Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membaca Kunjungan DPR ke Jerman dan Meksiko

18 Maret 2017   11:56 Diperbarui: 21 Maret 2017   23:32 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunjungan kerja DPR (Sumber: Media Indonesia).

Yenni Sucipto mengatakan bahwa sebanyak 30 orang anggota Pansus diketahui ikut serta dalam perjalanan tersebut untuk mempelajari sistem e-voting di kedua negara selama kurang lebih enam hari. Nilai tersebut termasuk dengan asumsi berbagai tunjangan.

Nominal tersebut bisa lebih tinggi lagi karena ada kemungkinan perwakilan pemerintah juga ikut dalam kunjungan Pansus RUU Pemilu. Rombongan yang berangkat, terbagi dalam dua bagian yakni 15 orang berkunjung ke Jerman dan 15 orang mendatangi Meksiko.

Rincian rombongan yang menuju Jerman akan menggunakan fasilitas pesawat kelas eksekutif dengan biaya perjalanan sekitar US$ 10.277 atau setara dengan Rp. 137,3 juta per anggota DPR, uang saku per hari sebesar US$ 447 atau Rp. 5,6 juta, biaya menginap US$ 1.000 per malam atau setara Rp. 13 juta.

Jika diakumulasi untuk 15 orang, nilainya mencapai Rp. 3,7 miliar. Fantastis.

Sementara untuk perjalanan rombongan ke Meksiko, akan mendapatkan fasilitas berupa tiket pesawat kelas eksekutif senilai US$ 11.822 Atau Rp. 157,7 juta, uang saku perhari sebesar US$ 439 atau Rp. 5,8 juta dan fasilitas hotel bintang lima dengan biaya permalam US$ 1.000 atau Rp. 13 juta.

Total biaya perjalanan rombongan ke Meksiko mencapai Rp. 4,1 miliar. Jika ditotal dengan rombongan ke Jerman, maka biaya menjadi Rp. 7,8 miliar.

Menurut Yenny Sucipto, biaya menjadi dua kali lipat karena masing-masing anggota membawa staf ahli serta sekretariat dewan. Biaya juga bisa bertambah lagi, jika masih ada perwakilan pemerintah yang juga ikut dalam rombongan itu.

Selain memakan anggaran yang jumlahnya bisa dibilang sangat "wow", wacana e-voting ini sudah ditentang oleh berbagai kalangan, terutama dari tokoh ahli bidang IT. Produk hukum, infrastuktur, kesiapan masyarakat, efektivitas mekanisme kontrol, dan kesadaran publik perlu dikaji terlebih dahulu sebelum kita memutuskan untuk memakai e-voting.

Titi Anggaraeni mengingatkan bahwa tidak sedikit negara yang gagal melakukan e-voting dan kembali ke proses pemungutan suara konvensional. Beberapa negara seperti Belanda, yang sudah lama mewacanakan dan menerapkan e-voting. Namun pada tahun 2007, Belanda memutuskan untuk tidak lagi menggunakan e-voting akibat peristiwa politik tahun 2006.

Australia telah mengujicobakan penerapan e-voting di Pemilu negara bagiannya, yaitu di Victoria pada tahun 2006 dan 2010, serta di Canberra pada tahun 2012. Namun pada akhirnya, Australia memutuskan bahwa penerapan e-voting sama sekali tidak meningkatkan kualitas Pemilu.

Bahkan tim kajian yang mengevaluasi penerapan e-voting di Victoria dan Canberra menyimpulkan teknologi e-voting berbiaya sangat mahal untuk tujuan menciptakan Pemilu yang aman dan transparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun