Mohon tunggu...
Mansar Hugo
Mansar Hugo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Literasi Menuju Manusia Cerdas: Perspektif Kritis Pendidikan Guru di Wilayah 3T

26 November 2018   10:30 Diperbarui: 26 November 2018   10:33 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilihan peserta didik (siswa)  dalam menghabiskan waktu istirahat di kantin daripada perpustakaan menunjukan, bahwa kegiatan membaca belum menjadi suatu hal yang menarik bagi peserta didik. Lebih lanjut, sekolah sebagai bagian utama dalam penumbuhan budaya membaca, tidak semua mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk menciptakan lingkungan ramah baca bagi peserta didik (siswa). 

Selain itu, sangat sedikit sekolah yang mengapresiasi kegiatan membaca sebagai bagian dari prestasi peserta didik. Tidak hanya dalam hal membaca, dalam hal menulis, sekolah juga belum dapat memfasilitasi ruang kreasi peserta didik untuk menungkan ide dalam bentuk tulisan di lingkungan sekolah. Mading sekolah yang sepi dari goresan tinta kreatif peserta didik dalam mengembangkan kreasi tulis-menulis, menjadi saksi bisu lemahnya budaya menulis di sekolah.

Kondisi lain yang turut mempengaruhi lambannya budaya membaca dan menulis adalah faktor guru. Menurut Supiadi (2016:4-5) bahwa guru biasanya hanya terfokus pada buku guru sebagai pegangan dalam mengajar dan menerangkan materi dengan menuliskannya di papan tulis atau menerangkannya secara lisan. 

Hal tersebut terjadi karena guru beranggapan bahwa buku pegangan yang digunakan dalam pembelajaran adalah satu-satunya sumber belajar. Guru sebagai figur yang patut dicontoh dan ditiru juga belum memberi banyak contoh dalam kegiatan membaca dan menulis (literasi).

Guru lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kelas atau ruang guru daripada membaca di perpustakaan sekolah. Guru juga sangat sedikit memproduksi karya tulis seperti, PTK (Penelitian Tindakan Kelas), opini, artikel, jurnal, buku pengayaan, dan atau buku umum. Hal tersebut menunjukan, bahwa di dalam diri seorang guru, budaya membaca dan menulis (literasi) belum menjadi bagian dari aktivitas untuk merawat nalar.

DESKRIPSI GERAKAN LITERASI

III.1 Literasi

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang  menyertainya. 

Namun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. 

Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian dari budaya.

 Literasi adalah kemampuan berkomunikasi (menyampaikan dan menerima informasi) melalui bahasa. Bahasa dalah media komunikasi yang diciptakan manusia; bahasa memiliki makna, aturan dan struktur (bdk.Suciati, dkk., 2015:4; Warami, 2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun