Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Banjir dan Pilkada Jakarta

22 Februari 2017   04:07 Diperbarui: 25 Februari 2017   08:00 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari berbagai pro dan kontra kebijakan publik yang dikeluarkan Pemerintah, rakyat menyadari bahwa semua kebijakan tersebut dilakukan untuk kepentingan yang mulia yaitu mengatasi banjir. Dampak positif dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah: 1) Perumahan kumuh menjadi berkurang, 2) Kota menjadi lebih bersih, demikian pula sungai. 

Pemberlakuan kebijakan normalisasi, zona hijau, dan reklamasi membuat banjir di Jakarta tidak lagi separah dulu. Menarik disini ketika kita menghubungkannya dengan momen Pilkada DKI.

Pilkada DKI adalah Pilkada yang paling dinamis jika ditinjau dari segi politik. Berbagai isu bermunculan pada momen Pilkada, mulai dari isu penistaan agama, pelanggaran Undang-Undang, isu rasial, black campaign, pembelian hak suara, tweet war, perbedaan hasil survei, debat calon gubernur, cyberbullying, beredarnya KTP dan NPWP palsu, isu penyadapan, berbagai aksi demo, perbedaan pandangan pakar hukum, sampai pada pernyataan Antasari Azhar. Selain menimbulkan kehebohan di masyarakat, Pilkada DKI juga menimbulkan kehebohan di dunia maya. Setiap hari netizen saling berdebat di jejaring sosial untuk mensukseskan calonnya melalui cara-cara yang paling santun sampai dengan yang paling banal. 

Putaran pertama Pilkada akhirnya usai dan musim penghujan pun tiba. Belajar pada pengalaman tahun 2016 dimana banjir dapat diatasi penyebarannya, maka pendukung Gubernur Petahana mulai sesumbar. Mereka mengangkat topik banjir untuk mempromosikan Pasangan Calon Gubernur mereka di jejaring sosial. Netizen pendukung Gubernur Petahana memiliki pendapat beraneka ragam seperti, "Sudah beberapa hari hujan, kok tidak ada banjir?" atau "Jakarta belum banjir ya..." sembari menyebarkan foto-foto perbandingan antara Jakarta sebelum dinormalisasi dengan sesudah dinormalisasi. Tentunya perbedaan kondisi Jakarta menjadi sangat mencolok karena kini sudah tidak ada lagi rumah-rumah kumuh di daerah bantaran sungai, sehingga keadaannya menjadi jauh lebih bersih.

Hujan merata lalu terjadi di Jakarta. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Hanya berselang 1-2 hari setelah topik ini diangkat oleh tim sukses Pasangan Calon Gubernur Petahana Ahok-Djarot, banjir terjadi di Jakarta. 

Banjir di jalan tol (Sumber: Media Indonesia).
Banjir di jalan tol (Sumber: Media Indonesia).
Tidak tanggung-tanggung, banjir terjadi di 54 titik sekaligus, Jakarta Selatan (11 titik), Jakarta Timur (29 titik), dan Jakarta Utara (14 titik). Kemarin (21/02/2017) terdapat sebanyak 401 laporan mengenai banjir di Jakarta dan sekitarnya. Dilaporkan ribuan rumah dan jalan terendam banjir dengan ketinggian bervariasi 10 -150 centimeter.

54 titik terjadinya banjir (Sumber: petabencana.id).
54 titik terjadinya banjir (Sumber: petabencana.id).
Pro dan kontra dari program penanggulangan banjir oleh Gubernur Petahana yang sebelumnya sudah mereda, lalu diangkat kembali oleh pendukung pasangan calon yang lain. Perang pun lalu terjadi diantara para netizen pendukung kedua Pasangan Calon Gubernur. 

Dari segi politik, pengangkatan topik banjir ini jelas salah momentum. Bahkan Denny JA, pimpinan lembaga penyelenggara polling Pilkada Denny JA World, mengeluarkan pernyataan bahwa isu ini berpotensi untuk mempengaruhi perolehan suara elektoral Pasangan Calon dalam Pilkada Putaran II nanti. 

Tak lama berselang, tim sukses Gubernur Petahana lalu mengeluarkan pernyataan bahwa mengangkat isu bencana banjir adalah hal yang tidak tepat. Masyarakat Jakarta seharusnya lebih fokus untuk membantu korban bencana dibandingkan dengan mengangkat kembali isu-isu mengenai penanggulangan banjir. Namun, nasi telah menjadi bubur. Topik ini sudah terlanjur menjadi viral. Rakyat yang sebelumnya tidak memahami tentang efek dari normalisasi, zona hijau, atau reklamasi kini menjadi paham karena gencarnya pertarungan netizen di jejaring sosial. 

Sejauh mana topik banjir ini akan berpengaruh terhadap pemilihan elektoral? Tidak bisa dipastikan secara jelas. 

Dari kejadian ini dapat ditarik dua kesimpulan: 1) Tim sukses pasangan calon Gubernur harus lebih berhati-hati untuk memilih topik yang tepat dalam momen Pilkada Jakarta. Hal ini penting karena selisih suara antara dua kandidat pasangan calon tidak begitu jauh. Kesalahan memilih topik bahasan dapat mempengaruhi (sedikit atau banyak) pandangan masyarakat terhadap pasangan calon yang didukung, 2) Polemik banjir Jakarta memang merupakan hal yang rumit dan pelik, sehingga membutuhkan penanganan secara integral dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama serta dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Harapannya, akan tercapai kebijakan publik ideal yang dapat diterapkan untuk mengurangi resiko banjir di Jakarta, dengan tetap memelihara kualitas hutan, sungai, pantai, dan komunitasnya. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun