Sebetulnya tidak ada kesesuaian antara pernyataan pertama dan pernyataan Jokowi selanjutnya. Artikulasi politik yang ekstrim, politisasi SARA, dan maraknya berita bohong, tidak ada kaitannya dengan demokrasi.Â
Kondisi politik yang ekstrim, isu SARA, maupun maraknya berita bohong sebetulnya terkait dengan ketidakmampuan pemerintah untuk mengambil kebijakan publik yang tepat, sistematis, obyektif, komprehensif, dan bebas dari kepentingan kelompok. Kondisi ini diperburuk dengan inkonsistensi pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi.
Hanya karena dukungan dan kepercayaan rakyat, pemerintah (Presiden, DPR, DPD, dan DPRD) dapat dilantik dan menjalankan pemerintahan hingga saat ini. Kebebasan rakyat untuk menyuarakan pendapatnya melalui ruang publik, media, atau wakil rakyat dilindungi oleh konstitusi. Opini masyarakat justru diperlukan untuk memastikan bahwa pemerintah tidak menyimpang dari amanat konstitusi.Â
Indonesia adalah negara demokrasi dimana yang berkuasa adalah rakyat. Negara ini bukanlah negara tiran yang dipimpin oleh pemerintah sewenang-wenang dan jauh dari cita-cita keadilan.
Jika berbicara secara obyektif, kekacauan dan kekisruhan politik yang terjadi belakangan ini, diakibatkan karena ketidaktegasan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang pro rakyat. Jadi pertanyaannya sekarang adalah: Apakah demokrasi kita ataukah pemerintah yang sebenarnya telah kebablasan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H