Di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat, isu upah layak dan kesejahteraan buruh di Indonesia tetap menjadi topik hangat dalam diskusi publik. Meskipun pemerintah telah menetapkan upah minimum, banyak buruh yang masih merasa bahwa upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam konteks ekonomi politik, memuat tentang upah layak sering kali melibatkan tarik-menarik kepentingan antara berbagai aktor, seperti pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan masyarakat luas. Kebijakan upah minimum sering dipengaruhi oleh kalkulasi politik, di mana pemerintah berusaha menyeimbangkan antara kepentingan pengusaha sebagai aktor penting dalam pertumbuhan ekonomi dan aspirasi buruh yang mendambakan kesejahteraan lebih baik.
Pada tahun 2024, pemerintah menetapkan kenaikan UMP. Mengutip CNBC Indonesia  - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah memutuskan bahwa rata-rata kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) untuk tahun 2025 adalah sebesar 6,5%. Meskipun terdapat peningkatan, banyak buruh yang merasa bahwa kenaikan ini masih belum cukup untuk menyeimbangkan inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat. Banyak buruh yang merasa terjebak dalam kondisi ekonomi yang sulit, dimana upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam teori perjuangan kelas Karl Mark pada dasarnya pada masyarakat industri akan terdiri dari dua kelas yaitu borjuis dan proletar (buruh). Dari kedua kelas tersebut ada eksploitasi terhadap kaum proletar, di mana buruh diharuskan bekerja dalam rentang waktu yang sangat lama dengan upah yang tidak sebanding dengan hasil kerjanya. Karl Marx, menekankan bahwa hubungan antara buruh dan pemilik modal adalah hubungan yang intrinsik bersifat konflik. Buruh, sebagai kelas pekerja, berjuang untuk mendapatkan upah yang layak, sementara pemilik modal berusaha memaksimalkan keuntungan dengan menekan biaya, termasuk upah.
Kondisi buruh di Indonesia serupa dengan gambaran buruh menurut Karl Marx. Para buruh di Indonesia sering bekerja dalam jangka waktu panjang dengan upah yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan, yang terkadang berat dan berisiko. Banyak di antara mereka yang bekerja di pabrik atau di proyek pembangunan yang berisiko tinggi, namun tidak mendapatkan perlindungan keselamatan seperti asuransi jiwa.
Tantangan dalam Penerapan kebijakan Upah
Salah satu tantangan utama dalam penerapan kebijakan upah di Indonesia adalah adanya perbedaan yang signifikan antara sektor formal dan informal. Sektor informal, yang mencakup jutaan pekerja, sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang cukup. Banyak pekerja di sektor ini tidak memiliki kontrak resmi, sehingga mereka tidak memperoleh upah yang layak atau akses ke perlindungan sosial.
Indonesia belum mampu menetapkan upah yang sesuai dengan prinsip-prinsip upah layak berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa upah yang berlaku saat ini tidak mencukupi kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarganyatermasuk biaya hidup, jaminan sosial, dan standar hidup sosial lainnya. Upah minimum yang ada sekarang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar buruh dan jauh dari biaya riil yang dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari, karena sesungguhnya, upah layak merupakan salah satu elemen penting dari kehidupan yang layak. Hal Ini menambah beban bagi buruh yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Selain itu, banyak perusahaan berusaha memangkas biaya operasional dengan mengabaikan kewajiban upah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan pekerja, namun juga menciptakan kompetisi yang tidak sehat di pasar kerja. Buruh yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka sering kali terjebak dalam situasi yang sulit, menghadapi risiko pemecatan atau perlakuan yang tidak adil.
Perjuangan buruh dalam memperoleh haknya
Buruh di Indonesia menyadari bahwa mereka sering mengalami penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari kaum borjuis, yang terkadang didukung oleh pemerintah. Untuk memperjuangkan hak-hak mereka, buruh kini telah membentuk serikat pekerja. Tujuan utama serikat ini adalah untuk menuntut perhatian dari pengusaha dan pemerintah terkait hak-hak buruh, mulai dari upah yang layak, penghapusan eksploitasi, hingga jaminan keselamatan dan kesehatan.