Sadar akan segera datang ambulance ke rumah itu Abang sedikit berpikir untuk mereka adegan di TKP. Dengan sigap abang buka pakaian Mirna dan Rangga seakan mereka sedang melakukan mesum. Ya.... sangat mudah Abang melepas pakaian mereka karena nyawa mereka sudah melayang.
Kejadian selanjutnya seperti yang Bunda sudah tahu, sekarang Abang disembunyikan di sini oleh Ayah. Abang disembunyikan dari panggilan sidang peradilan. Sidang itu hanya dihadiri pengacara yang ayah bayar. Seminggu kemudian tersebar berita bahwa sepasang muda mudi dibunuh saat melakukan hubungan terlarang di sebuah rumah tua.
Saat berita itu tersebut Abang merasa puas dan bangga dengan perjuangan Ayah. Tapi minggu ini abang mendapat berita yang tidak kalian sampaikan, bahwa yang kalian hadapi di persidangan hanya satu keluarga, yaitu keluarga Mirna. Kalian tidak menceritakan bahwa Rangga adalah benar kakaknya Mirna. Di sunyinya Vila ini, dalam kesendirian Abang mengingat kembali cerita Mirna. Dia memiliki saudara kembar yang sudah diusir oleh ayahnya sejak SD. Dia diusir untuk mempertanggungjawabkan kesalahan Mirna. Saat mereka kecil Mirna menjatuhkan gentong abu jenazah neneknya. Dan ayahnya sangat marah, untuk menghindari Mirna dari hukuman ayahnya, maka Rangga pun mengambil alih tanggung jawab dari kesalahan Mirna. Sejak hari itu Rangga di usir dan entah tinggal di mana. Beberapa bulan lalu Mirna bercerita bahwa dia berjumpa kakaknya, ternyata dia tinggal bersama Nenek dari ibunya yang sudah meninggal.
Jadi Rangga yang Abang tikam dan Mirna yang Abang cabut juga nyawanya adalah benar bersaudara. Bunda, mereka tidak bersalah. Bunda, Abang terus teringat tatapan Mirna sejenak sebelum melayang nyawanya. Abang masih mengingat jelas wajah Rangga yang hangat hendak memeluk Abang. Wajah Rangga yang kesakitan saat Abang putar tongkat baseball runcing di dalam perutnya.
Bunda, Abang sangat menyesal. Abang sangat merasa bersalah. Bunda, Abang minta izin sama bunda, Abang Minta maaf sama Bunda. Abang harus menyusul mereka untuk meminta maaf.
Bunda, Abang pamit ya....Abang ingin Bunda peluk Abang dulu sepertu dulu.Bunda, Abang pamit. Mohon bunda mengerti dan semoga kita bisa kembali berjumpa disana.
Air mata pun menetes di Pipi Bu Warsih setelah membaca sepucuk surat yang diambil dari genggaman jasad Marwan yang tergantung di di ruang tengah sebuah vila mewah milik ayahnya, vila mewah milik seorang petinggi di lingkungan Kejaksaan Negeri kota tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI