Mohon tunggu...
Manjaro Pai
Manjaro Pai Mohon Tunggu... Freelancer - Ayahnya Manjaro

Every day for us something new Open mind for a different view And nothing else matters (Metalica)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Bunda

19 Maret 2021   15:47 Diperbarui: 19 Maret 2021   15:54 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadar akan segera datang ambulance ke rumah itu Abang sedikit berpikir untuk mereka adegan di TKP. Dengan sigap abang buka pakaian Mirna dan Rangga seakan mereka sedang melakukan mesum. Ya.... sangat mudah Abang melepas pakaian mereka karena nyawa mereka sudah melayang.

Kejadian selanjutnya seperti yang Bunda sudah tahu, sekarang Abang disembunyikan di sini oleh Ayah. Abang disembunyikan dari panggilan sidang peradilan. Sidang itu hanya dihadiri pengacara yang ayah bayar. Seminggu kemudian tersebar berita bahwa sepasang muda mudi dibunuh saat melakukan hubungan terlarang di sebuah rumah tua.

Saat berita itu tersebut Abang merasa puas dan bangga dengan perjuangan Ayah. Tapi minggu ini abang mendapat berita yang tidak kalian sampaikan, bahwa yang kalian hadapi di persidangan hanya satu keluarga, yaitu keluarga Mirna. Kalian tidak menceritakan bahwa Rangga adalah benar kakaknya Mirna. Di sunyinya Vila ini, dalam kesendirian Abang mengingat kembali cerita Mirna. Dia memiliki saudara kembar yang sudah diusir oleh ayahnya sejak SD. Dia diusir untuk mempertanggungjawabkan kesalahan Mirna. Saat mereka kecil Mirna menjatuhkan gentong abu jenazah neneknya. Dan ayahnya sangat marah, untuk menghindari Mirna dari hukuman ayahnya, maka Rangga pun mengambil alih tanggung jawab dari kesalahan Mirna. Sejak hari itu Rangga di usir dan entah tinggal di mana. Beberapa bulan lalu Mirna bercerita bahwa dia berjumpa kakaknya, ternyata dia tinggal bersama Nenek dari ibunya yang sudah meninggal.

Jadi Rangga yang Abang tikam dan Mirna yang Abang cabut juga nyawanya adalah benar bersaudara. Bunda, mereka tidak bersalah. Bunda, Abang terus teringat tatapan Mirna sejenak sebelum melayang nyawanya. Abang masih mengingat jelas wajah Rangga yang hangat hendak memeluk Abang. Wajah Rangga yang kesakitan saat Abang putar tongkat baseball runcing di dalam perutnya.

Bunda, Abang sangat menyesal. Abang sangat merasa bersalah. Bunda, Abang minta izin sama bunda, Abang Minta maaf sama Bunda. Abang harus menyusul mereka untuk meminta maaf.

Bunda, Abang pamit ya....Abang ingin Bunda peluk Abang dulu sepertu dulu.Bunda, Abang pamit. Mohon bunda mengerti dan semoga kita bisa kembali berjumpa disana.

Air mata pun menetes di Pipi Bu Warsih setelah membaca sepucuk surat yang diambil dari genggaman jasad Marwan yang tergantung di di ruang tengah sebuah vila mewah milik ayahnya, vila mewah milik seorang petinggi di lingkungan Kejaksaan Negeri kota tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun