada rakyat yang percaya terhadap rayuan-rayun gombal jargon-jargon politik seperti itu ?" Boleh jadi kalaupun melaksanakan hak plih hanya sekedar melaksanakan kewajiban sebagai warga negara dari pada tidak memilih. Begitu, barangkali

000

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun