Mohon tunggu...
Manjaro Pai
Manjaro Pai Mohon Tunggu... Freelancer - Ayahnya Manjaro

Every day for us something new Open mind for a different view And nothing else matters (Metalica)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Bunda

19 Maret 2021   15:47 Diperbarui: 19 Maret 2021   15:54 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum selesai apa yang Mirna akan jelaskan Abang sudah memotongnya , "Ah...dasar pelacur....cerita apa pun dari mulut sepertimu tidak akan bisa dipercaya lagi".

Melihat Abang sangat emosi, Rangga tersenyum dan menghampiriku. Ya nama lelaki bejat  tak tahu diri itu adalah Rangga. Dia tersenyum dan menghampiri Abang dengan kedua tangan seperti mau memeluk. Abang melangkah mundur mengingat reputasi Rangga sebagai preman terminal tukang berantem. Setinggi apa pun emosi Abang saat itu masih sedikit berpikir untuk meluapkan emosi begitu saja kepada Rangga. Abang pun berteriak memintanya mundur. "Diam disitu jangan kau berani mendekat. Najis bagiku disentuh orang seperti kamu". Tapi Rangga seperti tidak mendengar kata-kata Abang, dia tetap berjalan mendekati Abang sambil membuka tangan seraya ingin memeluk Abang.

Sejenak Abang menoleh kanan dan kiri mencari sesuatu untuk bisa mengancam Rangga. Disudut pandangan Abang terlihat pemukul baseball ada sangat dekat dengan tempat Abang berdiri. Sebuah pemukul baseball yang Abang kenal, pemukul baseball yang sering digunakan Rangga jika dia hendak memukuli orang.

Saat Rangga sudah hampir memeluk Abang dan berucap, "sini kawanku biar aku memelukmu biar tenang". Dengan sigap Abang melangkah ke kanan sedikit lalu mengambil pemukul baseball tadi dan ....brak. Tongkat pemukul baseball itu patah setelah Abang ayunkan dengan tenaga penuh menghantam kepala Rangga, diikuti teriakan histeris Mirna.

Walaupun Rangga sudah berdarah banyak dikepalanya dan pemukul baseball itu patah. Tetapi Rangga masih tersenyum melihat Abang. Dan dia berjalan mendekati Abang. Jarak kami semakin dekat dan tidak ada lagi ruang untuk Abang kembali memukul Rangga. Dengan refleks Abang ayunkan pemukul baseball ke depan tepat ke arah perut Rangga.

Bunda sungguh tidak ada niat Abang untuk menghabisinya, tapi pemukul baseball yang tadi patah sudah menjadi runcing, dan emosi abang ditambah rasa takut terhadap Rangga sehingga Abang sambil menutup mata mengayunkan dan mendorong tongkat baseball dengan tenaga penuh.

Bersamaan jeritan serta tangisan Mirna, terdengar lenguhan dari mulut rangga. Saat Abang buka mata ternyata tongkat baseball sudah berlumur darah dan menancap di perut Rangga. Abang yang masih di penuhi rasa nafsu merasa menang dan gelap mata, Abang putar tongkat baseball tadi di dalam perut Rangga dan membuat Rangga berteriak kesakitan. Lalu Abang cabut tongkat tadi, lalu Rangga ambruk di hadapan Abang.

Mirna yang dari tadi menangis di belakang Rangga segera berlari menghampiri Rangga dan memeluk Rangga sambil memaki Abang. Melihat kelakuan Mirna yang memeluk Rangga dengan penuh kasih sayang Abang semakin jijik melihatnya.

Tidak lama berselang Abang melihat Mirna mengambil telepon genggam dari saku celananya dan sambil terus berkata "Marwan kamu Jahat, kamu jahat, kamu jahat". Lalu dia menekan beberapa nomor dan menunggu panggilan itu diangkat.

Aku bentak dia, "heh... Lonte....siapa yang kamu hubungi?, jangan macam-macam kamu". Mirna tetap diam dan tak berapa lama terdengar jawaban dari lawan bicara Mirna. Lalu Mirna mengucapkan beberapa kata yang membuat gelap mata Abang semakin menjadi. Sambil terbata-bata dan menangis Mirna berucap "Pe..tu..gas, saya di jalan mawar no 4.... di sini ada yang terluka". Mendengar kata "Petugas". Lalu dengan refleks Abang ayunkan tongkat baseball yang sudah dilumuri darah Rangga untuk menjatuhkan telepon genggam yang di tempelkan di telinga Mirna.

Telepon genggam itu terjatuh dan tongkat baseball menghantam keras ke bagian telinga Mirna. Tanpa selang waktu Mirna langsung roboh di atas badan Rangga. Dengan rasa khawatir Abang mengambil telepon genggam Mirna. Dan terlihat tulisan nomor yang tadi Mirna hubungi "Ambulance". Dan terdengar sayup dari lawan bicara mengatakan "Baik, petugas kami segera menuju lokasi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun