3. Situasi Pembangunan Generasi Muda Papua
Kebangkitan pembangunan generasi muda Papua di era kekinian ini merupakan urgensi dalam mengejar ketertinggalan yang diperparah oleh kenyataan demografis bahwa orang Papua sedang menjadi minoritas. Menurut Widjojo (2009:47) bahwa secara kuantitatif, pertumbuhan pesat penduduk pendatang membuat orang asli Papua (OAP) menghadapi perubahan radikal yang mengakibatkan dislokasi dan displacement.
Situasi ini digambarkan pula melalui hipotesis yang paling populer dalam menggambarkan penyebab kesenjangan antar wilayah menurut Acemoglau dan Robinson (2012:51-59), yakni hipotesis geografi, yang menyatakan bahwa jurang pemisah Negara terkaya den termiskin di dunia tercipta oleh perbedaan kondisi dan lokasi geografis. Montesquieu[1] mengatakan bahwa masyarakat yang hidup di iklim tropis cenderung pemalas dan enggan memakai otaknya untuk belajar. Akibatnya, mereka enggan bekerja keras dan berinovasi, dan itulah menyebabkan mereka miskin (marginal). Masyarakat yang malas cenderung diperintah oleh penguasa berwatak zalim, dan itu menunjukkan bahwa Negara beriklim tropis bukan hanya menjadi biang budaya malas, tetapi sekaligus menyebabkan keterpurukan ekonomi dan kediktatoran. Pandangan selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit-penyakit di daerah tropis seperti malaria turut memberi dampak yang sangat buruk terhadap kesehatan dan produktivitas tenaga kerja. Penyakit-penyakit tropis menumbuhkan penderitaan dan tingkat kematian bayi yang sangat tinggi. Pada umumnya penyakit dipicu oleh kemiskinan dan ketidakmampuan (ketidakmauan) pemerintah untuk mengambil langkah strategis yang diperlukan untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan.
4. Penguatan Generasi Muda Papua
Generasi muda Papua perlu mendapat penguatan dalam rangka daya saing bangsa. Untuk itu, menurut Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI,[2] bahwa guna merespons perubahan pada era Industri 4.0, pemerintah telah bersiap dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0,[3] sebagai strategi Indonesia memasuki era digital saat ini. Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengelompokkan lima industri utama yang disiapkan untuk Revolusi Industri 4.0. Lima industri yang jadi fokus implementasi Industri 4.0 di Indonesia, yaitu (1) industri makanan dan minuman, (2) tekstil, (3) otomotif, (4) elektronik, dan (5) kimia.[4] Menurut Presiden, kelima industri tersebut ditetapkan menjadi tulang punggung guna meningkatkan daya saing. Lima sektor tersebut juga dinilai dapat menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru berbasis teknologi. Memang, era Industri 4.0 sudah menghadirkan pabrik cerdas karena kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) (news.detik.com, 2018).Â
Pernyataan Presiden Jokowi di atas menjadi dasar penguatan generasi muda Papua. Generasi muda atau generasi milenia merupakan generasi cerdas yang berusia 21-30 tahun merupakan sebuah usia produktif di Papua. Untuk itu, Â generasi muda Papua harus membawa perubahan yang lebih baik. Generasi milenial[5] Papua merupakan generasi muda yang dapat memberikan kemajuan terhadap kemajuan Tanah Papua. Generasi milenial Papua diharapkan mampu memiliki pemikiran yang lebih inovatif, kreatif, dan kritis. Hal ini dikarenakan generasi muda pada saat ini tumbuh pada era teknologi yang semakin canggih dan memudahkan gaya hidup para milenial. Generasi milenial saat ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi, berpikir secara modern dan berpikir maju ke depan serta memiliki moral yang tinggi.