Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sejak 2015 lalu tercatat ada 15 kasus intimidasi terhadap jurnalis lokal di Papua. Bentuknya beragam, mulai dari pelarangan liputan, intimidasi, hingga larangan siaran terhadap sebuah stasiun radio. Penyebabnya pun bisa karena aparat ataupun Pemda tidak suka terhadap liputan media tersebut hingga karena dianggap punya motif tertentu. Bahkan bulan lalu dua orang jurnalis asal Perancis juga dideportasi.Â
Sisi positif dari besarnya penetrasi penggunaan internet ini adalah semakin mudahnya pertukaran informasi dan traksaksi ekonomi. Namun, hal ini juga melahirkan beberapa permasalahan baru. Era digital telah memperkuat tantangan yang dihadapi oleh wartawan, baik berupa ancaman melalui media online, peretasan, maupun pelecehan di jejaring sosial.Â
Keamanan jurnalis merupakan prasyarat penting bagi kebebasan berekspresi. Kejahatan terhadap wartawan bukan hanya serangan terhadap satu individu atau organisasi. Membungkam seorang jurnalis berarti menghalangi hak publik untuk menerima informasi. Tindakan ini juga dapat mengintimidasi orang lain untuk tidak berbicara. Impunitas terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap media profesional mendorong lingkungan kerja yang tidak aman bagi para jurnalis.Â
Perlu ada penanganan yang efektif dan komprehensif. Perlindungan terhadap wartawan yang sedang berada dalam kondisi bahaya dan pencegahan kekerasan terhadap media harus dibarengi dengan penuntutan dan proses hukum yang adil terhadap mereka yang melakukan kejahatan terhadap wartawan. Perlu ada jaminan keamanan kepada pegiat media untuk menciptakan masa depan jurnalisme dan kebebasan berekspresi di seluruh dunia yang lebih baik.
Media digital telah mempermudah wacana, berita palsu, dan propaganda yang penuh kebencian. Bahkan dengan mudah seseorang dapat menyebar kebohongan, menyebabkan distorsi kebenaran, dan membahayakan stabilitas masyarakat.
Gerakan literasi media dan informasi adalah cara yang efektif untuk melawan ucapan kebencian, misinformasi, dan polarisasi secara online. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan edukasi terhadap konsumen media, perancangan alat/aplikasi yang tepat untuk mempermudah kontrol, memberikan mereka pengetahuan tentang bagaimana cara menavigasi Internet dan menafsirkan informasi dengan bijak.Â
Gerakan literasi media memungkinkan warga untuk membentuk pengetahuan dan pemahaman mereka secara independen. Alih-alih menerima informasi secara pasif, dengan pemberitaan yang berimbang, komentar dari pembaca lain akan mereduksi rasa kebencian dan intoleransi, serta bagaimana harus bereaksi terhadap keragaman informasi, perbedaan perspektif, dan saran yang sifatnya membangun.Â
Media massa telah mengalami perubahan pesat dalam dua dekade terakhir dan telah merombak dirinya sendiri secara radikal dengan menciptakan alat, platform, dan layanan media baru. Jika tadinya konsumennya hanya merupakan pembaca pasif kini mereka justru didorong untuk aktif menjadi pembuat konten. Dalam prosesnya, inovasi semacam ini telah melebarkan jangkauan pengguna sarana komunikasi dan informasi. Bentuk inovasi media massa ini bisa diterapkan untuk membangun pemahaman masyarakat, solidaritas manusia, dan inovasi sosial.Â